BUTA 7. Sweet Dream

340 21 1
                                    

PART SEDANG DIREVISI!!!

JIKA ADA KALIMAT YANG TIDAK NYAMBUNG ATAU ANEH. DIMOHON UNTUK MEREFRESH ATAU LEBIH BAIK KELUARIN DARI LIBRARY DAN DIMASUKIN LAGI.

***

Fanya terus merutuki dirinya. Hari ini adalah hari terburuk menurutnya. Dijahili beberapa kali dengan Fano, dia pikir Fanya cewek apaan? Setelah itu masuk ruang BK, belum seminggu Fanya bersekolah di Alhaksel namanya sudah masuk buku hitam saja. Dan setelah itu lagi, saat Fanya sampai di kelas, Fanya habis dicerepeti oleh Bu Dean. Bodohnya Fanya tak mengantar botol itu dulu sebelum menjalani hukumannya. Jika terlebih dulu Fanya izin karena suruhan Bu Mia sang Guru BK, pasti Fanya tak akan dibuat malu tadi di kelas.

Vira juga mengatakan Bu Dean batuk-batuk saat menjelaskan karena minumnya tak kunjung datang.

Fanya terus menunduk di trotoar, kakinya terus menendang bebatuan yang muncul di hadapannya. Hari ini dia memutuskan untuk berjalan kaki sepulang sekolah. Setelah control kemarin, Fanya banyak mendapat dukungan dan motivasi membuat Fanya ingin lebih sering berjalan kaki dalam kesehariannya.

"Terimakasih kakak. Semoga rezekinya di mudahkan!"

Fanya mendongak dan mengarahkan padangannya ke samping. Di seberang sana Fanya melihat cowok memakai baju putih abu-abu sedang membagi makanan kepada anak-anak yang berjualan tisu dan minuman. Dia juga membagikan minuman kepada pejalan kaki dan kendaraan roda dua.

Fanya mengernyit, dari samping, wajah cowok itu tak asing di mataya. Cowok itu juga mengenakan Jas Almamater yang sama dikenakan Fanya. "Fano?!" Fanya membekap mulutnya lalu menggeleng. "Itu beneran Fano? Ih, nggak mungkinlah. Masa baik banget." Fanya terus memperhatikan ke seberang jalan. Tidak salah lagi, cowok itu benar-benar Fano. Cowok itu mulai berjongkok mensejajarkan tingginya dengan gadis kecil dihadapannya. Kini dia menyodorkan dua kotak nasi dan menepuk pelan kepala gadis kecil itu.

Fanya tersenyum tipis lalu, menggeleng sadar.

"Nggak adil! Sama orang baik, sama gue enggak." Ucap Fanya manyun. Setelah perkataan itu keluar dari mulut Fanya, kakinya lanjut melangkah pergi dari sana.

Baru beberapa langkah Fanya berjalan, dia sudah merasa kelelahan. Fanya berjongkok di trotoar. Dia menunduk dan mengusap keringat di pelipisnya.

Fanya tersentak kaget saat merasa pelipisnya tersentuh sebuah benda dingin. Fanya meraba pelipisnya dan menggenggam benda yang didapatnya. Fanya mendongak dan beralih menatap ke samping. Fano, sedang tersenyum sambil menggenggam botol yang sama digenggam oleh Fanya. Tatapan mereka bertemu sesaat sebelum Fanya tersadar dan melepas botol yang dia genggam sembari bergeser kesamping untuk membuat jarak antara dia dan Fano. Karena saat ini jarak mereka sangat dekat, bahkan sampai lengan mereka saling bersentuhan.

"Mau minum?" tanya Fano menjulurkan sebotol air mineral.

Fanya menggeleng. "Enggak. Gue ada, kok," Jawab Fanya. Dia mengambil tas dan menggapai botol minumnya. Fanya mengangkat botol minumnya yang sama sekali tak berisi. Dia kini memandang Fano yang sedang terkekeh. "Botol gue nggak ini doang. Gue selalu bawa botol lebih." Ucap Fanya mengambil botol satunya. Namun, sama saja, tak berisi setetes pun. Fanya terdiam, pipinya merah padam menahan malu.

"Yakin, nih, mau nolak." Ucap Fano membuka botol air mineral dan meneguknya hingga setengah.

Melihat itu membuat Fanya meneguk ludah. Jujur, tenggorokannya sudah sangat kering karena perjalanannya yang cukup jauh. "Tapi gue nggak mau yang dingin. Nanti jantung gue kaget soalnya gue habis jalan." Ucap Fanya menahan malu.

BUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang