BUTA 11. Lebam

301 19 0
                                    

_______

Seperti biasa, langkah Fanya santai memasuki gerbang sekolah. Jika boleh jujur, Fanya lelah setiap pagi dan pulang sekolah harus berjalan kaki seperti ini. Tapi harus bagaimana? Bahkan Stadium penyakitnya yang cukup tinggi itu adalah motivasi Fanya untuk lebih hidup sehat lagi.

Fanya pagi ini sangat tidak bersemangat entah kenapa. Namun, saat melihat seseorang yang dikenalnya berjalan tak jauh di depan sana, membuat senyumnya merekah, Fanya lebih bersemangat.

Fanya berlari kecil agar bisa jalan berdampingan dengan seseorang itu. "Hai." Sapa Fanya tersenyum.

Teman bicaranya menoleh lalu mengerutkan dahi. "Hai? Kesambet apa lo pagi buta gini nyapa gue pakai Hai segala. Geli, tau, nggak."

Fanya menepuk pelan jidat orang itu. "Vira cerewet. Kenapa, sih, gue bisa temenan sama lo," Ucap Fanya. "Gue, kan, cuma mau nyapa doang." Fanya manyun.

"Iye. Hai juga Fanya." Balas Vira dengan senyum terpaksa.

"Duh." Fanya berhenti melangkah.

"Kenapa?" tanya Vira heran.

"Kenapa, sih, sekolah ini harus kelas IPA deluan. Kenapa nggak IPS aja. Kan gue selalu di teror sama kelas Fano." Ucap Fanya memandang lurus pada koridor kelas Fano.

"Baru juga gitu. Gue dulu kelas sepuluh di lantai dua. Di lantai satu kakak kelas sebelas semua isinya. Habis gue sama meraka pas ngelewatin," Curhat Vira singkat. "Lanjut aja kalik. Lo, kan, udah sosweet-sosweetan sama Fano malam minggu kemarin. Lo ngerespon banget lagi. Uh, mampus, tuh, hati Fano."

Fanya diam. Masih memandang lurus pintu kelas Fano. Sepi, tidak seperti biasanya yang selalu di tongkrongi oleh Fano dan teman-temannya.

"Btw. Fano itu sosweet ya. Selalu nganterin lo ke kelas. Padahal kelasnya udah lewat. Dia harus balik lagi setelah nganterin lo." Vira masih terus berbicara di tempat. Dia mengikuti semua gaya Fanya. Menatap lurus ke depan koridor sembari menggantungkan jari-jarinya di tali tas.

"Ayok." Ucap Fanya jalan lebih dulu.

"Udah santai, ya, sekarang lewat kelasnya ayang beb!" teriak Vira. Setelah itu dia berlari mengejar Fanya.

"Gimana nggak santai, udah jelas-jelas dia nggak nongkrong di pintu, ya santai dong," Jelas Fanya. "Cepet, ah." Lanjutnya sembari menarik tangan Vira yang berjalan sangat pelan.

"Mati gue," Fanya berhenti melangkah, tubuhnya berbalik. "Dia di depan." Ucap Fanya menggenggam kuat tangan Vira.

Vira beralih menatap kedepan. Fano yang cukup jauh di depan sana sedang fokus bermain ponsel sembari melangkah menuju kelasnya. "Kalau ada dia di depan emang kenapa?" tanya Vira polos.

"Balik." Jawab Fanya singkat.

Vira menarik tangan Fanya untuk lanjut berjalan. "Ngapain balik, nanti keliatan kalau lo ngehindar dari dia. Ntar di kejar lagi lo. Mau?" ujar Vira berjalan pelan.

"Nggak mau." Balas Fanya menggeleng. Dia mengikuti langkah Vira yang pelan sembari menggenggam tangan temannya itu.

Fanya meneguk saliva, dia terus menatap Fano yang semakin dekat. Berharap agar Fano tetap fokus pada ponsel tanpa mendongak sedikitpun.

BUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang