Tujuh

2K 249 17
                                    

-Kenapa bahagia selalu datang sebentar? Padahal sedih seperti setiap saat saja singgah-

Randi keluar dari pintu kaca itu untuk kesekian kalinya dengan sebuah penolakan. Beberapa tempat sedang tidak membutuhkan tenaga tambahan. Beberapa lagi langsung menolak saat tau Randi tidak memiliki riwayat pendidikan yang memuaskan.

Panas matahari terik siang ini, baju sederhana yang dipakainya bermandikan keringat. Kakinya sangat sangat sangat lelah melangkah. Dari pagi, namun tidak mendapat hasil apapun.

Usaha terakhirnya adalah sebuah cafe kecil di ujung jalanan. Cafe itu tampak sangat ramai. Bahkan sebelum masuk pun, Randi sudah pesimis duluan jika dirinya akan diterima.

Apakah ada yang bertanya-tanya mengapa Randi mencari pekerjaan? Yap. Randi dipecat tanpa penghormatan. Bukan hanya dari tempat konstruksi, Randi bahkan juga dipecat dari bengkel tempat kerjanya yang lain.

Sungguh malang.

Kakinya melangkah masuk, mendorong pintu kayu yang tampak manis itu dan suara lonceng terdengar.

Hiruk pikuk di dalamnya langsung menyambut. Cafe ini diluar prediksinya. Dari luar memang tampak kecil dan sederhana. Namun di dalamnya, luas sekali.

Kebanyakan tentu para mahasiswa, karena memang di ujung jalan ini terdapat sebuah universitas dan juga beberapa sekolah.

Randi meremas tangannya yang basah. Sekarang dia tampak seperti gelandangan yang masuk ke dalam area orang-orang yang bersih dan rapih.

Prangg

Semua mengalihkan pandangan. Termasuk Randi. Seorang pramusaji tampak menundukkan kepalanya tanda maaf kepada pelanggan yang terkena tumpahan kopi.

"KAU BUTA HAH? LIHAT BAJUKU KOTOR!!"

Randi segera mendekat tanpa basa-basi. Menarik lengan pemuda yang terus menundukkan kepalanya.

"Kau tak apa?"

"HEH, KAU SIAPA LAGI. KAU JUGA BEKERJA DISINI? DASAR TIDAK BECUS KALIAN"

Randi mengambil tisu di meja sampingnya dan memberikannya kepada pemuda tadi melihat tangan itu berlumuran kopi yang masih mengepul asapnya.

Pasti akan melepuh.

Keributan itu mengundang seorang perempuan keluar dari area dapur.

Camele menatap "adik" angkatnya itu terkejut. Bajunya kotor oleh tumpahan kopi dan tangannya terlihat gemetar.

"Edo, kau tak apa? Hei tanganmu. Shh"

"Hei mbak, kau pemilik cafe ini ya? Tolong ya jika kau ingin mempekerjakan pelayan agar dilatih terlebih dahulu. Lihat ini, bajuku yang mahal jadi kotor"

Camele menggeram marah. Padahal pemuda ingusan di depannya ini hanya terkena sedikit saja. Itupun hanya tetes-tetesan saja. Sementara baju adiknya itu penuh oleh kopi.

Camele menatap garang pemuda di depannya. Edo menatap khawatir. Sementara Randi terlihat menyaksikan pertunjukkan di hadapannya.

"Dengar ya wahai remaja sombong sepertimu. Cafe ini tidak akan bangkrut jika kau tidak lagi datang kesini. Dan soal baju mahalmu itu. Cih, aku akan ganti tujuh klai lipat. Sebagai gantinya..."

Camele manarik tangan Edo pelan.

"Kau harus minta maaf pada adikku. Cepat."

"HAHAHAHA. Kau bercanda? Kau tidak tau aku siapa? Kau akan menyesal telah menghinaku seperti ini"

Camele semakin menaikkan dagunya.

"Oh oh oh. Memangnya kau siapa ha?!?!?. Aku tidak perduli. Lihat, tangan adikku melepuh karna kau. Sekarang minta maaf"

Random Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang