Dokter keluar dari ruang IGD dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.
"Gimana keadaan adek kamu Yo?" tanya papa Suci pada dokter tampan yang baru saja keluar.
"Pa, Aryo dah bilang kan jangan bawa adek ke indonesia, biarkan dia menjalani kemo di Singapura," ujar Dokter Aryo tak lain adalah abang kandung Suci Cantika.
Sahabat-sahabat Suci semua sudah tahu kalau Dokter Aryo adalah saudara kandung Suci. Justru itu Renaldo membawanya ke Rumah Sakit Pelita.
"Aryo gak mau tahu setelah adek siuman, kita langsung bawa dia ke Singapura."
"Aryo, adek kamu enggak akan mau kali ini," ucap mama Suci lirih dengan air mata yang mengalir.
Sahabat-sahabat Suci yang mendengarkan pembicaraan itu kebingungan juga khawatir, separah itu kah Suci harus menjalani pengobatan di negara lain dan kemo, untuk apa? begitulah pemikiran mereka semua. Mereka saling pandang satu sama lain, karena butuh penjelasan.
"Suci sakit apa Tante?" tanya Mazaya, ia bahkan tidak sanggup mengucapkan itu, tapi bagaimana pun ia juga butuh penjelasan.
Orang tua Suci serta Dokter Aryo saling berpandangan, mereka juga heran dengan pertanyaan yang dilontarkan Mazaya.
"Suci mengidap leukimia," ucap Renaldo sambil meneteskan air matanya.
"Kalian gak tahu tentang sakit adek saya?" giliran Dokter Aryo angkat bicara, semuanya menggeleng kecuali Renaldo.
"Kenapa Suci gak cerita sama mereka Pah?" tanya mama Suci pada suaminya.
"Suci gak ada cerita sama kami Dok," ujar Rido.
"Kenapa Renal tahu, dan kalian bisa tidak tahu?"
Semua menatap Renaldo bingung, Rido dan Deden sudah tak kuat menahan emosinya, bisa-bisanya Renaldo menyembunyikan penyakit Suci dari mereka semua.
Bugh...
Satu pukulan tepat mengenai rahang Renaldo.
"Bisa-bisanya lu sembunyiin ini dari kami Nal," ujar Deden sudah mengangkat kembali tangannya hendak memukul lagi, tapi langsung dicegat Sarah.
"Stop Deden!" ujar Sarah sambil menangis lalu memeluk Deden yang menangis juga.
Ruangan itu hanya terdengar suara tangis.
"Lu ngapa gak pernah cerita Nal, hah!" Rido emosi.
"Andai gue bisa cerita lebih awal," ucap Renaldo frustasi.
Mama Suci langsung terjatuh dalam pelukan suaminya.
"Mah, Mah," ujar papa Suci khawatir.
Dokter Aryo langsung memeriksa ibunya itu ternyata pingsan.
"Bawa Mamah ke ruangan Aryo Pah. Mamah cuma pingsan," ujar Dokter Aryo yang di angguki papanya. Papa Suci langsung menggendong istrinya itu.
"Dok, pasien sudah sadar," ujar suster kepada Dokter Aryo.
"Kalian tetap di sini, biarkan saya yang meriksa adek saya dulu," ujar Dokter Aryo yang diangguki sahabat-sahabat Suci.
Dokter Aryo kembali masuk ke dalam ruangan bersama suster.
"Lu jahat Nal, jahat hiks hiks," ujar Mazaya.
"Tenang Mazaya, dia pasti punya alasan yang kuat, kamu tenang dulu," ujar Pak Rehan memeluk Mazaya.
Beberapa menit kemudian Dokter Aryo keluar dan mempersilahkan semuanya untuk masuk melihat Suci. Dokter Aryo undur diri karena ingin melihat keadaan ibunya diruangan nya.
Mazaya dan yang lainnya masuk ke dalam. Suci masih terbaring, tapi ia masih bisa tersenyum. Mazaya dan Sarah langsung memeluk Suci dengan tangisan pecah, sedangkan Deden, Rido dan Renaldo menatap mereka bertiga dengan air mata yang mengalir. Walau pun mereka lelaki, tapi mereka juga manusia.
Orang yang begitu kuat juga bisa menangis, termasuk pria. Walau pun pria pada dasarnya lebih kuat, tapi mereka juga manusia. Dilanda kesedihan, mereka juga bisa untuk menangis karena tidak ada larangannya pria tidak boleh menangis.
"Lu kenapa hiks hiks gak cerita ke hiks kita Suci?" tanya Mazaya. Air mata mengalir dari mata Suci, tapi senyumnya juga tak pudar.
"Lu jahat hiks Suci," ujar Sarah.
"Maafin gue," ujar Suci. Mereka melepaskan pelukan dari Suci.
Pak Rehan berdiri agak sedikit jauh dari mereka karena ingin memberikan ruang pada persahabatan kuat mereka. Deden, Rido dan Renaldo lebih mendekat. Kini mereka sudah mengelilingi Suci yang masing terbaring. Mereka menatap Suci yang tersenyum sangat manis, tapi air mata tak bisa berhenti keluar.
"Maafin gue udah sembunyiin penyakit gue dari kalian, maafin gue."
"Lu jahat Suci, lu pikir ini pantas di sembunyiin, enggak!" ujar Rido.
"Maaf, hiks."
"Jangan nangis Suci, gue mohon," ucap Renaldo sambil menggenggam tangan Suci.
"Lu juga Nal, kenapa sembunyiin ini dari kami," ujar Sarah.
"Tolong maafin Renal, dia gak salah, gue hiks gue yang minta dia sembunyiin ini dari kalian," ujar Suci. Renaldo menghapus air mata yang mengalir di pipi Suci.
"Jadi, lu gak anggap kami sahabat lu gitu!" ketus Deden dengan mata yang memerah menahan air matanya untuk tidak mengalir lagi.
"Bukan hiks bukan gitu," ucap Suci sudah tak kuat menahan tangisnya. Renaldo langsung memeluk Suci erat memberikan kekuatan, Suci pun memeluk Renaldo tak kalah erat.
"Jangan nangis, gue mohon," ucap Renaldo.
"Mereka hiks mereka marah hiks sama gue Nal," ucap Suci.
Mazaya dan Sarah terus menangis, Deden dan Rido juga tak sanggup menahan air matanya lagi. Kini air mata mereka lolos dari bendungan.
Renaldo melepaskan pelukannya perlahan saat Suci sudah sedikit tenang. Deden dan Rido mengalihkan pandangan mereka ke arah lain, tidak ingin menatap Suci karena sudah menyembunyikan hal sebesar itu dari mereka. Suci pun merasa sangat bersalah.
"Udah, jangan mikirin mereka, nanti juga baik lagi," ujar Mazaya sambil tersenyum begitu pun Sarah.
"Maafin gue," ucap Suci lagi pada Mazaya dan Sarah lalu mengangguk.
Suci sedikit lega karena Mazaya dan Sarah sudah memaafkan dirinya, tinggal Deden dan Rido. Suci percaya mereka juga tak ingin bersikap begitu padanya hanya saja itu bentuk merajuk mereka, lagian mereka berhak begitu karena dirinya memang sudah dianggap adik sendiri bagi 2 lelaki yang sedang merajuk itu. Suci bisa melihat mata 2 lelaki itu yang memerah sesekali ada tetesan air yang jatuh lalu mereka hapus supaya kelihatan tegar.
*******
Akhirnya masuk part ini😶
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Pergi? (SELESAI)
Romance[Romance~Comedy) Cerita SELESAI. ------------------------------------------- "Jadi, saya harus ngerjain apa Pak untuk menembus kesalahan saya?" Mazaya tetap tersenyum Awas aja kalau kali ini salah lagi, batin Mazaya. "Kamu mau sogok saya," ucap Pak...