Malam pertama.

329 13 0
                                    

Ketika dikamar mandi tadi, Kasturi sudah mendengar kumandang adzan jadi ia keluar dan keadaan yang sudah siap melakukan ibadah. Mata hitam legamnya menyapu keadaan kamar yang bernuansa hitam ini. Mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk beribadah, netranya jatuh pada koper berwarna kuningnya yang entah sejak kapan sudah berada dipojokan kamar.

Kemarin, pagi-pagi buta ibunya sudah membagunkannya dengan bentakan yang mengelegar. Menyuruhnya untuk segera merapikan pakaiannya dan mengatakan bahwa dia akan menikah pagi ini.

Sungguh batinnya sangat lelah mengetahui nasibnya yang berubah dalam hitungan hari. Kasturi membuka kopernya, hp yang selama tiga hari ini ia cari-cari tergeletak manis disana. Menyalakan hpnya lalu ia membuka aplikasi kompas memutar-mutarnya melakukan intruksi yang tertera. 

Setelah merapikan semuanya, Kasturi memilih merebahkan badannya pada kasur. Kesan pertama saat merebahkan dirinya ke kasur adalah "sumpah ni kasurnya empuk banget la woi! huhuhu berasa tidur di awan" gumamnya lirih sambil berguling kesana-kemari tak lupa senyum simpulnya tercetak manis disana. katakanlah Kasturi alaypun tak apa, selama hidupnya ini ia tak pernah merasakan tidur dikasur seempuk ini. 

Sebenarnya kalau ditanya apakah Kasturi mengatuk dan sangat lelah? sebenarnya tidak juga karena jika ia bisa memilih, ia akan memilih untuk tetep terbangun dan memikirkan segala macam cara untuk harinya esok. 

Namun, kenyataannya Kasturi memaksa matanya untuk segera pergi menuju alam mimpi, yang ada dipikirannya sekarang adalah menjaga keperawananya agar tak jatuh pada bapak-bapak, sebenarnya, kalu pun jodohnya bapak-bapak. Kasturi rela mengorbankan dirinya asal mereka saling mencintai. Namun, sekarangkan yang terjadi adalah ia yang dinikahkan dengan bapak-bapak tanpa tau indentitasnya dengan detail. Intinya tu sekarang mereka masih sama-sama asing, gak tau juga besok bakal jadi kek gimana yang penting tidur dulu.

Kasturi membuka matanya jam digital didepannya menunjukkan pukul  02.59, Kasturi mengerjabkan matanya beberapa kali, mengedarkan pandangannya lalu ia mengrenyit heran ia asing dengan tepat ini sedetik kemudian Kasturi menyadari ia suadah menikah sekarang.

Kasturi menengok ke arah samping kanannya, terlihat seorang pria memungunginya. Kasturi merubah posisinya menjadi duduk ia menyibakkan selimut yang menutup tubuhnya "Alhamdullilah masih utuh" gumamnya pelan sambil berjalan menuju kamar mandi. 

Sekarang Kasturi duduk di meja makan sambil memegang segelas air bening ditangannya, setelah ia meminumnya setengah kini dirinya dilanda kegelisahan ia tak tau akan melakukan apa untuk paginya yang baru. 

Jam menunjukkan pukul empat seperempat, segera Kasturi menegak habis minumnya lalu berjalan menuju kulkas. Tak banyak isi hanya ada dua plastik buncis, susu dan beberapa makanan ringan yang disimpan asal, tangannya membuka kulkas bagian atas tepat didepannya terdapat udang beku, ia mencoba mengambilnya Kasturi kira tidak akan semenguras tenaga ini ternyata udang beku cukup membuat Kasturi mengerahkan tenaganya, "ini udang dah berapa hari sih..,susah banget gambilnya" kesalnya pada sang udang beku.

sekarang dua bungkus buncis dan sebungkus udag sudah berada di hadapannya. Tapi, Kasturi tidak tahu apa yang akan ia lakukan pada dua bahan dihadapannya ini.

Akhirnya, Kasturi memutuskan untuk mengambil hpnya dan mulai mencari resep masakan yang dapat membuat bungkusan tadi menjadi makan yang layak.

Ia mulai membuka lemari kitchen set satu persatu, satu persatu juga bahan yang ia butuhkan ditemukan. Kasturi mulai melakukan intrupsi yang tertera pada tulisan. Mulutnya komat-kamit agar masakannya kali ini layak dan enak.

Makananya sudah tersaji dan rasanya cukup baik. Cepat-cepat Kasturi berlari ke kamar yang semalam ia tempati melakukan rutinitas paginya dan sesegera mungkin keluar dari rumah ini.

Sudah mencoba membuka pintu utama dan bodohnya Kasturi tetap memaksa agar pintu itu terbuka, 'kan gak mungkin gue bangunin si bapak buat minta kunci.' gumamnya pelan.

Akhirnya Kasturi cuman jalan mondar-mandir gak jelas sambil mengigiti kukunya tiba-tiba sebuah ide terlintas diotaknya sepertinya otaknya tau situasi. Kasturi berjalan ke pintu belakang dan benar kunci pintu belakang tergantung cantik segera Kasturi memutarnya dan ia berhasil keluar.

Kalau boleh jujur Kasturi juga tak tau akan pergi kemana pagi-pagi buta begini.

^^^^^^^^^^

Calixto terbagun ia menyibakkan selimutnya langsung meloncat melihat apa yang yang terjadi. Ia mendekat ke arah meja makan terlihat wangi nasi dan sayur yang sejak tadi menyeruak indra penciumannya. Sumpah tadi Calixto kira ia bermimpi bahwa sedang makan taunya benar ada yang memasak.

Entah keinginan apa ini yang mendorongnya hingga ia sudah menelan sesuap nasi dengan lauk didepannya 'enak' batinnya lalu melanjutkan makannya dengan lahap. Padahal selama hidupnya ia jarang sekali untuk sekedar sarapan walaupun sebenarnya ada roti tawar dan beberapa selai, terlalu malas dan mager untuk sekedar sarapan. Padahal Calixto memiliki penyakit Maag yang sering kambuh ia terlalu acuh pada tubuhnya.

"Calixto?" panggil si ayah sambil mengerutkan keningnya heran. "Apa yang kamu makan itu?"

Mata Calixto mengikuti ayahnya yang terus berjalan mendekat "Tidak tau" jawabnya jujur.

Sang ayah menarik kursi didepan Calixto dan memandang sayur didepannya heran "kalau ga tau kenapa kamu makan?"

"Enak" jawabnya enteng.

"Siapa yang buat?" tanyanya lagi pada sang anak.

Calixto hanya menjawabnya dengan kedikan bahu, setelahnya Calixto bangkit dan mengambil nasi lagi. Si ayah memandangi anaknya yang berlalu melewatinya 'seenak itukah?'.

Ia memandangi anaknya yang makan dengan lahap didepannya. Beberapa menit berlalu Calixto telah usai dengan kegiatan makannya ia bangkit menuju wastafel cuci piring.

"Bukannya ayah punya istri baru" Calixto mengatakannya disela-sela ia melakukan kegiatan mencuci piringnya.

"Oh iya ya..diamana dia?" tanya ayahnya lagi.

"Manaku tahu" kediknya.

'Pagi sekali wanita itu pergi' sang ayah berjalan mendekat pada sang anak, "jam enam lebih lima Cal, sini biar ayah yang cuci" ayah mengambil alih pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh sang anak.

Memandangi sang anak intens "Sudah?" Calixto mengangguk mengiyakan.

"Ayah antar" nada yang digunakan bukanlah pertanyaan melainkan pernyataan seolah tak terbantah Calixto hanya mengekori ayahnya, hingga mereka masuk ke dalam mobil, duduk bersebelahan sama-sama terdiam hening satu sama lain sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Anak dan ayah ini kadang sama-sama cangung kadang juga lebih santai. Sebenarnya ini sepenuhnya kesalahannya karena ia benar-benar tak tau cara memperlakukan anak seperti apa.

Bayangkan kau memiliki anak di usiamu yang masih belasan tahun dan juga kau menemukan berita bahwa ibunya telah tiada. 

Dan dalam keadaannya sebagai ayah muda ia hanya bisa melakukan semampunya.

Kalau dikatakan dia orang yang tak tersentuh tidak juga, ia hanya tidak bisa mengungkapkan rasa cintanya dengan nyata, bukankah semua ayah seperti itu?.

Dirinya menyadari peran ibu sangat penting bahkan ia tak ingin terburu-buru mencarikan anaknya seorang ibu, tapi apa.. ia malah menikah dengan wanita seumuran anaknya benar-benar takdir yang tak pernah tertebak walau hanya  dalam mimpi.

Sang ayah menghentikan mobilnya tepat disebrang jalan "belajar yang benar" ia mengatakannya setelah sang anak menyaliminya. "iya.."

^^^^^^^^^^^^^

Tapapan osis tertuju padanya juga para siswa-siswi yang sedang berlalu lalang, Calixto tidak pernah bisa menebak arti tatapan mereka dan dia sangat sebal akan hal ini.

Ia juga sangat membenci sang ayah yang selalu bersikap posesif padanya, padahal ia menginginkan kebebasan, sungguh merepotkan. Pada umur ke-tujuhbelas inipun Calixto belum bisa mengendarai motor apalagi mobil, seharusnyakan memang sudah diperbolehkan, itu akan terjadi jika ayahnya tak bersikap posesif.

Bahkan jika ia akan keluar rumah harus ada sesi pertanyaan yang bisa menghabiskan waktu setengah jam, membosankan!.




SONshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang