09. Privacy

83 16 3
                                    

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif mohon--"

Ah, masih saja.

Sedari tadi malam, aku berusaha untuk menghubunginya. Namun nihil, pesanku pun tidak ada yang ia baca. Akhirnya aku memutuskan untuk mencoba menghubungi Felix, semoga saja ia tahu tentang keberadaan Candra.

Aru : Felix?

Felix : iyaaaaa?

Aru : lo tau gak Candra dimana?

Felix : kenapa tanya aku? kenapa tidak langsung saja tanya dia?

Aru : eum, tadi malam gue sama dia ada sedikit perselisihan. dari tadi pagi dia engga jawab panggilan ataupun bales chat gue.

Felix : ah, i see. iya aku tahu dia sekarang dimana. memangnya kenapa?

Aru : dia baik-baik aja kan?

Felix : tentu saja.

Aru : ah, syukurlah kalau begitu. dia tidak terlibat masalah lagi kan?

Felix : bukannya dia ah kami  maksudnya, selalu mendatangi masalah ya? kamu kan tahu itu.

Aru : iya sih, tapi feeling gue gaenak. 

Felix : jangan khawatir, dia baik sekali kok. bahkan sangat cerewet sedari tadi.

Aru : ah, okay terima kasih ya Felix. sampaikan salam kepada Candra yaa.

Felix : tidak usah titip salam, sedari tadi dia sudah melihat semuanya.

Aru : DIA LIHAT?!

Felix : iya, tapi dia tidak tersenyum. dia hanya melihat lalu naik ke lantai atas.

....

Aku sedang mengganti perban di ruang tamu  saat telingaku mendengar suara motor berhenti di halaman depan. Kupikir itu pengantar paket, karena 3 hari yang lalu aku memang membeli sesuatu di platform online. Akan tetapi dugaanku salah karena pengantar paket tadi tidak mengetuk pintu, melainkan langsung memasuki rumah.

Dia pengantar paket yang sedari tadi malam aku khawatirkan.

Candra langsung menghampiriku dan membantuku melilitkan perban, kedua mataku mencoba membuat kontak mata dengannya tapi ia menghindar. Aku masih bisa melihat sudut bibirnya yang terluka. Kami berdua masih membisu, sampai Candra tiba-tiba mengatakan sesuatu padaku.

"Maaf..."

Kedua mata kami bertemu. Aku masih menunggunya untuk menyelesaikan kalimat yang akan ia ucapkan padaku. Ia menatapku dengan yakin "Kemarin. Gue gak sengaja ngebentak lo di depan banyak orang. Maaf, emosi gue kemarin berantakan banget. Maaf.."

Aku masih membisu, sebenarnya bukan kata maaf yang kuharapkan keluar dari mulutnya melainkan penjelasan atas keanehannya beberapa hari terakhir ini. "Gue minta maaf Arunika, gue udah engga jujur sama lo dan malamnya gue malah ngebentak elo. Gue juga ngatain elo, maafin gue.."

Berkali-kali pemuda ini telah mengucapkan kata maaf. Sebenarnya bukan hanya ia yang bersalah, tapi aku juga. Aku mungkin terlalu ingin tahu semua yang ia  lakukan tanpa sadar telah melanggar batas privasinya. 

BagaskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang