Seusai makan malam, keluarga Adinata berkumpul di ruang tengah bersama Mazaya juga. Mereka menonton film. Sesekali ada gelak tawa di ruangan itu. Terlebih lagi saling ejek antara Reza dengan Rena, kakak beradik itu mencairkan suasana.
"Pipi kamu masih sakit?" tanya Pak Rehan menatap Mazaya yang duduk di sampingnya.
"Udah mendingan kok, jangan khawatir terus dech Pak," ujar Mazaya mengulum senyumnya. Serasa ada taman bunga yang mekar di hatinya.
"Entah tu lebay amat," kekeh Reza.
"Halah kamu gak kan tahu gimana khawatirnya sama orang yang disayang, iya gak Bun?" tanya Ayah Adinata mengulum senyum. Mazaya pastikan pipinya saat ini sedang merah karena tersipu malu.
"Ayah ih, lihat tu Aya jadi malu," kekeh Bunda Lina.
"Enggak osa malu di sini," ujar Pak Rehan tersenyum memandang Mazaya yang malu.
"Ihh Bapak," ujar Mazaya sambil mencubit pinggang kiri Pak Rehan. Semuanya tertawa terlebih lagi Reza.
"Akhh," ringis Pak Rehan.
"Dunia memang serasa milik berdua, yang lain ngontrak, hahah," ujar Reza.
"Makanya punya pacar kamu, udah tua juga," ucap Bunda Lina.
"Bundaaa mahh," rengek Reza. Semuanya tertawa.
"Rena mau ke kamar bentar," ujar Rena.
"Lama juga gak papa, kalau perlu ngilang aja lu," ujar Reza.
"Nanti Abang rindu sama Rena gimana dong, nanti merengek pula, huahah," ucap Rena sambil berlari menuju kamarnya.
"Bapak mau ke mana?" tanya Mazaya sambil memegang tangan Pak Rehan.
"Bunda, Ayah tutup mata, nanti baperr," kekeh Reza.
"Kamu yang baper iya, Bunda mah udah ada Ayah," ujar Bunda Lina sambil menggenggam tangan suaminya. Mazaya langsung melepaskan tangannya yang memegang tangan Pak Rehan.
"Nasib jomblo gini amat," ujar Reza.
"Ya Allah, tunjuki jodoh hamba jalan menuju rumah ini, kalau petanya hilang, WhatsApp aja Ya Rabb," ujar Reza lagi. Ayah Adinata dan Bunda Lina menggeleng.
"Saya mau ambil obat demam untuk kamu, sebentar." Mazaya mengangguk.
Tak lama Pak Rehan pun kembali dengan membawa air putih dan tablet obat. Lalu duduk di samping Mazaya.
"Ni minum," ujar Pak Rehan menyodorkan air putih dan obat.
"Suapin kek, gak romantis luu mah," kekeh Reza.
"Kamu mau saya suapi?" tanya Pak Rehan menatap Mazaya. Mazaya melotot, ia tak yakin dengan ucapan dosennya barusan, apa ia salah dengar atau ia berhalusinasi.
"Eee..emang Bapak mau?" tanya Mazaya spontan, entahlah Mazaya tidak tahu kenapa ia mengucapkan itu, dalam hatinya ia memarahi diri sendiri. Buat malu, tapi sudah terlanjur Mazaya katakan.
"Enggak," ujar Pak Rehan mengulum senyum.
"Kamu udah gede, ngapain di suapi, lagian tangan masih berfungsi," ujar Pak Rehan lagi dengan muka datarnya, padahal Pak Rehan sengaja membuat Mazaya kesal.
"Dasar muka datar, huh," ucap Mazaya. Mazaya pun meminum obat yang dibawa Pak Rehan tadi.
"Kalau lain kali dia gak mau Aya, biar Abang yang suapi," kekeh Reza. Pak Rehan menatap abangnya itu sinis.
"Hufff, cemburu juga lu, hahah," ujar Reza. Suasana semakin tidak terkontrol dengan gelak tawa.
"Makanya kamu cari pacar, jomblo kok lama amat," ujar Bunda Lina.
"Biar bisa romantis-romantis an kayak Rehan sama Aya," ujar Ayah Adinata.
"Ayah sama Bunda mah cuma bisa ngejek Reza mulu, bukannya bantuin nyari calon buat Reza," ujar Reza cemberut.
"Lah kemarin kamu bilang gak mau dijodohin," ujar Bunda Lina
"Hmm bolehlah mencoba, ya gak Aya?" tanya Reza pada Mazaya. Mazaya tersenyum menanggapinya.
"Menurut lu gimana Aya, tentang perjodohan?" tanya Reza antusias.
"Hmm, emangnya kenapa Bang Reza gak mau dulu?" tanya Mazaya.
"Takut gak cocok," jawab Reza.
"Takut gak cocok gimana, orang belum kamu coba juga," ujar Bunda Lina.
"Heheh." Reza cengengesan.
"Padahal Bunda cuma suruh ketemuan dulu Aya, dianya gak mau, bikin Bunda malu," ujar Bunda Lina.
"Dari pada ke ulang lagi, mending Bunda biarin aja dia nyari sendiri."
"Habisnya Bunda maksa sih," ujar Reza.
"Kamunya kelamaan jomblo, buat bunda takut kalau kamu gak normal."
"Bundaa ihh, suudzon aja, jelas-jelas anak Bunda ni normal," ujar Reza tegas.
"Reza gak mau aja kayak yang dulu-dulu," tambah Reza lagi. Mazaya memandang Reza. Mazaya bisa melihat mata merah Reza. Entahlah, sepertinya Reza pernah mengalami percintaan yang membuat ia susah move on, sepertinya. Begitulah kira-kira pikiran Mazaya.
"Bang Reza belum move on ya?" tanya Mazaya hati-hati. Reza mematung lalu tersenyum. Perkiraan Mazaya benar.
"Nanti pasti Bang Reza dapat yang terbaik," ujar Mazaya tersenyum dan langsung diangguki Reza.
"Jadi gimana Aya, menurut lu tentang perjodohan?" tanya Reza kedua kalinya.
"Hmm menurut Aya sih gak papa untuk dicoba, lagian kan ada tahapannya dulu gak langsung nikah, iya kan Bun?"
"Iya Aya, dianya aja takut, katanya nanti langsung Bunda nikahin, padahal enggak."
"Nah berarti kembali sama Bang Reza nya, mau coba atau enggak," ujar Mazaya.
"Lagian Bunda gak bakalan buat kamu menderita dengan pernikahan yang Bunda paksa, yang mau berumah tangga kamu, pasti Bunda minta persetujuan kamulah."
"Ok lah, Reza mau coba," ujar Reza. Semuanya tersenyum.
"Akhirnya benteng lu runtuh," kekeh Pak Rehan. Mazaya memandang Pak Rehan. Percayalah melihat wajah Pak Rehan bahagia dan tersenyum itu indah mengalahkan senja.
"Kenapa kamu lihatin saya gitu?" tanya Pak Rehan kembali dengan muka datarnya. Mazaya mengulum senyum.
"Ternyata alien bisa terkekeh juga," jawab Mazaya tetap memandang Pak Rehan.
"Huahaha, alien." Reza tertawa mendengar penuturan Mazaya barusan.
"Tapi ya Aya, setelah Abang pikir, gak salah kamu juluki dia Alien, haha."
Mazaya ingin sekali tertawa, tapi melihat wajah Pak Rehan cemberut membuatnya tak enak hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Pergi? (SELESAI)
Romansa[Romance~Comedy) Cerita SELESAI. ------------------------------------------- "Jadi, saya harus ngerjain apa Pak untuk menembus kesalahan saya?" Mazaya tetap tersenyum Awas aja kalau kali ini salah lagi, batin Mazaya. "Kamu mau sogok saya," ucap Pak...