🌷🌷🌷"Saya terima nikah dan kawinnya Ismara Pamungkasih Binti Jatmika dengan mas kawinnya yang tersebut tunai." Suara Dito mengucapkan ijab qabul menggema di ruangan pendopo rumah Ibunya.
"Bagaimana para saksi?" tanya Penghulu yang menikahkan mereka.
"Sah!" Sahutan terdengar dari dua saksi yang ditunjuk dalam pernikahan sakral Dito dan Isma. Lantunan do'a mengalun atas suksesnya ijab qabul kali ini.
Tibalah yang di nanti yaitu pertemuan kedua pengantin yang baru saja di syahkan secara agama dan negara. Ada debaran asing yang di rasakan Dito saat menyambut kekasih halalnya kini. Dia belum menyadari rasa apa itu? Tapi ada perasaan senang seakan-akan baru saja memenangkan sebuah hadiah besar. Hatinya serasa penuh bunga-bunga, jiwanya seakan melayang dan tak sabar menunggu hadiah utama.
Dari dalam rumah belakang, Isma keluar dari kamarnya. Gadis itu terlihat sangat anggun. Memakai bawahan batik, berkebaya putih gading bermahkota jilbab putih, dan bertiara untaian bunga melati, Isma menjelma bak bidadari. Semua orang yang datang memandang iri, banyak pula yang melihat dengan tatapan penuh minat, karena gadis itu dijuluki kembang desa walaupun baru empat bulan tinggal di sana.
Di bantu Ibu yang telah resmi menjadi mertuanya, Isma mendekati mempelai pria. Pandangan Dito penuh takjub. Rasa-rasanya tidak percaya, gadis yang mendekatinya adalah Isma, namun secepat kilat ia bersikap biasa. Isma bukan gadis idamannya.
Isma di sandingkan di sebelah Dito. Kembali, kewarasan Dito agar tak mengagumi makhluk di sampingnya diuji, saat Penghulu menyuruhnya menyematkan cincin di jari manis Istrinya. Ragu, Isma menjulurkan tangan kanan. Berhasil! Cincin itu tersemat indah di jemari manis tangan kanan Isma.
Sentuhan pertama. Ada gelayar aneh yang dirasakan keduanya apalagi saat Penghulu menyuruh mencium punggung tangan serta mempelai pria mengecup kening mempelai wanita. Perasaan damai, haru, dan nyaman sangat terasa dirasakan kedua pengantin baru. Perasaan membuncah dirasakan Isma apalagi sekarang statusnya bukan gadis lagi, lebih tepatnya ia telah bersuami.
Setelah adegan romantis keduanya yang berlangsung apik penuh sandiwara, tibalah acara penandatanganan dokumen pernikahan dan pengucapan sighat taklik Dito atas Isma, yaitu suatu perjanjian jatuhnya talak dari pihak suami kepada istri dengan kondisi tertentu.
Acara di lanjutkan dengan sungkeman. Dengan posisi bersimpuh keduanya menunduk, bergantian salim, meminta restu kepada Ibunda Dito. Keharuan tumpah ruah seketika saat Isma tak lagi mampu membendung luapan air mata. Bulir bening itu mengalir di pipi saat kilatan kejadian meninggalnya kedua orangtua berkelebat di depan mata. Ini hari bahagianya tapi dia sendirian, tidak ada sanak saudara dan keluarga. Dia hanya inginkan restu agar pernikahannya langgeng sampai maut memisahkan seperti kehidupan bahagia kedua orangtuanya.
"Jangan nangis terus nanti make-up-nya luntur, lho!" ucap sang Mertua mencoba menghibur. Isma yang masih terisak pun dibuat tertawa oleh ucapan mertuanya. Dia tahu maksud Ibu Hanna. Tak akan ada riasan yang luntur karena nyatanya ia hanya memakai make-up seadanya. Isma sudah cantik walau tanpa riasan, karena kecantikan hati menyelaraskan dengan kecantikan alaminya.
Dito pun ikut hanyut dalam drama manis Ibu dan gadis yang sudah halal untuknya itu. Dia pun seperti ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Isma. Hal bahagia yang seharusnya dirasakan seluruh anggota keluarga hanya diri sendiri yang merayakannya. Bahagia tapi hanya sendiri.
"Sini Mas bantu bersihin," ucap Dito yang mengambil tisu dari depan meja Penghulu. Pria itu dengan telaten membersihkan lelehan air mata istrinya. Senyum tersungging dari Ibu Hanna tapi berbeda dengan respon Isma. Dia seakan tidak percaya dengan tindakan laki-kaki yang mulai kini harus ia hormati itu. Semua perhatian Dito membuat Isma tertegun, semburat warna merah mulai muncul di pipi si gadis saat Dito bersikap sangat romantis tapi Isma secepatnya tersadar dan segera menunduk. Malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pebinor Bucin.(Sudah Tamat di Kbm-app)
RomanceNamaku Radito purnama. Aku bukan pengusaha apalagi casanova. Aku seorang Arsitek yang sudah hidup berkecukupan. Usiaku 27 tahun. Usia yang cukup matang untuk berkeluarga namun aku masih bahagia sendiri. Cita-citaku bukan menjadi Arsitek, tapi karena...