Bab 7

5K 708 137
                                    

Nggak rame, nggak akan ada doublee up lagi

Handphone mahal itu jatuh setelah seseorang menelfon Irene dan mengatakan ketiga anaknya mengalami kecelakaan mobil.

Setelah Handphone mahal itu jatuh, kini air mata pun ikut jatuh dari mata indah Irene. Awalnya hanya tetesan air mata tapi sekarang Irene menagis bahkan dirinya sudah jatuh.

"Mommy apa yang terjadi?" tanya Jisoo.

Irene tidak menjawab, pikiran terus mengingat tingkah aneh ketiga anaknya itu. Apa mungkin tingkah aneh ketiga anaknya itu mengisyaratkan ini semua akan terjadi.

Jika Irene tahu ini semua akan terjadi maka ia tidak akan membiarkan ke tiga anaknya itu pergi.

"Mom, Jennie mau pergi."

Kata-kata anak nya itu terus melintas dipikiran Irene. Bagaimana cara Jennie mengucapkan kata-kata itu seolah-olah menjadi pertanda kalau dirinya ingin pergi.

"Siapa yang menelfon mu Irene dan apa yang ia katakan sehingga kau menangis seperti ini?" tanya Tiffany.

Irene tidak menjawab namun air matanya terus mengalir. Ia tidak mau kehilangan siapa pun apalagi ketiga anaknya itu. Ibu empat anaknya itu tidak akan sanggup jika harus kehilangan salah satu anaknya. Cukup Jisoo yang waktu itu hampir pergi meninggalkan nya.

"Mommy kenapa hiks.." tanya Jisoo yang sekarang ikut menangis.

Irene menatap anak sulungnya itu lalu membawa tubuh Jisoo masuk kedalam pelukannya.

"Adik-adikmu hiks... mengalami kecelakaan hiks..." ucap Irene lalu mempererat pelukanku pada Jisoo.

"Tidak Mom hiks... mereka pasti ada hiks... dirumah menunggu kita hiks... ayo kita pulang sekarang Mom hiks..." tangis Jisoo lalu memaksa lepas dari pelukannya Irene.

Entah Irene yang terlalu lemah atau tenaga Jisoo yang terlalu kuat, Jisoo pun bangkit lalu berlari kecil menuju mobil tapi langkahnya berhenti lalu membalikkan badannya menghadap Irene dan juga Tiffany.

"Tidak hiks... ini tidak mungkin hiks.." tangis Jisoo.

Tiffany pun memilih untuk menenangkan Irene yang terus menagis, ingin rasanya Tiffany membelah diri nya menjadi dua, wanita cantik itu ingin menenangkan Jisoo yang terus menangis tapi dirinya hanya satu.

°•°•°•°

Tangisan itu tidak berhenti terdengar dari dua wanita yang terus menagis tepat disalah satu ruangan rumah sakit itu.

Hampir tiga jam mereka duduk sambil menagis menunggu dokter yang menangani ketiga gadis itu keluar.

Tiffany pun sudah kehabisan kata-kata untuk membaut Irene dan Jisoo untuk berhenti menangis tapi hasilnya sia-sia. Tiffany pun paham apa yang Irene ataupun Jisoo rasakan sekarang.

Waktu dirinya kecil, Tiffany juga merasakan apa yang Irene dan Jisoo rasakan. Kedua orangtua nya mengalaminya kecelakaan dan semua orang mengatakan semuanya akan baik-baik saja tapi saat dokter yang menangani kedua orangtuanya keluar, hati nya hancur saat dokter itu mengatakan nyawa orangtua nya tidak dapat diselamatkan. Dan kata-kata mereka yang mengatakan semuanya akan baik-baik saja masih membekas dihati Tiffany.

Bukankah lebih mengatakan yang sebenarnya walaupun itu sakit dari pada mengatakan sebuah kebohongan yang akan lebih membuatku sakit yang lebih dalam nantinya.

Ceklek!

Beberapa dokter dan suster pun keluar sambil membawa dua brankar dengan peralatan medis ke ruangan lainnya.

Perfect Mom [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang