🌷🌷🌷Capek kerja, tetapi saat pulang tidak mendapati orang yang menyambut kita, bagaimana rasanya? Pasti jengkel. Begitu pula yang dirasakan Dito saat tiba di rumah dan tidak mendapati Isma di sana. Di kasih hati tetapi minta jantung. Itulah omelan hati Dito saat mendapati pintu terkunci dan harus kembali mengoceh tak jelas saat masuk rumah dan tidak mendapati istrinya.
"Ngelayap kemana sih?" gerutunya sambil meletakkan tas kerjanya asal-asalan.
Dia tidak sadar sebelum menikah hal ini yang dia rasakan saat capek pulang bekerja lalu sekarang kenapa dia seakan tergantung kepada Isma?
"Ck. Menyebalkan!" Radito masih mengomel dan kembali ke depan rumah, hendak menyidak sang istri di sana.
"Assalamualaikum," salam Isma saat masuk ke dalam halaman dan mendapati Dito berkacak pinggang di depan pintu.
"Waalaikumsalam," ketus Dito sambil mengangsurkan salim kepada Isma.
"Dari mana? Sekarang sudah berani ngela ...." ucapan Dito terjeda saat melihat siapa yang muncul dari balik pintu pagar setelah Isma. Jantungnya bertalu-talu. Entah senang atau kaget melihat Isna sudah berjalan masuk mengikuti Istrinya.
"Sore Mas Dito," sapa Isna ramah. Walaupun masih dongkol dengan selingkuhannya itu, sebisa mungkin ia bersikap biasa. Tidak mungkin 'kan melabrak kekasih gelapnya di depan istri sahnya. Dia tidak mau dicap pelakor.
"Sore juga, S-mbak Isna. Apa kabar?" ucap Dito biasa, Basa basi.
"Baik, Mas. Maaf tadi minjam istrinya, saya ajak nemenin ke supermarket depan."
"Nggak apa-apa, Mbak. Lain kali ajak lagi saja, sekalian biar Isma kenal daerah sini. Iya 'kan, Sayang!" jawaban Dito membuat Isma tersenyum kikuk dan segera menunduk, tetapi jangan tanyakan raut wajah Isna yang berubah mendadak tidak suka mendengar sapaan Dito untuk istrinya.
'Lihat saja nanti, Sayang! Tunggu pembalasanku,' batin Isma sambil memandang Dito marah. Tangannya menggenggam erat dompet kecilnya, sedangkan Dito tersenyum mengejek dan terlihat puas dengan raut cemburu di wajah selingkuhannya itu.
"Iya, Mas. Nanti kalau mau jalan-jalan saya ajak lagi." jawab Isna menormalkan raut wajahnya.
"Sudah sore, aku permisi ya, Is!" Pamit Isna.
"Lho, Mbak Nur, nggak mampir dulu?"
"Tidak usah. Sebentar lagi Mas Sandy pulang, nanti dia marah lagi kalau tahu dia sudah pulang, aku tidak ada di rumah," jawaban Isna mampu membuat Dito merasa marah. Mendengar nama Sandy disebut cukup membuatnya geram, jiwa irinya berkobar. Dia menggenggam tangannya erat, rahangnya mengetat, dan melampiaskan kekesalannya di sana. Ah! Ternyata jiwanya sudah terlanjur sakit.
"Aku pulang, Ya. Assalamualaikum." Isna berlalu dan menghampiri motor matic-nya yang terparkir di depan pintu pagar rumah Dito.
"Waalaikumsalam," jawab Isma dan masuk ke dalam rumah sedangkan Dito masih mematung dan terus memandang motor Isna sampai tidak terlihat lagi.
Isma hendak menutup pintu tetapi melihat suaminya masih asyik memandang jalanan maka ia urungkan niatnya."Mas tidak masuk?" pertanyaan Isma mampu membawa Dito pada kenyataan.
"Nanti aku nyusul. Kamu duluan saja. Aku masih mau di sini. Ninis(mencari angin)," jawaban Dito langsung duduk di kursi santai di beranda rumah.
"Segera masuk, Mas. Sudah mau maghrib." Isma masuk ke dalam rumah meninggalkan Dito sendiri yang sedang terlihat merenung.
🌷🌷🌷
"Kamu terlihat sudah sangat akrab dengan Mbak Isna! Kenal dimana?" tanya Dito sambil menarik kursi dan bersiap makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pebinor Bucin.(Sudah Tamat di Kbm-app)
RomanceNamaku Radito purnama. Aku bukan pengusaha apalagi casanova. Aku seorang Arsitek yang sudah hidup berkecukupan. Usiaku 27 tahun. Usia yang cukup matang untuk berkeluarga namun aku masih bahagia sendiri. Cita-citaku bukan menjadi Arsitek, tapi karena...