9

4.9K 660 13
                                    

"Sayang, pasta giginya habis!" teriak Mingyu dari balik pintu kamar mandi yang sedikit terbuka.

Meski dengan sedikit mendumal Wonwoo beranjak untuk membawa pasta gigi baru untuk suaminya.

"Kan sudah aku bilang untuk bawa pasta gigi dan sabun baru sebelum kau mandi."

"Oh, sabunnya juga habis?"

Wonwoo mengernyit heran. "Memangnya kau belum lihat?"

"Belum hehe.. Kalau begitu bisa tolong ambilkan sekalian tidak?"

"Kau ini! Kapan sih kau mau mendengarkan ucapanku dengan sungguh-sungguh?!" omel Wonwoo menjauh dari pintu kamar mandi.

Mengambil sabun yang baru untuk sang suami yang hari ini memang harus pergi ke kampus sedikit lebih pagi untuk mengikuti kelas.

"...jangan tergantung padaku terus, Gyu! Juga pada pembantu di rumah, setidaknya mulailah berlatih untuk mengerjakan hal yang sederhana sendirian. Bagaimana kalau nanti aku yang mati duluan? Siapa yang akan mengurusimu?!"

"Wonwoo-ya, jangan mulai!" sahut Mingyu dari dalam kamar mandi.

"...aku tidak suka ya kalau kau sudah bicara yang aneh-aneh!"

"Aneh-aneh apanya? Aku bicara kemungkinan!"

Tidak ada sahutan didalam sana, sepertinya Mingyu enggan melanjutkan jika Wonwoo sudah mulai mengomel panjang dan ngelantur seperti itu.

Wonwoo melanjutkan kegiatan melipat baju-baju Minu yang masih menumpuk diatas ranjang mereka.

Dia selalu melakukannya sendiri jika memiliki waktu luang, tidak hanya bergantung pada asisten rumah tangga, lagipula mereka juga masih memiliki banyak pekerjaan di rumah ini.

"Sayang.."

Lagi-lagi kepala Mingyu muncul dari balik pintu kamar mandi.

"Apa lagi?"

"Ini yang terakhir kali, please.."

"...."

"Aku lupa tidak bawa handuk kecil untuk mengeringkan rambutku. Tolong, Wonwoo-ya.." pinta Mingyu dengan sangat.

Dia bisa saja nekat keluar dengan kepala basah, tapi masih memikirkan keselamatan dirinya jika Wonwoo mulai mengamuk dan memukulnya dengan kemoceng karena sudah membuat lantai kamar basah.

Terkadang sang istri memang sesadis itu.

Ya tidak heran lagi!

Wonwoo sangat mencintai kebersihan.

Mingyu sebenarnya juga tapi tidak separah Wonwoo.

Bagi Mingyu kalau kotor ya tinggal dibersihkan, tapi pikiran Wonwoo sedikit berbeda, jika sudah bersih jangan sampai kotor lagi.

Kalau Minu yang bikin kotor, Wonwoo diam saja tuh, sekalipun anak itu menumpahkan buburnya.

Tapi kalau Mingyu, tidak terima hanya dengan omelan saja, setelah diminta untuk membersihkan kekacauan yang Mingyu buat sendiri, Wonwoo juga menambahkan nasehat panjang setelahnya sebelum akhirnya benar-benar melepaskan sang suami.

Bukan tanpa alasan, Wonwoo tau Mingyu ini orangnya sedikit ceroboh.

Wonwoo hanya ingin Mingyu lebih berhati-hati lagi dalam melakukan sesuatu.

"Kalau begini aku kapan selesainya melipat baju-baju Minu?!" seru Wonwoo kesal namun lagi-lagi tetap berdiri untuk mengambilkan barang yang Mingyu butuhkan.

"Ini yang terakhir ya!"

"Iya, sayangku.. Terima kasih, i love you.."

Sebenarnya itu sama sekali tidak mempan kalau Wonwoo sudah benar-benar merasa kesal.

Tanpa repot-repot membalas ucapan cinta Mingyu, Wonwoo berjalan menjauh dari kamar mandi untuk melanjutkan kegiatannya.

Mingyu keluar dari kamar mandi dengan bersiul-siul.

Mendekati lemari dan membukanya untuk mencari pakaian ganti.

"Sayang, celanaku yang warna hitam kemarin kemana?" tanya Mingyu masih mengedarkan pandangannya pada isi lemari.

"Rak paling atas, ditumpukan celana sebelah kiri."

Mingyu mengikuti arahan Wonwoo barusan dan berhasil menemukan apa yang dia cari.

"Kemeja merahku dimana?"

"Bukan lemari yang sebelahnya! Ada ditengah, tersusun rapi bersama kemejamu yang lainnya. Ambilnya hati-hati, jangan sampai membuat yang lain jadi ikut berantakan!"

"Iya, sayangku.."

"Gyu?" Wonwoo memanggil setelah Mingyu selesai dengan setelan pakaiannya.

"...kali ini saja tolong kau dengar kata-kataku untuk belajar mandiri mulai dari hal-hal kecil. Ah, sialan! Aku jadi merasa punya dua bayi disini!"

Bukannya merasa bersalah sudah membuat Wonwoo kesal pagi-pagi begini, Mingyu malah cengar-cengir menanggapi omelan sang istri.

"Ini akan jadi masalah besar jika aku yang akan pergi ke akhirat terlebih dahulu, meninggalkan suamiku yang ceroboh bersama seorang anak yang paling berharga untukku. Membayangkannya saja aku tidak sanggup!"

"Kalau begitu jangan pergi. Dan jangan bicara tentang mati lagi!" balas Mingyu.

Wonwoo hanya memutar kedua bola matanya sebal.

"Tapi jika hal itu harus terjadi, satu hal yang patut kau banggakan dariku, sayangku.. Jika kau mati meninggalkan kami berdua aku bersumpah tidak akan pernah menikah lagi demi membuktikan sebesar apa rasa setiaku padamu."

"Bentukan sepertimu mana tahan sih?"

Mingyu 'kan mesum!

Ucapan dia barusan sama sekali tidak cocok dengan kepribadian Mingyu, setidaknya seperti itulah pandangan Wonwoo.

"Aku serius, sayangku. Tidak akan ada orang lain yang mampu menggantikanmu. Aku hanya akan menghabiskan sisa hidup dengan anakku, berdua saja sudah lebih dari cukup."

"...kalau kau bagaimana? Jika seandainya aku yang mati duluan, apa kau juga akan melakukan hal yang sama sepertiku?"

Wonwoo berpikir sejenak, setelahnya menggeleng pelan. "Tentu saja tidak! Aku akan mencari suami lagi dan pergi untuk menikahinya."

Dia mengatakannya dengan raut serius jadi hal itu pasti perkataan jujur dari dalam hati.

"...anakku masih kecil dan butuh sosok seorang ayah disampingnya. Jadi kau jangan mati terlalu cepat kalau tidak mau melihatku bersanding dengan pria lain!"

Mingyu tersenyum mendengar ucapan Wonwoo yang seolah mengatakan untuk jangan pernah pergi meninggalkannya.

Baiklah..

Mingyu sangat mengerti sekarang.

Mereka saling mencintai dan tidak akan ada yang bisa memisahkan kecuali takdir dari Tuhan.


••••

Uri Baby, Minu-ya.. | MEANIE (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang