15. Swastamita

68 12 3
                                        

Aku mengangguk menanggapi ucapan Candra dengan kembali memasukkan dimsum kedalam mulutku. Aneh sekali kenapa nafsu makanku jadi meningkat? Bahkan aku sampai menghabiskan punya Candra juga. Biasanya pemuda ini yang selalu menghabiskan makananku jika kami sedang makan bersama.

"Udah selesai?" tanyanya ketika aku sedang meneguk ice lemon tea sampai habis. Aku bersendawa lalu mengangguk kearahnya.Sedangkan pemuda itu tersenyum geli dan mengajakku kembali ke mobil.

"Kita pulang?" tanyaku enggan. Candra menoleh lalu menatapku dalam "Lo gamau pulang?" 

"Mau jawaban jujur atau bohong?"

"Bohong."

"Gue pengen pulang."

Candra tersenyum sebentar lalu mengelus  puncak kepalaku "Ayo." kedua mataku menatapnya "Kemana lagi?"

Sembari fokus ke jalanan ia menanggapi pertanyaanku "Neraka ajalah ayo." Aku melotot dan mencubit lengannya "Ngadi-ngadi." ia mengaduh lalu tertawa "Liat sunset mau? Gue ada tempat rekomendasi."

Aku mengangguk mengiyakan. Kata Candra perjalanannya lumayan jauh jadi sekarang ia mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Jangan dibayangkan kalau kalian tidak ingin merasakan rasanya menantang maut.

"LO BENER-BENER MAU NGAJAK GUE MATI YA CAN?!" amukku ketika Candra sudah menghentikan mobilnya di tempat parkir. Tempat ini lumayan sepi sepertinya, syukurlah.

Dengan wajah tak bersalah Candra hanya terkekeh dan mengajakku turun. Ia mengajakku ke tempat yang sepi, seperti keinginanku. Pemuda ini benar-benar mengerti diriku melebihi aku sendiri.

"Gue pengen deh kayak gini tiap hari." ujarku sambil menghirup udara dalam dan memandangi panorama alam di depanku dengan teduh. Hatiku meringan dan sepertinya beban di punggungku melayang satu persatu. "Kalau bisa gue juga mau."

"Lo masih inget tempat ini? Gue kira lo bener-bener berniat lupa segalanya." 

Aku dan Candra kompak menoleh ke arah sumber suara. Kanara lagi? Dia ini sebenarnya siapa sih dan ada apa? Candra sepertinya terganggu dengan kedatangan perempuan ini, raut wajahnya benar-benar--um aku tidak bisa menggambarkan.

"Kenapa harus lupa? Lo selalu aja memancing gue supaya tersulut, lo sebenarnya kenapa sih?" lagi-lagi mereka berdebat. "Lo tahu, lo paham. Tapi nggak mau menyelesaikan. Elo yang kenapa gue tanya?"

Mereka sedari tadi berbicara tentang menyelesaikan, apanya yang selesai? 

"Gue udah bilang kalau semuanya udah selesai, Na. Gue mau bebas, jadi lo stop. Berhenti. Gue capek." Candra menekan setiap kata-katanya pada Kanara.

Perdebatan mereka semakin memanas, dan aku melihat Kanara seperti semakin memojokkan Candra karena aku melihat pemuda itu gusar saat menanggapi perkataan Kanara. Sementara aku? Aku yang sedari tadi hanya melihat dan mengamati setiap kata-kata yang keluar bergantian dari mulut mereka berdua hanya terdiam.

Sudah kubilang kan, aku tidak asing dengan suasana seperti ini. Perdebatan seperti menjadi makanan sehari-hariku karena setiap hari aku menyaksikan debat secara langsung didepan mataku. Aku bergerak dengan gusar ketika Kanara semakin melontarkan kata-kata panjang terhadap Candra.

Kakiku menjauh dari tempatnya semula, sepertinya aku harus pergi dahulu. Aku tidak mau menganggu perseteruan mereka. Iya ini bukan urusanku. Aku mulai mundur sedikit demi sedikit agar mereka tidak menyadarinya.

Namun tiba-tiba Candra berbalik dan menahan lenganku agar tidak meninggalkannya "Udahlah Na. Sekali lagi lo ngebuat Aru nggak nyaman." 

Kenapa aku ikut dibawa-bawa?

BagaskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang