Savana hanya tidak tahu bagaimana menahan buncahan haru yang seketika memenuhi dada saat Dazel menariknya dalam pelukan, rapat. Dia sama sekali tidak berpikir akan menangis seperti itu. Dia pikir dia telah mampu sepenuhnya menguasai perasaan hingga Dazel mengucakan kata maaf.Dazel, dengan raut yang sedikit khawatir mencoba menenangkannya, memeluk selama mungkin dan juga akhirnya mengecup keningnya serta tempat di bawah mata kanannya sebelum kembali menautkan jemari mereka dan menggenggam tangannya erat.
"Sa ... jangan minta gue buat pergi lagi ya?"
"I won't."
Langkah mereka berlanjut menyusuri jalanan itu, dengan tangan saling menggenggam, tanpa banyak kata, karena masing-masing sibuk menyusun kembali semua kata yang tertulis acak dalam benak mereka selama ini.
"Gue nggak mau kehilangan lo lagi, Sa."
Savana memandang pada pemuda yang melangkah di sisinya itu. Genggaman tangan Dazel terasa lebih erat ketika kemudian pemuda itu kembali berkata, "Sebagai apa pun gue nggak mau kehilangan lo lagi."
"You won't."
Dazel tersenyum simpul setelah menoleh padanya sekilas.
"Ngerasain kangen buat Papa Mama udah cukup buat gue, Sa. Setahun ini ngerasain hal yang sama ke lo juga ... gue nggak sanggup. Gue nggak mau ngerasain itu lagi," ujar Dazel dengan suara tercekat, namun dia tetap memaksakan seulas senyum getir.
"Daz ...."
"Maybe ... there are still many things unsaid between us. And for that ... can we just ... start over?" Pertanyaan itu diucapkan oleh Dazel kemudian, dengan kesungguhan yang terlihat jelas dalam tatapannya, membuat Savana bertanya pada diri sendiri: apa yang dikhawatirkannya sekarang?
Tidak ada.
Tidak ada yang lebih dia inginkan selain kembali menjalani hari dengan kehadiran Dazel dalam setiap waktunya. Tidak ada yang lebih melegakan hati selain melihat tawa atau suaranya berbicara dengannya dan membagi gurau yang kadang sama sekali tidak lucu tapi Savana akan tetap tertawa untuknya.
Itu saja.
Semoga semesta berkenan untuk berteman dengan keinginan itu.
Dengan tulus dan penuh keyakinan
ku titipkan segala yang kupunya padamuAku ingin kau selalu ada di sini
'tuk temani hari yang trus berganti
Karna aku tak pernah mau tuk sendiri
Raga dan jiwaku nyaman bersamamu***
Pertemuan mereka petang itu akhirnya menjadi awal untuk mereka memulai kembali apa yang pernah berjeda. Sebagai teman, sebagai dua orang yang saling menyimpan perasaan untuk satu sama lain. Luka itu masih tetap akan tersisa, tapi tidak lagi menjadi luka yang menyakiti. Savana membiarkannya hadir serupa bekas, sebagai pengingat yang akan menemaninya untuk berdewasa.
Sekarang adalah saatnya untuk memberi kesempatan kepada diri sendiri.
"Itu Kak Dazel?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Star and Savannah
Fiksi Umum"Dia suka savana. Denotatively, haha...bukan gue," monolog si gadis, Savana, yang selalu menyukai bintang dalam gelap langit malam dan si pemilik nama dengan makna yang sama: Alterio Dazel Wirendra. Empat tahun pertemanannya dengan Dazel, Savana ham...