"Bodoh banget sih?! Ini nih akibatnya kalo lo suka kebut-kebutan di jalan. Kena karma kan lo? Kalo kayak gini mampus kan lo?"
"BUKAN SALAH GUE POKOKNYA! SIAPA SURUH PELAN BANGET NYETIRNYA MACEM SIPUT TAPI JALANNYA DITENGAH. KAN TABRAKAN JADINYA!"
Aku mendorong kepala Candra, kemudian memijat pelipisku pelan.
Tadi kukira Candra hanya bolos sekolah seperti biasanya.
Sebelum akhirnya aku panik, karena tiba" dikabari kalau si monyet satu ini masuk rumah sakit.
Tanpa pikir panjang, begitu bel pulang sekolah berbunyi aku segera menuju ke rumah sakit.
Air mataku sudah akan jatuh ketika menginjak lantai rumah sakit. Dadaku bergemuruh, benar-benar takut melihat keadaan Candra.
Dengan berlarian aku menuju ruang UGD dimana Candra berada.
Hatiku sudah tidak enak, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang kurang mengenakkan.
Namun semua itu lenyap, dan berganti dengan helaan nafas lega saat melihat Candra tersenyum tengil kearahku sambil kepalanya sedang diperban.
Dengan santainya dia bilang padaku "Gue belum mati nyet!" yang langsung kuhadiahi dengan tabokan pelan.
Bisa-bisanya dia berkata seperti itu pada saat nyawanya hampir dipertaruhkan.
"Ya elo lah anjim, siapa suruh kebut-kebutan hah?! Liat tuh luka kan, bodoh emang."
Candra merengut "Luka doang nggak mati. Gue juga nggak berusaha nyelakain diri kok ini namanya musibah."
Aku menatapnya dengan malas "Dengan nyeramahin gue kayak gini luka-luka ini gak bakalan ilang juga."
"Terus gue harus ngapain? Lagi pula udah diobatin tadi, mau gue sembur-sembur gitu?!"
"DICIUM! CIUM!!"
Tanganku mendarat dikepala Candra dengan keras hingga membuat tubuhnya agak terhuyung kebelakang dan ia mengaduh kesakitan.
Pemuda ini memang sudah gila.
Aku menyuruhnya tidur agar mulutnya tidak melatur lagi.
"Gue laper." Siapapun ingatkan aku kalau pemuda ini baru saja mengalami kecelakaan. Dengan berat hati aku beranjak dari tempatku duduk "Diem sini bentar, SAMPE ILANG GUE CINCANG LO JADI ISIAN PASTEL!"
Matanya menatap diriku yang beranjak dengan bingung "Ngapain? Gue udah gopud tadi ambilin dong hehehe."
Aku melempar bantal yang berada di dekatku pada Candra, aku sudah tidak tahan. Jika tadi ia sudah memesan makanan kenapa masih merengek padaku? Dasar kadal.
Aku kembali ke dalam ruangan dengan membawa makanan pesanan Candra, dan menaruhnya di brangkas samping tempat tidur.
"Sesemangat itu ya mau masakin gue tadi? Aw gue jadi terharu banget." Ia menatapku dengan wajah yang err--menjijikkan.
"Apasih gak jelas pd gila, nih makan nih!"
Candra terkekeh kemudian mengambil makanan dari tanganku, namun kalian tahu Candra tetaplah Candra yang tidak bisa diam barang sedetikpun. Bahkan saat makan seperti ini pun ia masih bergerak-gerak seperti belut sawah.
"Jangan gerak mulu, luka lo nanti tambah parah."
Ia merapikan sisa-sisa bungkus makanannya dengan sewot "Ya Allah bacot mulu dari tadi ni anak. Nggak pulang ? Ayo gue anter."
"LO MASIH BELUM SEMBUH YA NYET?!"
"Ya Allah luka gue cuma luka gores anjim, dramatis banget buset. Udah ayo." Aku tetap menggeleng "Udah malem bego, ayo."
"Lo mau nyetir? Gila lo ya?"
"Gak gila, lo yang gila hahahaha. Ayo anjir."
"KOK GUE SIH?!"
Tangannya menepuk kepalaku pelan "Gak haus lo teriak-teriak mulu? Khawatir bangetnya ketahuan hahahaha fix lo suka sama gue."
Aku memutar kedua bola mataku malas lalu mencibir "Lo kecelakaan tadi otak lo jatuh di tkp gak sih?"
"Lo suka sama gue."
"Apa-apaan?!"
"Fix, lo suka sama gue."
"KAGAK ADA YA ANJIM!"
"Udahlah ngaku aja."
"FIX LO GILA CAN!"
"Iya kena dampak lo keknya. Udah ayo."
Aku menyerah dan memilih mengikuti Candra yang keluar dari ruang perawatan "Ngotot banget sih pengen pulang mulu." Langkahnya terhenti secara tiba-tiba dan membuat langkahku juga otomatis terhenti
"Gue itu--anu--Udah ayo gue anter." tangannya menarikku lumayan kuat.
"APAAN?!"
"KEPO!"
Saat di dalam mobil aku kembali bertanya lagi pada Candra "Ada apa sih Can?" pemuda itu membalikkan tubuhnya kearahku lalu menarik nafas panjang.
"Ada urusan negara yang bersifat rahasia, jadi lo sebagai orang yang pintar seharusnya peka. Oke sayangku?"
Wajahku berubah dan aku memasang raut ingin muntah ketika mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Candra dengan entengnya.
"Aih baper, mau jadi pacar gue gak? AIHH SEDAP UGA."
Tanganku mendarat di kepalanya, kenapa pemuda ini jadi heboh sekali?
Ia tak kesakitan justru malah terkekeh "Gue kan cuma bercanda tapi HAHAHA MUKA LO MERAH BANGET ANJIM."
Dia kesurupan rupanya.
"Tolong ya Can, ajaran temen-temen lo yang buaya itu kagak usah dipraktekkin ke gue.
Gedek sumpah anjim!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaskara
Teen FictionEksistensi Bagaskara adalah milik Arunika. Namun, dalam tugasnya Bagaskara tidak hanya berporos kepada Arunika. Apa yang akan terjadi pada semesta jika Arunika memilih egois untuk dirinya sendiri? Cover by : ekuivalent