Kasturi melangkahkan kakinya setelah membilas piring-piring yang sebelumnya mereka gunakan makan.
Yang Kasturi tau keadaan rumah ini sangatlah dingin bak tembok beton berlapis es. Keadaan Bapak anak yang Kasturi kira baik-baik saja ternyata tidak sepenuhnya baik-baik saja.
Setelah pertemuan pertama hingga detik ini, dari hasil pengamatan yang ia simpulkan, bocah ini tipe anak penurut yang tidak suka membuat keributan.
Jagan tanyakan kenapa Kasturi bisa simpulkan pendapat seperti ini, jika benar Calixto anak yang pembangkang bisa saja ia memilih untuk melawan saat tamparan sang Ayah mengenai wajahnya, oh ayolah...Calixto laki-laki berusia delapan belas tahun.
Kasturi membuka pintu kamarnya pelan, matanya menyapu kesegala arah mencari keberadaan Ayahnya Calixto. Kasturi menghembusakan nafasnya lega, segera ia merebahkan dirinya dikasur.
Baru beberapa menit rebahan nyeri di kepalanya datang lagi, seperti ada hantaman benda mengenai kepalanya. Kasturi ga tahan akhirnya dia berjalan berniat mencari kotak P3K ia mengobrak-abrik dapur. Laci-laci dibukanya dengan asal. Namun nihil, sepertinya dirumah ini 'tak terdapat P3K.
Ia bertumpu pada meja makan tangannya terulur mengambil gelas, belum sampai kakinya melangkah menuju dispenser tangannya bergetar hebat. Sehingga suara gelas pecah terdengar nyaring diseluruh penjuru dapur.
"Eh, lo kenapa?" Setelah mendengar suara benda pecah Calixto segera mencari sumber bunyi, ia melihat Kasturi dengan kondisi acak-acakan. Kerudung abu-abu yang dikenakannya bahkan telah dipenuhi bercak darah.
"Ga usah diberesin 'tar biar gue aja" tegur Calixto.
Kasturi mengabaikan ucapan Calixto dan berusaha membersihkan pecahan gelas dengan tangan kosong dan sesekali membenarkan kerudungnya yang merosot.
Calixto yang sebelumnya membawa seekor kakak tua jambul kuning ditangannya segera melepaskan dan menyuruh kakak tua itu terbang menuju besi tempatnya.
Apa-apaan ini, bagaimana ia harus menghadapi situasi seperti ini, dirinya tak pernah dekat dengan seorang wanita, apalagi wanita dengan keras kepala seperti di depannya.
Calixto kalut, darah wanita di depannya mulai mengucur lebih banyak,"udah hey, ga usah di beresin." tangan kanan Calixto mengengam lengan Kasturi bermaksud menyuruh wanita di depannya berhenti mengumpulkan pecahan gelas.
Ah sial tidak ada cara lain lagi ia harus memanggil Ayahnya.
Ia mengeluarkan ponselnya lalu menekan ikon telpon. Setelah bertengkar dengan dirinya Ayah Calixto selalu mengasingkan diri di ruangan kerjanya yang kedap suara.
Persetan dengan harga diri.
Panggilan telepon pun tersambung. Namun, tidak ada sura sapaan dari seberang sana.
"Yah itu, uem.. "
Mampus masa gue bilangnya Mamah si, sumpah ga banget. Kita cuman beda setaun njir.
"Anu, tangannya berdarah"
"Siapa?"
Anjirlah
"Itu, siapa uem.. Kasturi"
Sambungan telepon pun terputus.
^^^^^^^^^^
"Kamu gila ya!?" Pertanyaan dengan intonasi penuh penekanan ia layangkan pada wanita di depannya.
Wajah wanita di depannya datar masih belum bisa menceran keributan yang ia lakukan. Calixto masuk menyodorkan segelas air putih pada Kasturi yang bersandar di dashboard kasur.
Sebelum wanita itu mengambil minumnya dengan tangan kiri, tangan kekar Ayah Calixto terlebih dahulu mengambilnya dan membantu Kasturi untuk minum.
Air setengah gelas tandas, Ayah Calixto kembali mengobati luka yang ada di tangan Kasturi telaten, bahkan Ayah Calixto sudah mengambil kurang lebih tujuh serpihan kaca yang menancap di tangan Kasturi.
"Sakit?" tanya Ayah Calixto. Kasturi menggeleng "pusing." Entah kenapa melihat darah mengucur sakit kepalanya sedikit mereda. Seperti ada kepuasan tersendiri.
"Mau obat?" Kasturi menganguk.
Ayah Calixto berdiri membawa wadah berisi air yang telah berubah warna menjadi merah karena telah bercampur darah, juga handuk basah itu ke kamar mandi, lalu keluar dengan jaket hitam bersiap untuk keluar. "Calixto Ayah keluar, itu tinggal dikasi obat merah, nih" Ayah Calixto memberikan obat merah dan segera pergi meninggalkan kamarnya.
Kasturi melihat Calixto yang dengan telaten memberikan obat merah pada tangannya. Ia baru sadar kejadian tadi adalah hal terbodoh yang pernah ia lakukan.
"Maaf," cicitan Kasturi terendam suara hujan yang kian deras. Calixto masih fokus dengan obat merahnya.
"Kenapa kalian baik sama gua?" Kasturi mengatupkan mulutnya tapi pertanyaan demi pertanyaan mulai menyerangnya.
"Kenapa kalian mau nampung gua?" Calixto masih setia diam.
🎫🎫🎫🎫🎫🎫🎫
Maaf baru bisa up lagi, sibuk sm rl yang ga bisa gue tinggalin.
Part ini dikit, mohon di pengertiannya")
KAMU SEDANG MEMBACA
SONshine
ContoKasturi kira ia hanya akan menghadapi suami dalam sekenario pernikahannya, tapi nyatanya apa? ia malah terikat oleh anak tirinya yang seumuran dengan Kasturi. Sopankah takdir menggiringnya bak hysteria? Dalah, tunjukkan Kasturi dimana arah kamera m...