BUTA 9. Rindu

249 19 7
                                    

PART SEDANG DIREVISI!!!

JIKA ADA KALIMAT YANG TIDAK NYAMBUNG ATAU ANEH. DIMOHON UNTUK MEREFRESH ATAU LEBIH BAIK KELUARIN DARI LIBRARY DAN DIMASUKIN LAGI.

__________

"Halo Vir, di mana?"

"Di kelas."

"Hah? Tumben lo cepet dateng."

"Enggak, kok. Sama kaya biasanya, lo kalik yang dikit telat."

"Gue udah dari tadi nungguin lo di koridor, ternyata lo udah sampai. Jemput gue, dong."

"Kenapa harus dijemput?"

"Gue bakal lewat kelas Fano. Dia sama temen-temennya lagi nongkrong di pintu kelas. Kalau gue lewat sendiri, mati gue."

"Haha, lewat aja kalik. Gue mager, pake banget."

"Vir ayo, lah, mules nih gue jadinya."

"Nunduk aja. Rambut lo kan lumayan panjang tuh, lepasin aja, tutup wajah lo. Selamat menjalani tantangan. Bye Fanya."

TUT

"Vira? Halo. Ihh 'kok dimatiin."

Fanya meneguk ludah, dia memandang lurus tepat di koridor kelas Fano. Terlihat di  sana tiga teman Fano sedang mengobrol riang. Sedangkan Fano, dia berdiri sambil menyandar punggung pada konsen pintu. Fano fokus memainkan ponsel dengan kaki yang dia silangkan. Tubuhnya tampak terbungkus dengan jaket yang berwarna hitam.

Fanya mulai melepas ikatan rambutnya dan menjadikannya gelang tangan. Fanya mengambil napas kuat-kuat, tangannya tertungkai pada tali tas. Dia mulai melangkah dengan kepala yang menunduk dan rambut yang dia sengaja tutup di pipi bagian kanannya.

Sudah beberapa langkah Fanya berjalan, matanya bergerak ke kanan melirik lantai, sontak membuat mata Fanya terpejam saat dilihatnya sepatu tiga orang cowo, yang pasti teman-teman Fano. Fanya menggeleng dan lanjut berjalan.

"Fanya!"

"Duh," Fanya bergumam. Langkahnya terhenti. Fanya sudah sangat hafal dengan suara itu. Siapa lagi kalau bukan Fano?

Fanya mendengar suara deru kaki yang sangat cepat seperti orang yang berlari kearahnya. Dengan cepat Fanya lanjut berjalan, tak menggubris panggilan dari Fano tadi.

Langkah Fanya terhenti lagi saat dia merasakan tangan yang terulur di pinggangnya. Fanya mendongak, ternyata dia belum jauh dari kelas Fano. Setelah itu Fanya melihat kebawah, terlihat sepasang tangan sedang sibuk mengikat lengan jaket hitam di pinggangnya. Mata Fanya membulat, dengan cepat dia menoleh kebelakang, lagi-lagi Fano.

"Apa, sih, lo. Lepasin nggak!" berontak Fanya mengasak tangan Fano dari pinggangnya.

"Diem." Balas Fano singkat.

"WOII PEPET TERUS. KURANG NEMPEL, TUH!" Teriak Rival di ambang pintu kelas.

Fanya kembali melihat sepasang tangan yang masih sibuk mengikat lengan jaket tadi. "Lepasin! Lo nggak sopan banget, tau nggak!" Fanya menginjak kaki Fano dan berbalik menatap cowok itu dengan tatapan tajam. Tangan Fanya bergerak melepas jaket tadi dari pinggangnya dan melemparkannya pada wajah Fano. "Otak lo nggak ada!" ucap Fanya berbalik dan lanjut melangkah.

BUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang