Sembilan belas

2.7K 271 58
                                        

Bacanya pelan-pelan biar bisa ngerangkai. Jan salahin authornya lagi ya ahahaha.
Babay

----------------------------

Randi membuka kausnya yang basah. Pandangan matanya seperti terlihat sangat kosong. Sambil memasukkan beberapa baju ke dalam tas yang sudah pudar warnanya, Randi terus melanjutkan mengisi barang-barang peninggalan milik Danu.

Hingga tangannya berhenti ketika menyentuh sebuah baju berwarna putih dan bertuliskan lambang sponsor sebuah kopi instan.

Hari itu, saat mereka genap berusia enam belas tahun. Seorang tetangga mereka yang bekerja di sebuah pabrik kopi instan bertanya kepada mereka apabila ingin mengikuti kegiatan jalan santai dengan gratis.

Mereka bertiga bersemangat, Danu dengan riang berlari keluar dari rumah lalu berkata bahwa mereka akan datang. Dan senangnya lagi, mereka juga mendapat sebuah kaos untuk masing-masing orang.

Danu paling bersemangat. Bahkan sebelum matahari  terbitpun dia sudah merusuh di dalam kamar agar Randi dan Devan bangun.

Kaus yang sekarang sudah kekecilan itu dulu hampir setiap sore dipamerkan Danu dan dipakainya untuk jalan-jalan sore. Baginya, memamerkan baju itu sama seperti anak-anak remaja yang memamerkan baju mahal yang dibeli orang tua mereka di luar negri.

Randi memeluk erat kaus itu. Bahkan milik Randi dan Devan sudah tidak tau lagi berada dimana.

Seseorang membuka tirai kamar mereka, Devan tersenyum kepada Randi.

"Udah siap kak?"

Memasukkan baju terakhir tadi, Randi menarik resleting tas itu. Isinya tidak terlalu banyak karena hanya terdapat beberapa baju. Sedangkan barang-barang milik Danu lainnya dimasukkan ke dalam kardus terpisah.

Randi balik tersenyum kepada Devan. Adik kembarnya itu sudah menggandeng tas berisi barang-barang miliknya.

"Kamu yakin kita tinggalin rumah ini dev?"

Devan menghela nafasnya,

"Kak, kita bukan bakalan tinggalin rumah ini selama-lamanya. Devan janji kita bakalan sering kesini. Devan janji suatu saat kita bakalan tinggal lagi disini dengan kondisi kita yang lebih baik."

"Tapi dev..."

"Devan gak mau liat kakak murung terus. Mandangin foto Danu di kamar sendirian sampai pagi. Devan mau kita supaya baik-baik aja. Kemaren ada yang bilang sama Devan, kalau Danu bakalan sedih kalau liat dua saudaranya sedih."

Randi masih tidak sanggup menerima keputusan yang akan mereka ambil. Mereka bertiga sudah meletakkan kenangan  bersama-sama dirumah ini. Bahkan dengan ibunya juga.

"Devan janji". Ucapnya berusaha kembali meyakinkan. "Ayok kak, nanti kita bisa ketinggakan pesawat"

Iya, mereka akan meninggalkan kota tersebut. Meninggalkan segala tawa dan luka. Devan akan melunaskan janjinya untuk membalas semua kebaikan  Randi selama ini. Mengorbankan hidupnya untuk mereka berdua.

Sekarang Devan harus membuat Randi merasakan bagaimana indahnya dunia mereka. Biarkan Devan yang akan menanggung semua.

Ketika mereka berdua akan membuka pintu kayu tersebut, seseorang mendorongnya dengan sangat keras hingga membuat Randi hampir terkena hempasan pintu.

Devan langsung membulatkan matanya marah. Memandang Randi yang untungnya tidak sampai terkena siku pintu.

"Sial"

Lelaki itu langsung bersujud di bawah kaki Devan dan Randi.

Randi terkejut bukan main. Sementara Devan hanya mampu terdiam tanpa melakukan pergerakan lain. Dialihkannya pandangannya kesamping. Berusaha untuk tidak melihat laki-laki paruh baya yang bersimpuh di depannya.

Random Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang