[Dazel]"Ma ... Pa ... Dazel wisuda hari ini. Dazel harap ... Dazel bisa lihat senyum bangga Mama sama Papa sekarang."
Gue usap kedua pusara orang tua gue dan gue cium bergantian. Juga mata gue yang selalu basah karena rindu yang gue tau nggak akan ada obatnya. Waktu ngelihat temen-temen lain wisuda dengan ditemani keluarga mereka, jujur gue iri. Gue pengen ngerti rasanya nunjukin keberhasilan gue ke orang tua gue. Gue pengen ngerti gimana rasanya ngelihat mereka senyum bangga sama kerja keras gue. Bukan berarti gue nggak menghargai keberadaan Kakung, Yangti, dan Ibu Ira. Tapi gue cuma pengen ngerti gimana rasanya ngebuat cinta pertama gue bangga.
Ibu Ira nepuk punggung gue pelan sebelum beliau menunjukkan kamera yang dia bawa, ngasih isyarat buat ngambil foto gue pakai toga dan duduk di antara makam kedua orang tua gue.
"Makasih ya, Ibu," kata gue, nerima pelukan erat Ibu Ira setelah itu.
Baru aja kita berniat beranjak dari situ, tiba-tiba muncul Luki, Randy dan Yasa di kejauhan. Masih pakai baju wisuda mereka, bertiga jalan ke arah gue dengan senyum lebar di wajah masing-masing.
"Hehe ... kita mau nyapa bokap nyokap lo, Daz ... sekalian kita foto bareng," ujar Yasa ke gue.
Gue biarin mereka naruh masing-masing buket di makam papa sama mama, lalu ngajakin gue sekali lagi berfoto di sana. Bareng-bareng.
"Thanks, guys."
Gue beruntung punya temen-temen sesolider mereka. "Mau langsung balik?"
"Iya lah."
"Kita udah dari tadi juga di sini sebenernya. Cuma nggak pengen ganggu momen lo aja, makanya baru muncul sekarang."
"Oh ...."
"Tadi sempet ketemu Sasa. Diajakin Luki tapi dia nggak bisa," sambung Rendy.
"Oh—"
Sasa.
Gue nggak akan kaget kalau dia nggak mau diajak. Ketemu gue aja dia nggak mau. Udah bagus tadi dia nyamperin gue dulu buat ngucapin selamat.
Dan cuma itu."Kalau gitu, ayo semua kita makan dulu sama-sama," ujar Ibu Ira kemudian.
"Beneran, Tan?"
"Kita nggak mau ngerepotin loh," jawab Randy.
"Enggak lah. Ayo, kita rayain ini," Ibu Ira pun menggiring kita kembali ke mobil.
***
Gue isi waktu sambil beresin lemari buku setelah melewati sesorean makan bareng anak-anak dan Ibu Ira, juga Kakung dan Yangti.
Semua barang dan buku-buku yang udah nggak dipakai gue simpen dalem kotak sebelum gue taruh kotaknya di bawah kolong tempat tidur. Selain itu gue juga beresin baju-baju yang sekiranya bakal jarang gue pakai dan ngeluangin tempat buat baju kerja dan semua yang gue butuhin biar lebih gampang diambil.
Gue bersyukur atas keberuntungan diterima kerja tepat setelah lulus. Karena di luar sana banyak yang masih berjuang buat dapetin kerjaan bahkan dari lulusan tahun sebelumnya. Dan gue juga beruntung dapetin saran dari Ibu Ira buat apa yang perlu gue lakuin. Pengalaman dia sebagai manajer selama bertahun-tahun jadi tempat buat gue belajar banyak hal dari beliau.
"Meow," Sol mengeong karena berisik suara box yang gue dorong masuk ke bawah kolong tempat tidur. Dia ngelihatin gue seolah memprotes karena gue udah ganggu tidur dia. Dasar majikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Star and Savannah
Ficção Geral"Dia suka savana. Denotatively, haha...bukan gue," monolog si gadis, Savana, yang selalu menyukai bintang dalam gelap langit malam dan si pemilik nama dengan makna yang sama: Alterio Dazel Wirendra. Empat tahun pertemanannya dengan Dazel, Savana ham...