PROLOG

1.2K 47 2
                                    

Petir sambar-menyambar di antara awan yang sudah mulai gelap. Rintik hujan mulai turun membasahi sebuah mobil hitam yang tengah melintas di jalanan ibukota.

"Udah mau hujan, sayang. Tutup, ya, jendelanya?" ucap seorang lelaki paruh baya bernama Brama kepada putri tunggalnya, Fanya. Sedari tadi anaknya sangat menikmati jalanan ibukota yang sangat sejuk hingga gadis itu lupa bahwa hujan akan segera turun.

"Bentar lagi, Pa." Jawab Fanya yang masih menikmati pemandangan ibukota Jakarta. Ini kali pertamanya dan mungkin akan selalu menikmati kota Jakarta. Fanya adalah gadis pindahan dari Bandung. Papanya pindah kerja sehingga membuat keluarga Fanya juga ikut pindah tempat tinggal.

"Kilat-kilat, sayang." Ucap Brama lagi.

"Engga ad— AAA PAPA!!" Fanya berteriak kaget lalu menutup jendela dengan cepat setelah mendengar suara petir menyambar.

"Nggak mau dengerin kata Papa, sih."

"Hehe." Fanya cengengesan.

Kini mobil berwarna hitam itu tiba di parkiran rumah sakit. Brama diam sebentar memandang lurus ke depan. Setelah itu Brama izin kepada putrinya untuk keluar dan meminta Fanya menunggu di dalam mobil sebentar.

Fanya terus melihat papanya berlari kecil dengan payung yang digenggamnya dan menghampiri seorang anak muda laki-laki seumuran Fanya bersama lelaki paruh baya yang mungkin lebih tua dari papanya. Sebelumnya tadi Fanya sempat melihat sekilas cowok itu keluar dari mobil membawa payung dan membukai pintu orang tuanya itu. Fanya tak dapat melihat jelas wajah mereka karena cowok dan orang tua itu memakai masker. Sama halnya seperti Fanya dan Brama saat ini yang juga mengenakan masker karena rumah sakit ini mewajibkan pengunjungnya untuk mengenakan masker.

Hanya mengobrol sebentar. Brama kembali. Membuka pintu mobil Fanya dan segera memayungi putrinya itu. "Tadi siapa, Pa?" Tanya Fanya sembari berjalan menuju pintu rumah sakit bersama papanya.

"Pemilik perusahaan di kantor, Papa." Jawab Brama lalu diangguki Fanya.

Hari ini adalah hari control penyakit Fanya. Di karenakan Fanya adalah pasien pindahan dari Bandung, dokter meminta Fanya untuk ke laboratorium dulu agar dokter tahu detail penyakit Fanya.

Setelah menunggu beberapa saat akhirnya dokter datang membawa kertas hasi dari laboratorium dan memberikannya kepada Fanya. "Berkas control dari rumah sakit sebelumnya dibawa?" tanya dokter itu mulai duduk.

Fanya menatap Brama lalu beralih menatap dokter. "Enggak, dok." Jawab Fanya.

"Bukannya papa udah suruh bawa, ya, tadi?" tanya Brama pada Fanya.

"Lupa, Pa, hehe." Fanya cengengesan membuat Brama menghela napasnya panjang.

Dokter itu berpikir sebentar. "Gini aja. Tiga hari lagi kembali kesini. Saya lihat berkasnya baru saya bisa menjelaskan penyakit Fanya lebih membaik atau memburuk. Kalau tidak ada berkas sebelumnya saya tidak bisa menjelaskan." Ucap dokter itu.

Brama dan Fanya mengangguk. Beberapa menit setelahnya mereka keluar dari ruangan. "Papa, sih, nggak ngingetin." Ucap Fanya menyalahkan papanya.

"Tadi papa di rumah udah ingetin ke kamu buat nggak lupa bawa berkas itu." Ucap Brama kesal sembari mencubit hidung putrinya itu.

Fanya terkekeh. "Pokoknya papa yang salah." Lanjutnya.

"Iya, deh, iya, papa yang salah," Brama mengalah. "Coba liat kertas tadi. Papa mau lihat hasilnya." Pinta Brama menengadahkan tangannya.

Fanya berhenti. "Oh, iya, lupa, pa. Tinggal," Fanya tertawa. "Fanya balik ambil dulu. Papa deluan aja ke mobil." Fanya berlari untuk kembali ke ruangan tadi.

Brama menggeleng melihat tingkah anak tunggalnya itu.

"Makasih, dok." Fanya keluar dari ruangan. Setelah itu dia berlari kecil sambil menunduk dan memeluk beberapa kertas di tangannya.

Tepat di depan ambang pintu rumah sakit kertas yang Fanya peluk tadi berhamburan. Tanpa dia sadar dia menabrak seorang cowok yang sedang menelepon dan berbalik arah masuk ke dalam rumah sakit.

Bruk!!

Kertas-kertas itu berserakan di teras rumah sakit bersamaan dengan telepon genggam cowok itu.

Fanya melotot dan terkaget. Dia lebih dulu menyelamatkan ponsel cowok itu. Sedangkan cowok itu lebih dulu menyelamatkan berkas milik Fanya di teras rumah sakit yang cukup basah karena tadi hujan sangat lebat.

"Gue minta maaf banget. Hp lo retak." Ucap Fanya di dalam masker yang dia kenakan lalu berdiri.

"Masih nyala, kan?" tanya cowok itu yang juga mengenakan masker dan kacamata. Dia berdiri sambil menggenggam selembaran kertas milik Fanya.

Fanya mengecek ponsel cowok itu dan ternyata benar masih hidup. "Masih," Jawab Fanya cepat. "Gue ganti layarnya, ya?" Fanya menyipitkan matanya sebentar sampai dia sadar bahwa cowok ini adalah cowok yang ditemui papa Fanya tadi dengan orang tuanya.

Cowok itu tersenyum dibalik maskernya. "Nggak perlu. Paling cuma anti goresnya yang retak."

"Serius?" tanya Fanya memastikan. Cowok itu mengangguk. Tapi Fanya tetap memaksa karena Fanya sangat merasa bersalah karena kecerobohannya yang tak melihat jalan.

"Yaudah. Kalau gitu gue pergi dulu. Sekali lagi gue minta maaf." Ucap Fanya setelah beberapa kali membujuk cowok itu untuk memperbaiki kerusakan ponselnya namun cowok itu terus menolak. Fanya pergi dari sana dengan wajah yang merah karena sangat malu dengan kejadian tadi.

Cowok itu melihat kepergian Fanya sekilas lalu menatap ponselnya. Sambungan telepon tadi sudah mati. Dia menyimpan ponselnya di dalam saku. Saat ingin berbalik dia melihat satu kertas di ujung teras rumah sakit. Kertas itu sedikit terkena genangan air. Dengan cepat cowok itu mengambilnya. Yakin, itu adalah kertas cewek tadi. "Tinggal." Ujarnya.

Dia dengan cepat mengejar cewek itu. Namun sayang mobilnya sudah berjalan. Cowok itu menyipitkan matanya. Menghafal plat mobil itu. Siapa tahu dia akan melihat mobil itu lagi dan bisa memberi kertasnya kembali. "Tiga lima dua delapan XR." Ujarnya pelan lalu kembali berjalan masuk ke dalam rumah sakit membawa satu kertas milik Fanya tadi.

______

Haii

Ini adalah kali ketiga ganti prolog ahaha.
Cerita BUTA yang ditulis tahun 2020 dan sempe hiatus tahun 2021 karena semua naskah BUTA hilang dan semua naskah cerita cerita selanjutnya hilang. Hilang semangat + banyak kesibukan sekolah.

Sampai sekarang mulai bangkit di tahun 2023 yang aku harap cerita BUTA bisa tamat dan berkembang dan lanjut ke cerita selanjutnya.

Cerita pertama aku. Semoga kalian suka.
Jangan lupa Vote. Vote kalian ngebantu banget:)

Jangan lupa lanjut scroll ke part selanjutnya, yaa..

Sampai jumpa di next part.
Love you♡

Salam hangat,
Mutiara Sri Wulandari.

BUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang