Beberapa hari setelah liburan selesai, mereka semua di hadapkan dengan tugas yang kian menumpuk sehingga tidak memiliki waktu untuk sekedar hangout. Sama halnya dengan Lisa yang tengah membuat konsep untuk presentasinya besok.
Matanya tidak berkedip beberapa detik untuk memastikan kalimat yang ia masukan padat dan pas dengan materi yang harus ia sampaikan.
Namun, dering telfon dari adiknya memecahkan keheningan sekaligus fokus Lisa.
"Halo?" Lisa membuka percakapan dengan tatapan yang masih fokus pada laptop miliknya.
"Kakak. Bisa pulang dulu kan?"
"Hah?" Lisa berhenti mengetik dan melepas kacamatanya.
"Ayah.. ia makin parah. Ibu juga. Kak, aku tidak bisa menanggung ini semua.. sedangkan kakak bisa santai bermain dan tinggal dengan damai disana."
Lisa diam, ucapan yang sangat ringkas namun dapat merobek hatinya dengan cepat. Sakit, mendengar ucapan adiknya yang berusaha tegar meski nadanya jelas seperti isakan.
"Kalau kakak mengerti, tolong kak."
"Ibu... Mana?"
"Diluar."
"Kakak mau bicara dulu sama ibu."
"Apa kakak memang se egois itu?" Kekehan yang nampak menyayat dari adiknya di ikuti oleh nada mati pada telfon yang ia putuskan.
Lisa kembali diam, merenung melupakan tugas yang sedang giat ia kerjakan. Bagaimana ini? Apa benar selama ini ia hanya bersantai dengan damai sedangkan keluarganya yang berada di luar kota semenderita itu?
Mengapa kembali terjadi? Mengapa begitu mendadak? Bukankah kemarin bisa dibilang kali pertamanya bagi Lisa untuk pergi bermain bersama teman - temannya?
Mau tidak mau, Lisa akan mengambil libur selama satu minggu penuh untuk kembali kerumahnya, menyelesaikan masalah yang mungkin sama seperti dulu.
Soal libur mudah di bicarakan, bisa dikirim lewat email atau melalui aplikasi lain kepada dosen. Sisanya ia mengemasi barang miliknya dan memesan tiket kereta yang mempercepatnya agar sampai ke rumah.
.
Setelah ia berbicara dengan ketua mahasiswa di kelasnya supaya tetap bisa menyelesaikan tugas meski tidak hadir kini wanita itu duduk di kereta dengan tas besar dan jaket tebal yang melindungi dirinya dari cuaca dingin sekarang.
Meski tubuhnya selalu siap menerima apapun nanti yang akan terjadi, jiwa dan pikirannya menolak untuk kembali.
Jujur saja, selama ini ia di besarkan oleh keluarga yang termasuk biasa saja. Ayahnya adalah sosok yang baik, hanya saja itu berlaku sampai Lisa berusia 11 tahun.
Saat itu, ayahnya pulang dengan bau alkohol untuk meminta yang dari ibunya yang baru saja selesai memasak untuk membayar uang rugi yang dihabiskan untuk berjudi.
Sungguh, entah kenapa ia begitu. Selama ini Lisa dan adiknya hanya mengetahui bahwa ayah mereka adalah orang yang hebat, orang yang selalu tersenyum memberitahukan bahwa semuanya baik - baik saja.
Namun ternyata suara gaduh pecah barang yang ibunya katakan berasal dari kucing itu bohong karena kucing bisa saja membuat gaduh, tapi tidak membuat ibunya lebam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy For You - Lizkook
Fiksi Penggemar"aku menggilainya." "dia menggilaiku." Jungkook merangkul Lisa yang baru saja melontarkan kata itu dengan nada santai, mengecup kening gadis itu dengan hangat lalu mengelus rambut sebahu Lisa dengan lembut. mereka tersenyum, berharap semuanya tetap...