Aru : woi
Aru : Can..
Aru : nyet!
Aru : kebo
Aru : babi
Aru : anjing
Candra : panggil aja gue kebun binatang Ru:)
Aru : LO SEKARANG DIMANA?
Candra : busett baru ditinggal sebentar udah kangen aja ya lu?
Aru : bukan itu bodoh, maksud lo tadi apaan? feeling gue gaenak
Candra : innalillahii selamat meninggal ya, semoga elo tenang:))
Aru : MULUT LO ANJING! KALO GUE MATI BENERAN YANG NANGIS SAPE??
Candra : BUKAN GUE LAH
Aru : oke:)
Candra : GAUSAH NGANCEM GUE YA SAT!
Tanpa basa-basi aku menyentuh tanda dial, lalu selang sebentar kami sudah tersambung dalam jaringan telfon.
"Maksud lo tadi apa Can?"
Ia menghela nafas di seberang sana "Gini nih, kalo otaknya kelamaan dimarinasi. Gue mau bawa kasus lo ke jalur hukum, udah ga peduli gue sama alesan lo yang gak masuk akal itu."
"Can! Ini masalah gue, berapa kali gue bilang gue gapapa. Gue gaada niatan sampai sana"
Memang benar, beberapa kali Candra menyuruhku untuk membawa masalah ini ke jalur hukum, namun aku selalu menolak. Mereka mungkin memang benar-benar keterlaluan padaku, tapi kalau bukan karena mereka aku juga tidak akan ada disini toh?
Maaf Can, disini aku yang pengecut. Aku yang belum siap.
"Lo bener-bener keras kepala banget ya?"
Aku refleks merunduk, "Maaf..."
"Gue mohon Ru, kali ini aja."
"Enggak Can, gue gak bisa."
Kudengar ia menghela napas panjang, "Okay fine, gue kalah."
"Lo dimana sekarang?"
Suara di seberang sana terkekeh, "Kepo banget sih? Kenapa kangen ya? Gue ada urusan bentar, lo disana aja dulu nanti gue jemput oke?"
"Urusan ap--"
Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Candra sudah menutup sambungan. Dasar. Tapi aku jadi penasaran urusan apa yang ia maksud tadi.
Aku membanting ponselku lumayan keras ke kasur, bertepatan dengan seseorang yang membuka pintu kamar "Kenapa? Ada masalah?" Ia sedikit terkejut lalu berjalan mendekat kearahku.
Kepalaku menggeleng, indra pengelihatanku menangkap Felix yang membawa kotak P3K di tangannya. "Untuk apa?" Tanyaku.
"Kakimu. Kata Candra tadi kamu terluka." Aku terdiam lalu merunduk memandangi kedua kakiku yang sedang terbalut perban. Ia menyuruhku duduk sedangkan dirinya berlutut di depan. Pemuda ini melepas perbanku dan menggantikannya dengan yang baru "Lukanya sedalam ini tapi tidak kamu bawa kedokter?" aku tersenyum canggung "Mungkin nanti."
Felix ini memang benar-benar pemuda yang pengertian, ia bahkan tidak bertanya-tanya bagaimana aku mendapatkan semua luka-luka yang bisa dibilang cukup parah ini. Dia hanya fokus mengobati kakiku tanpa berbicara apapun. "Ada lagi bagian yang luka?"
Aku menggeleng "Gue obatin sendiri aja gapapa" tapi Felix tetap kekeuh ingin mengobati lukaku yang lainnya. But, kalian tahu lukaku berada dibagian punggung:)
"No, thanks Felix. It's enough." akhirnya ia mengalah dan kembali tersenyum. "Aku kebawah dulu ya? Kamu istirahat aja disini."
"Ah, iya." aku menoleh "Kamu Arunika yang dulu pernah menjadi secret admirerku kan?" Aku terkejut. Felix tahu?
Bahkan aku tidak pernah membahas hal ini lagi karena sudah cukup lama. Tapi darimana ia tahu? Ah, aku lupa seberapa luwesnya mulut seorang Candramawa.
"Kenapa yang hal kaya gitu yang lo ingat sih Lix, gue jadi malu anjim. Forget it please~" pintaku. Yah aku malu ketika diingatkan masa-masa aku sedang menyukai laki-laki yang mempunyai suara berat ini.
Dia mengangguk sambil tersenyum dan menutup pintu, aku bisa mendengar suara tawanya yang renyah dari dalam sini.
Ingatkan aku untuk tidak lagi bercerita kepada si mulut ember itu.
.....
Hari sudah menjelang malam, dan disinilah aku. Duduk bersama beberapa perempuan yang--eum baru kukenal? Sebenarnya aku hanya mengetahui nama perempuan yang paling banyak bercerita tadi sih. Kanara namanya. Ia baik dan juga ramah. Tapi ketika ia memulai pembicaran denganku rasanya suasana masih terasa canggung.
Sementara dua perempuan lainnya--yang kuketahui adalah pacar Segara dan Aksa--nampaknya sangat menikmati obrolan. Seandainya aku bisa lebih terbuka lagi pada orang baru,,,
"YO WASSUP MAN! GUE DATENG"
Bisa kalian tebak itu siapa? Iya itu Candra, ia membuka pintu dengan tidak santainya lalu menaruh sebuah berkas--yang aku tidak tahu apa--di depan Haidar. Kemudian suasana berubah menjadi keruh.
Kanara, yang tadi berada di sampingku berjalan mendekat ke arah Candra. Mereka sepertinya membicarakan masalah serius, dan aku menjadi satu-satunya orang yang tidak mengerti kemana arah pembicaraan ini.
Keadaan menjadi semakin tegang saat Haidar membanting berkas tadi dan pergi begitu saja. Sedangkan Candra terlibat adu argumen dengan Kanara. Keheningan semua orang di ruangan ini dan perdebatan mereka membuat perasaanku tercampur aduk.
"Nggak, gue harus anter Aru pulang" Candra menunjukku dengan dagunya sehingga membuat Kanara ikutan menatapku. "Kenapa lo terus lari sih Can?!" suara perempuan itu meninggi.
Aku terlonjak, "Nanti Na. Gue anter Aru pulang dulu."
Kepalaku merunduk, bagus sekali Arunika menjadi benalu lagi. Kedua mataku sedari tadi hanya menatap keributan itu dengan pandangan kosong. Aku menjadi satu-satunya orang yang tidak mengerti arah pembahasan ini.
Darren menatap Candra lalu mengatakan dengan nada tenang "Jangan jadi pengecut lo Can" Candra menoleh, ia tidak terima "Gue pengecut dari mananya? Gue mau nganter Aru pulang. Titik."
Aku kembali terlonjak saat Harris tiba-tiba bangkit ingin menojok wajah Candra, namun untungnya tertahan oleh Felix. Ia menatap Candra sambil mendesis "Mana gue tenang saat Na dilukain kayak gitu?"
Dengan cepat Candra menyambar tanganku lalu menyeretku keluar dari arena perseteruan. Aku jadi merasa bersalah. Sepertinya Darren benar, Candra memang mencoba lari dari masalah. Tapi masalah apa? Ia tak pernah sekalipun memberitahuku kalau ia sedang terlibat dalam masalah.
"Gausah tanya-tanya tadi ada apa, please gue capek"
Aku langsung menutup mulut saat sudah ingin mengajukan pertanyaan pada lelaki ini. Ia tak berbohong, dirinya memang terlihat sangat lelah. Aku menarik niatku yang semula ingin mencercanya dengan berbagai pertanyaan.
Candra menyuruhku untuk segera menaiki mobil. Kurasa dia memang benar-benar lelah hari ini. Saat ini kusimpan saja pertanyaan yang akan kulontarkan tadi, mungkin aku bisa menanyakan pada Candra lain kali.
....
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaskara
Подростковая литератураEksistensi Bagaskara adalah milik Arunika. Namun, dalam tugasnya Bagaskara tidak hanya berporos kepada Arunika. Apa yang akan terjadi pada semesta jika Arunika memilih egois untuk dirinya sendiri? Cover by : ekuivalent