01. The Sun

223 25 1
                                    

'


Cookin' like a chef, i'm a five star--'



Tanganku meraba pinggiran kasur. Mencari benda pipih kotak yang sedari tadi berbunyi. Ah, ketemu! Segera kupencet tombol dial untuk mengangkat panggilan yang masuk. Siapa sih telfon pagi-pagi begi--

"HEH NYET GUA DAH DIDEPAN!! BUKAIN PINTU NAPA?!"



--ni?



Suara ini..

Sepertinya aku kenal...

Kakiku bergegas melangkah menuju balkon kamar dan menyingkap tirai.

Pandanganku yang masih buram menuju kearah seorang laki-laki yang berdiri didepan teras dengan mengenakan seragam urakan. Seperti ingin tawuran, dengan tas yang hanya disampirkan ke pundak dan kutebak tidak ada isinya kecuali sebuah kaos.

Rambutnya yang gondrong, baju yang tidak dimasukkan,tidak memakai dasi dan juga sabuk. Ckckck persis seperti dilan--ah ralat, terlalu bagus. Sebaiknya jangan berikan pujian padanya, nanti dia malah kesenangan.


Ujung bibirku tertarik ke atas, membentuk sebuah lengkungan tipis. Dengan tanganku masih mengenggam handphone yang masih tersambung dalam panggilan. Kedua mataku masih setia memandangi sosok dirinya.


Hingga suaranya kembali menyadarkanku.



"EH MALAH BENGONG---ANJIMM LO BELUM MANDI YA?!"

"EH?! Jam berapa sekarang Can?"

"JAM 06.15 NJING!! LO KEMANA AJ--"


Tuttt


Tanpa basa-basi aku berjalan kearah lemari, dan mengambil seragam menuju kamar mandi. Aku berencana akan mencuci muka saja. Karena jika aku mandi, laki-laki didepan tadi akan mengomel sepanjang jalan dan menyalahkanku jika kita berdua terlambat. 

Jangan hujat aku yang tidak mandi, salahkan saja alarm ku yang tak berbunyi pagi tadi.


Ini semua gara-gara alarm sialan!!



Ah, jangan lupakan juga hari ini hari Senin.




"Bagus lo ye, kagak mandi?"

Aku merotasikan bola mata, malas. "Dahlah Can jangan bacot ya. Gue kagak bau kok tenang" Ia berbalik. "Buruan naek! Kita ngebut gue males ketemu Pak Kumis lagi"

"HEH ANJING LU KALO MAU CARI MATI JANGAN AJAK GUE SAT!"Tanganku melayang mengenai pundaknya. Namun sepertinya ia tidak menghiraukanku.

Ia tersenyum, smirk."GAS AJALAH NYET!"


"KITA MAU KE SEKOLAH CAN BUKAN KE RAHMATULLAH!!"

"DAH JANGAN BACOT ANJING, BENTAR LAGI SAMPE" Ia kembali menancapkan gas, kali ini aku merasa seperti melayang.

BagaskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang