3. Afternoon, 3 pm

990 218 24
                                    










Dazel merasa baru saja terlelap setelah merebahkan diri di tempat tidur ketika dia terbangun pukul 3 sore dan yang terpikir pertama kali olehnya adalah menghubungi Savana. Mengandalkan insting alih-alih matanya yang rabun, dia menyentuh layar ponsel dan tanpa kesulitan memanggil kontak milik Savana yang berada di urutan 3 teratas daftar panggilan cepat miliknya.

"Lo nggak tidur ya?" Adalah kalimat pertama yang diucapkan Savana begitu gadis itu mengangkat panggilannya.

"Udah, trus kebangun," jawab Dazel.

"Trus? Ada apa telfon gue?"

"Ntar malem kemana?"

"Kemana apanya? Di rumah lah."

"Keluar yuk lah, beliin gue kopi."

"Apaan?"

"Apaan gimana sih, Sa? Kita keluar, beli kopi. Lo yang beliin sih."

"Random banget lo, Daz, tidur lagi aja dulu sana!"

"Siapa yang random sih? Beneran gue ngajak lo keluar, lo ada janji emang?"

"Nggak ada sih."

"Ya udah, gue jemput jam 7."

"Dih, lo nggak nanya dulu gue mau apa enggak?"

"Pasti mau lah."

"Sok tau!"

"Emang lo mau nemenin Nola pacaran di rumah?"

"Kata siapa Nola mau pacaran di rumah?"

"Feeling aja."

"Itu sok tau!"

"Biasanya malem minggu kan Nola bawa cowoknya ke rumah. Daripada lo jadi obat nyamuk dengerin orang pacaran, mending kita keluar, kencan sama gue."

Terdengar decak pelan di seberang membuat Dazel menahan tawa. Padahal matanya pun masih sepenuhnya terpejam, tapi reaksi Savana yang bisa Dazel bayangkan detik itu tidak mungkin tidak membuatnya ingin tertawa.

"Gue jemput jam 7 ya, deal, nggak boleh nolak."

"Terserah lo deh," sahut Savana, pasrah seperti biasanya jika dia keberatan tapi tidak bisa menolak.

"Gitu dong ..."

"Udah tidur sana!"

"Iya, iya ... galak amat sih."

"Berisik, lo."

"Untung gue sayang."

"Untung gue enggak."

"Heheheh ..."

Telepon ditutup begitu saja oleh Savana, diikuti oleh Dazel yang mencoba membuka kelopak mata yang jujur masih terasa berat. Bergeming sambil mengedip-ngedipkan mata, dirasa-rasa dia tidak akan bisa tidur lagi sekarang. Tsk! Menendang selimutnya, Dazel bangkit dari tempat tidur dalam satu gerakan seraya beranjak membuka tirai jendela kamar yang sengaja dia tutup agar ruangan menjadi gelap.

Di bawah, neneknya sedang berkutat di dapur membuat entah apa. Yang pasti, pukul 3 sore adalah waktu-waktu dimana sang nenek, Yangti, akan sibuk membuat kudapan untuk kakeknya.

"Sudah bangun?" tanya Kakung, mengangkat pandangan pada cucu laki-lakinya yang muncul di ruang tengah.

"Udah, Kung," Dazel menjawab sambil merangkul sekilas neneknya dari belakang dan memberi kecupan ringan di kepala. "Yangti bikin apa?"

Star and SavannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang