11

4.4K 601 11
                                    

Kali ini Wonwoo pulang pukul delapan malam.

Rasa khawatir juga kesal yang memenuhi benak Mingyu sejak tadi sore membuat pemuda itu mulai mengomel begitu melihat sang istri memasuki rumah.

"Kau tau kami sudah menunggumu hampir dua jam lamanya di kolam renang. Tidak masalah jika kau tidak bisa datang bergabung, setidaknya balas pesanku, juga angkat telfon dariku!"

Beruntung Irene sedang berada di luar negeri, mengurusi beberapa hal sebelum hari pernikahannya dengan Junmyeon tiba.

Kalau tidak, sudah bisa dipastikan Irene akan membela Wonwoo, memang adik ipar kesayangan..

"...Jun bilang kau pergi ke perpustakaan. Aku mengelilingi beberapa perpustakaan terdekat karena mengkhawatirkanmu, tapi tidak bisa menemukanmu dimanapun. Sebenarnya kau kemana?"

"Gyu, aku lelah. Bisa tidak kau ngomelnya besok saja?" balas Wonwoo lesu.

"Jangan lihat aku, lihatlah anak kita! Dia masih terlalu kecil untuk kau telantarkan."

"Aku mengerti. Nanti setelah membersihkan diri aku akan menemui Minu dikamar."

Bukannya marah karena sudah dituduh menelantarkan anak, Wonwoo justru menerima begitu saja tuduhan itu.

Mingyu baru saja memasuki kamar ketika mendengar suara muntahan sang istri dikamar mandi.

Pemuda itu buru-buru menghampiri, membantu Wonwoo yang tampak kesusahan disana.

Tidak ada yang keluar selain air, sudah bisa dipastikan Wonwoo telah melewatkan makan siangnya tadi.

"Sudah mendingan?"

Wonwoo mengangguk pelan.

"Mau pergi ke dokter?"

"Tidak. Aku rasa ini hanya masuk angin."

"Kau terlalu memforsir dirimu akhir-akhir ini, makanya jadi sakit begini." Mingyu cukup merasa menyesal karena sudah marah pada Wonwoo tadi.

"Maaf.."

"Jangan padaku. Minta maaflah pada dirimu sendiri. Kau satu-satunya pelaku yang membuat tubuhmu jadi sakit."

"...kau melewatkan makan siangmu? Juga makan malam?" tebak Mingyu.

"Perutku sedang terasa tidak enak."

"Kenapa?"

"Tidak tau."

Wonwoo tidak mengerti hal apa yang membuat senyum Mingyu mengembang.

Perubahan itu terlalu mendadak.

Tangan Mingyu terulur, memeluk pinggang Wonwoo dari belakang.

"Apa jangan-jangan ada calon adik Minu ya didalam sini?" usapan lembut tangan Mingyu bisa Wonwoo rasakan di permukaan perut ratanya.

Pantulan cermin wastafel menangkap reaksi keduanya yang berbanding terbalik.

Mingyu dengan senyum merekah, sementara Wonwoo diam membeku dengan wajah pucat.

Wonwoo segera melepaskan pelukan Mingyu. Berjalan gontai duduk di tepi ranjang.

Serangan panik itu muncul secara tiba-tiba!

Bagaimana jika tebakan Mingyu benar adanya?

Hamil?!

Bagaimana dengan pendidikannya?

Rencana yang telah Wonwoo susun sedemikian rupa akan hancur jika itu terbukti!

Minwoo bahkan belum genap berusia satu tahun!

"T-tidak mungkin!"

"Hei, sayang.. Tenanglah!"

Mingyu jadi ikut panik sendiri melihat reaksi Wonwoo.

Wajah pemuda itu semakin pucat pasi, juga tubuhnya yang mulai gemetaran secara samar.

Mingyu mengerti apa yang Wonwoo khawatirkan.

Tapi jika hal itu memang benar-benar terjadi, mereka bisa apa selain menerima takdir yang telah Tuhan gariskan.

"Kau selalu pakai pengamanan 'kan saat kita melakukan seks?!" serbu Wonwoo.

"Eungㅡ"

"Gyu, jawab!"

"Iya, aku pakai. Tapi 'kan pengaman bisa bocor."

"...kalau kau begitu khawatir, kita pergi ke rumah sakit saja. Ayo!"

"Tidak."

"Sayangku, jangan keras kepala! Sekalipun kau tidak hamil kau perlu memeriksakan diri. Sesuatu terjadi pada tubuhmu, buktinya kau muntah-muntah tadi."

"Alat tes kehamilan!"

"...bawakan aku itu sekarang juga! Bergegaslah, Gyu! Pergi ke apotik untuk membelinya!" dia berbicara seperti lari maraton.

"Yang seperti itu aku bisa minta ke Bibi Xu di sebelah rumah. Tunggu sebentar!"

Ah, benar!

Ibu Minghao 'kan seorang dokter, beliau pasti punya.

Mingyu kembali lima menit kemudian.

Dia menggedor pintu kamar mandi sembari merengek saat Wonwoo tidak mengijinkannya ikut masuk kedalam melihat hasilnya bersama-sama.

Beberapa menit berlalu..

Hampir saja Mingyu terjungkal kedepan saat tiba-tiba Wonwoo membuka pintu kamar mandi.

Dia sedikit mendorong alat tes kehamilan itu di dada suaminya, Mingyu reflek menangkapnya sebelum itu terjatuh.

Ekspresi Wonwoo yang datar, membuat Mingyu tidak bisa menebak hasilnya.

Satu garis, tanpa di ikuti garis yang lain.

Mingyu menajamkan pandangannya, berharap menemukan garis lain yang mungkin masih samar.

Benar,

Tidak ada.

"Negatif ya?"

Mingyu ikut bergabung dengan Wonwoo yang sudah rebahan diatas ranjang.

"Memang seharusnya seperti itu 'kan? Belum saatnya kita punya anak lagi."

"Kan lucu sayang kalau Minu punya adik."

"Pasti punya, tapi nanti. Itu juga Junmyeon Hyung dan Irene Noona yang akan merawatnya."

"Aturan darimana?"

"Aku sendiri yang buat."

"...kau tidak kasihan pada mereka yang tidak bisa memiliki momongan. Biarkan anak kedua kita nanti mereka yang rawat."

Wonwoo tau Mingyu mungkin merasa keberatan, nantinya Wonwoo akan mencoba membujuknya pelan-pelan.

••••

Uri Baby, Minu-ya.. | MEANIE (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang