[III] Pertemuan Pertama

239 156 54
                                    

Selamat Membaca!

***


Republik Korea Selatan, Mei Tahun 2070.

Hari itu cuaca amat cerah dan bersahabat. Memasuki musim semi, biasanya udara masih cenderung dingin meski matahari sudah mulai bersinar terik. Seorang gadis melangkah keluar dengan langkah-langkah lebar dari bangunan Pusat Pelatihan Nasional Asosiasi Bulutangkis Korea.

Raut wajahnya bahagia dengan senyum lebar yang terukir menghiasi wajah cantiknya. Gadis itu─Han Ye Eun─ berjalan cepat seraya memikul tas punggung hitam kesayangannya. Sebelah tangannya menenteng tas raket badminton dan sebuah tas jinjing lain yang terlihat cukup penuh dan berat. Senyumnya masih terukir dan tak lupa ia memberikan sapaan kepada petugas keamanan yang berjaga di pos gerbang utama bangunan pusat pelatihan tersebut.

"Hati-hati di jalan, Ye Eun." ujar pria paruh baya yang telah belasan tahun menjadi petugas keamanan di tempat itu.

Yeeun tersenyum dan balas melambai pada pria yang biasa ia panggil dengan sebutan 'Ahjussi' atau paman tersebut.

"Sampai bertemu lagi, Paman!" sahutnya ceria.

Yeeun kemudian berjalan ke jalan utama, tak jauh dari sana ada halte pemberhentian bus yang menjadi tujuannya. Sesampainya di halte, ia duduk sebentar untuk melepas lelah. Barang bawaannya kali ini lumayan banyak dari biasanya. Sebab liburan yang ia dapatkan kali ini sangat istimewa. Setelah hampir lima bulan penuh menjalani pelatihan intensif di kamp pelatihan nasional cabang olahraga badminton yang digelutinya sejak berusia 6 tahun.

Lima bulan kemarin merupakan masa-masa berat yang penuh dengan latihan keras. Wajar saja, karena baru dua minggu lalu salah satu ajang perhelatan pesta olahraga terbesar negara-negara Asia atau yang biasa dikenal dengan nama Asian Games usai dihelat di salah satu negara di Asia Tenggara. Sebagai atlet muda yang prestasinya tengah naik daun, Yeeun memang dipersiapkan sejak lama oleh pelatihnya untuk berpartisipasi dalam turnamen bergengsi tersebut.

Selain itu, sejak awal tahun ini ia juga telah mengikuti banyak turnamen-turnamen bergengsi di berbagai negara yang jadwalnya diselenggarakan dalam jangka waktu hampir berdekatan. Jika sedang musim turnamen, dalam satu bulan ia bisa mengikuti sekitar tiga sampai empat turnamen di empat negara berbeda. Minggu pertama di negara A, minggu selanjutnya di negara B, dan begitu seterusnya.

Memang itu adalah salah satu keuntungan karena telah dipercaya menjadi atlet utama di tim nasional, oleh karenanya ia rutin diikutkan pertandingan-pertandingan guna membantu menaikkan peringkat dalam peta percaturan bulutangkis dunia yang kini persaingannya semakin merata.

Namun tentu saja hal itu berdampak pula bagi Yeeun yang harus rela menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berlatih, bertanding, berlatih lagi, dan bertanding lagi.

Sejak awal memutuskan berkecimpung di dunia olahraga ia sudah memahami konsekuensi yang harus dihadapinya kala menjadi seorang atlet. Di saat teman-teman sebayanya sibuk bermain, bersekolah, berkuliah, bahkan berkencan, Yeeun harus puas memiliki waktu untuk istirahat barang sehari saja.

Saat memenangkan pertandingan, ia dihujani pujian dari orang-orang. Tetapi ketika kalah, cacian dan makian pun turut membanjirinya. Menang seribu kali seolah tak ada artinya saat kalah satu kali. Apa lagi kalah di pertandingan besar sekelas Asian Games, Kejuaraan Dunia, dan Olimpiade─yang menjadi pencapaian tertinggi nan diimpikan para atlet.

Yeeun sudah pernah mengalami fase-fase itu. Meski saat ini ia bisa dikatakan tengah berada dalam puncak karirnya setelah berhasil meraih medali emas di cabang badminton tepatnya di sektor ganda campuran. Namun semua itu bukan diraihnya tanpa usaha. Untuk berada di titik ini, Yeeun terlebih dahulu harus berdarah-darah sebelum sampai di tempat yang sekarang dipijaknya. 

Between The Time and UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang