BUTA 19. Penyakit Fanya

331 13 2
                                    

_____

Senin pagi ini Fano mengajak teman-temanya untuk nongkrong di depan gerbang lagi. Dia ingin melihat apakah Fanya pergi bersama Vero atau tidak. Jika benar ... yaudah nggak apa-apa. Cuma sepupuan juga.

Mata Fano berbinar sekaligus memperlihatkan senyuman yang merekah saat dilihatnya motor Vero memasuki gerbang sekolah. Di jok belakang ada cewek yang merangkul erat cowok itu. Rambutnya sebahu. Ah, bukan Fanya, melainkan pacar Vero sendiri, Vira.

Fano mendengus kecewa. Dia kembali melirik jalanan kompleks di depan. Matanya berbinar lagi saat dilihatnya Fanya berjalan mendekat. Gadis itu menunduk, sekali mendongak, Fano bisa melihat wajah Fanya sangat pucat. Fanya kembali menunduk, seperti orang yang sedang menahan mules.

"Cewek..." Sapa Fano saat Fanya melewatinya. Fanya mendongak. "Cantik..." Sambungnya lagi. "Cewek cantik."

Pipi Fanya menggembung. "Jangan bilang lo mau tengil lagi." Ujar Fanya menunjuk wajah Fano.

"Menurut lo?"

"Ck!" Fanya membuka tas ranselnya lalu mengeluarkan jaket berwarna hitam. "Ini jaket lo. Makasih." Ucap Fanya sembari berusaha menahan raut wajah agar terlihat segar. Karena saat ini dada Fanya terasa sangat nyeri. Ditambah kepala yang sangat pusing.

Obat Fanya habis dan lupa memberitahu Papa. Akhirnya malam tadi dan pagi ini Fanya sama sekali tak mengonsumsi obat.

Fanya sangat ketergantungan dengan obat.

"Yah, kok dikembaliin." Ucap Fano dengan raut kecewa sekaligus lesu. Dia sama sekali tak berharap Fanya mengembalikan jaketnya.

"Kan punya lo."

"Berarti gue harus kembaliin sapu tangan lo juga, dong." Fano mengeluarkan sapu tangan berwarna kuning pink dari dalam saku. Menatap sapu tangan itu sendu.

"Kalau nggak dikembaliin juga nggak pa-pa. Ambil aja." Ujar Fanya yang membuat Fano tersenyum bahagia.

"Makasih Fanyaaa."

"Iya. Gue ke kelas dulu." Fanya menjulurkan jaket Fano kembali dan langsung diterima Fano. Dia lanjut berjalan meninggalkan Fano di belakang yang terus memperhatikannya.

Fano menyipit saat dilihatnya Fanya berhenti di tempat. Gadis itu menunduk.

"Kenapa nggak lari ke toilet aja kalau kebelet." Gumam Fano yang masih berpikir bahwa Fanya seperti itu karena mules.

Fano semakin heran. Pundak Fanya naik turun, napasnya tak stabil dan ngos-ngosan seperti habis berlari jauh. Fano terus memperhatikan dari kejauhan. Hinga gadis itu...

Ambruk. Fanya jatuh di tempat.

"Astagfirullah, Fanya!"

***

"Fanya!" pintu UKS itu terbuka menampilkan Vero di sana. Pandangan Vero langsung tertuju pada Fano yang sedang duduk di lantai. Berjarak dengan ranjang UKS.

"Gimana? Udah bangun?" tanya Vero melangkah masuk.

"Belum." Jawab Fano sambil berdiri. Dia mengernyit menatap obat-obatan di tangan Vero. "Nggak berani untuk mencoba bangunin. Ntar nyentuh-nyentuh anak gadis orang berujung ... Itu, deh." Ucapnya menyengir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang