Wonwoo sebenernya tidak ingin terlibat dengan urusan keluarganya lagi kali ini.
Mengulangi kesalahan yang sama membuat Wonwoo merasa kesal setengah mati, menganggap jika ayah dan ibunya memang sengaja ingin memanfaatkan harta yang dimiliki keluarga Kim.
Juga tuduhan yang kerap mereka layangkan tentang Wonwoo yang ingin hidup enak sendirian, membiarkan keluarganya kesusahan tanpa mau peduli.
"Maaf, aku mau tanya sesuatu."
"Ya? Ada apa?"
"Bisakah aku bertemu dengan gadis yang biasanya menjaga kasir disini?"
"Ah, Seulgi ya?" pegawai laki-laki penjaga minimarket itu segera mengenali orang yang Wonwoo maksud.
"Iya."
"Dia sudah tidak bekerja lagi disini."
"Sejak kapan?"
"Kemarin."
"Terima kasih atas informasinya."
Wonwoo sudah berulang kali mencoba untuk menghubungi kakak perempuannya itu namun tidak pernah berhasil.
Entah Seulgi sudah ganti nomor telepon atau apa? Wonwoo juga tidak tau.
Kembali ke rumah orangtuanya untuk mencari keberadaan Seulgi sama artinya dengan menyerahkan nyawa ke kandang singa.
Ayah dan ibunya masih begitu dendam pada Wonwoo sejak kejadian hari itu.
Tiga hari kemudian ketika Wonwoo tanpa sengaja melihat Seulgi jalan bersama seorang laki-laki, dia segera datang menghampiri.
"Noona, siapa dia?"
"Aku bisa menjelaskan ini padamu." balas Seulgi.
Melihat reaksi Seulgi yang tampak gugup, membuat Wonwoo semakin merasa curiga.
Apalagi pakaian yang dikenakan kakak perempuannya itu terlihat agak berbeda. Itu terlalu terbuka dan menggoda.
Wonwoo hanya berharap apa yang tengah ada dipikiran saat ini bukanlah sebuah kenyataan sebenarnya.
"Kau ini siapa? Jangan ganggu kami dan pergilah!" usir laki-laki yang Wonwoo tebak usianya hampir sama dengan sang ayah.
"Noonaㅡ"
"Aku harus pergi." sela Seulgi, mengikuti langkah lelaki tua yang tampak tidak sabaran itu.
"Apa kau menjual dirimu sendiri?!"
Langkah Seulgi mendadak terhenti.
"Aku sudah bayar dia di muka, sialan!" ucap lelaki tua itu murka.
••••
"Sejak kapan?"
Seulgi tidak menjawab pertanyaan Wonwoo, gadis itu masih menangis.
Merasa malu, terhina, dan putus asa.
"Kenapa Noona jadi seperti ini?" gumamnya lagi, menyesal karena merasa tidak bisa menjaga kakak perempuannya dengan baik.
Wonwoo meraih tasnya, mengambil dompet dan mengeluarkan sesuatu dari sana.
Sebuah kartu debit.
"Jumlahnya tidak terlalu banyak, tapi akan aku usahakan untuk menutupi kekurangannya secara menyusul."
"Jangan, Wonwoo-ya! Kami tidak berhak menerima ini darimu!" tolak Seulgi.
"Lantas bagaimana?! Apa aku harus membiarkan kau pergi dengan laki-laki hidung belang itu?!"
"...apa aku harus diam saja mengetahui kenyataan saudara perempuanku menjual harga dirinya demi uang?!"
"Kami kesulitan. Akhir-akhir ini bahkan semakin sulit saja." balas Seulgi dengan suara lebih lirih.
"Sejak mendapatkan uang bulanan rutin dari kakak iparmu, sikap buruk Ayah yang hobi berjudi dan mabuk semakin menjadi-jadi. Ibu kerap kali terkena imbasnya ketika mencoba menyimpan sebagian uangnya untuk biaya pendidikanku."
Terkesan kejam, namun jujur saja ini sekian kalinya Wonwoo membayangkan jika saja ayahnya pergi meninggalkan dunia ini, mungkin segalanya akan menjadi lebih baik.
"Aku akan mulai bekerja untuk menutupi kekurangannya, jadi jangan pernah berpikir untuk melakukan hal ini lagi! Cukup fokus pada pendidikan yang tengah Noona tempuh saat ini. Hanya tinggal satu tahun, jadi bertahanlah.."
••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Uri Baby, Minu-ya.. | MEANIE (Completed) ✓
Fiksi PenggemarSequel dari Harta, Tahta, Wonwoo-ya..