Bab 9

4.8K 622 130
                                    

JANGAN LUPA VOTE & KOMEN

🖤💓🖤💓🖤


"Tenanglah nona."

Entah sudah berapa kali dokter bahkan suster mengucapkannya kata yang sama pada Rose yang terus merintih kesakitan.

Tubuh kurus nya terus mengeliat dan itu yang menyebabkan rasa sakit dipunggung nya semakin bertambah, bahkan obat menahan rasa sakit yang sudah disuntikkan sama sekali tidak berpengaruh pada Rose.

Wajah nya sudah memerah dan bersamaan dengan itu, keringat dan air mata ikut menemani nya dalam melawan rasa sakit itu. Tidak ada yang menemani nya, hanya dokter dan beberapa suster yang menemani putri ketiga keluarga Kim itu.

"Cepat panggil lagi gadis yang berada diluar itu." suruh dokter pada salah satu suster.

Gadis yang dimaksud dokter itu adalah Jisoo. Ia sama sekali tidak mau masuk keruangan sang adik bahkan suster sudah beberapa kali meminta Jisoo untuk masuk.

Tapi hanya penolakan yang suster itu terima. Jisoo dengan kuat menutup kedua telinganya agar tidak mendengar rintihan dan tangisan Rose. Tapi apa yang dilakukan Jisoo hanya lah sia-sia, ia masih mendengar rintihan dan tangisan sang adik bahkan Jisoo juga mendengar saat Rose meneriaki nama nya.

Tapi entah kenapa, kadua kaki Jisoo terasa berat untuk melangkah kakinya untuk memasuki ruangan Rose.

"Berapa kali harus aku bilang!!! Aku tidak sanggup melihat adikku hiks!!!" teriak Jisoo saat suster itu kembali datang.

"Tapi... baiklah." suster itu menyerah memilih kembali saat melihat Jisoo yang terlihat sangat tertekan itu.

Setelah suster itu kembali masuk ke ruangan sang adik, Jisoo kembali menangis bahkan ia tangisan nya terdengar sangat memilukan.

"Jangan menagis lagi sayang, masuk lah. Rose membutuhkan mu." ucap Tiffany sambil
Jisoo menatap Tiffany yang mengucapkan kata-kata yang sama semajak beberapa hari ini. Tiffany pun sebenarnya tidak tega saat melihat Jisoo yang terus menyalahkan dirinya, melihat Jisoo yang terus menagis dibawah  bulan membuat hati Tiffany sakit.

Saat bersama Irene, Jisoo memang tidak pernah menagis tapi jika dibelakang Mommy nya itu, ia begitu lemah.

"Masuklah sayang, aunty mohon. Dalam hal ini tidak ada yang bisa disalahkan, semuanya sudah takdir jadi berhenti menyalahkan diri mu." ucap Tiffany pelan.

"Rose sangat membutuhkan dirimu, adik mu yang sangat manja itu tidak bisa melewati rasa sakit ini sendiri, dia butuh Eonnie nya." ucap Tiffany.

Dengan langkah pelan nya Tiffany memilih untuk memasuki ruangan Rose saat Jisoo sama sekali tidak mempedulikan apa yang ia katakan tadi.

Sementara Jisoo terus menutup kedua telinganya saat rintihan dan tangisan Rose semakin kuat terdengar. Disatu sisi Jisoo ingin pergi jauh, sejauh mungkin agar tidak mendengar tangisan dan rintihan sang adik. Tapi disatu sisi ia tidak bisa.

"Hiks aku takut hiks..." tangis Jisoo sambil menatap pintu ruangan yang tertutup rapat itu.

°•°•°•°•°•

"Irene bangun."

Perlahan Irene bangun saat suara yang sangat ia kenali itu terdengar di alat pendengaran nya. Saat mata indahnya terbuka sempurna, Irene melihat Suho yang berdiri sambil menatap nya dengan tatapan yang sangat aneh.

"Kau sudah pulang?" tanya Irene lalu bangkit dan berniat mengambil jas yang berada ditangan suami nya itu.

Irene terdiam saat Suho menahan tangannya yang ingin mengambil jas itu dan yang membuat Irene semakin terdiam adalah saat Suho jalan melewatinya dengan tatapan yang sangat aneh.

Perfect Mom [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang