12. Hug

71 15 1
                                    

Candra tidak ada di seluruh penjuru sekolah hari ini. Ia juga tidak menjawab pesan-pesanku sedari tadi pagi, aku khawatir terjadi sesuatu padanya. Mengingat semalam ia tampak sangat kalut.

Ketika bel sekolah berbunyi aku tidak langsung pulang, kedua kakiku melangkah dan berhenti di halte depan. Aku merogoh saku seragamku lalu mengeluarkan sebuah benda elektronik dari sana.

Aru : Lo dimana? Lo gapapa kan?

Candra : Gue di rumah sakit, lo tadi berangkat di jemput Darren kan? Maaf handphone gue lowbat tadi.

Aru : Gue samperin ya? Share location alamatnya Can.



Setelah ia mengirimkan alamatnya padaku, aku langsung memesan sebuah ojek online untuk menuju ke rumah sakit tempat Bang Teo di rawat. Tidak sampai memakan waktu  setengah jam aku telah berada di depan rumah sakit.

Mataku menelusuri koridor yang telah Candra baru saja ia beritahukan kepadaku. Ah, ketemu! Tanganku mendorong pintunya pelan, "Misi mas~ Masnya order gopud tadi?"

"Ahahaha masuk-masuk."

Ia tertawa, namun berbanding terbalik dengan kondisinya saat ini. Ia kacau. Benar-benar bukan seperti Candra yang kulihat biasanya. Aku bergegas menghampirinya yang terduduk lesu di sofa pengunjung. " Lo engga tidur Can?! Astagaa, lo udah makan belum???"

Candra terlihat seperti mayat berjalan di sudut matanya terdapat bekas air mata yang telah mengering, di bawah matanya  juga terdapat kantung mata yang menghitam. Rambutnya acak-acakan, dia bahkan masih mengenakan pakaian yang ia pakai kemarin malam. Dapat kupastikan dia belum mandi.

"Udah? Kayaknya..." ia menjawab dengan ragu. 

Aku mendekat ke arahnya lalu segera merengkuh tubuh tegap itu dengan erat. Ia terkejut, aku bisa merasakannya karena ia sedikit memundurkan posisinya ke belakang. Tanganku menepuk-nepuk pundaknya pelan.

"Jangan peluk-peluk, gue belum mandi." aku mengetuk kepalanya pelan, lalu mendecak "Diem dulu, jangan pura-pura kuat mulu ish. Lo bisa nangis kalo lo mau."

"Gue engga papa."

"SEKALI LAGI BILANG GAPAPA GUE TABOK LU YA?!"

Candra menggeleng, namun ia membalas rengkuhanku dengan tak kalah erat. Pundaknya sedikit bergetar "Gue gapapa, yang kenapa napa Bang Teo."

"Iya gue tau, tapi liat juga keadaan lo. Jangan sok kuat please~ Gue juga biasanya kayak gini ke elo, it's okay to be not okay." ucapku tulus sambil mengelus punggungnya pelan.

Ia melepaskan rangkulannya lalu tersenyum penuh arti ke arahku "Makasih." Tanpa sadar kedua bibirku tertarik keatas dan membentuk sebuah lengkungan. Aku mengangguk, ia menarik tanganku keluar dari ruangan Bang Teo "Mau kemana?"

"Kantin, lo pasti belum makan."

Aku terkikik, ia selalu benar. Aku jarang sarapan di rumah, dan aku juga tidak pernah ke kantin sekolah sendirian tanpa Candra. Bisa dibilang memang aku tidak pernah makan teratur kalau bukan karena Candra.

Ketika kami sedang mencari tempat duduk, aku melihat Harris, Haidar dan Kanara sedang makan di salah satu meja kantin rumah sakit. Haidar melambai ke arahku dan Candra sedangkan Harris tampak mengalihkan pandangannya. "Aru! Sini-sini duduk bareng kita" ia menggeser posisinya agar aku dan Candra dapat bergabung.

Aku mengulas senyum kepada mereka bertiga, "Si malika buang aja dulu ya, sepet mata gue." kata Harris padaku yang membuat Candra mendegus kesal "Ngapain di rumah sakit lo?" lanjutnya.

BagaskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang