DUA PULUH LIMA

198 24 0
                                    

Let's votement!
Happy reading..

Ada yang aneh. Tidak ada kehangatan di rumah. Entah sudah hari keberapa ayahnya tidak kunjung pulang. Tiap malam tiba, sayup-sayup Rose mendengar suara isak tangis dari kamar sebelah. Kamar milik ayah dan ibunya. Namun beberapa hari ini hanya ada ibunya yang tidur sendirian di sana.

Rose yang kala itu masih berusia enam tahun terbangun dari tidurnya. Dirinya yang penuh akan rasa ingin tahu keluar dari kamar untuk melihat keadaan di dalam kamar ibunya. Sudah lama Rose ingin tahu apa yang terjadi setiap malam tetapi ia takut untuk melihat ke dalam. Untuk malam ini rasa penasaran Rose sudah berada di puncak.

PRANG!

Tangan kecil Rose yang memegang kenop pintu bergetar. Jelas sekali ia mendengar sebuah benda kaca terjatuh. Dengan panik gadis itu membuka pintu kamar. Tidak ada bekas benda jatuh di sana. Hanya ada ibunya yang menangis sambil menghadap ke arah jendela. Rose berlari memeluk pinggang kecil ibunya. Dapat Rose rasakan tubuh sang ibu yang kian kurus tiap harinya.

"Eomma, kenapa menangis?" tanya Rose ikut menangis.

"Rose belum tidur?" kejut wanita itu.

"Rose mendengar suara benda jatuh tadi.." lirih Rose.

Kim Jiwon. Ibu dari Rose itu tersenyum miris lalu menggendong Rose dengan tangan ringkihnya. Jiwon mendudukkan putrinya di jendela lalu memeluknya dari belakang. Sambil memeluk putrinya, Jiwon menangis.

"Wanita yang bersama appa di bawah sana cantik ya?" tanya Jiwon pada Rose.

Di bawah sana, Rose mendapati sang ayah sedang memeluk erat seorang wanita dengan posisi ayahnya yang membelakangi rumah. Rose menatap ibunya bingung namun sang ibu hanya mengusap kepalanya pelan.

"Appa sudah mengabaikan eomma. Dia bahkan tidak berkutik saat eomma menjatuhkan botol parfum dan mengenai atap." cerita Jiwon.

"Wanita itu siapa eomma? Kenapa appa menciumnya seperti mencium eomma?" tanya Rose dengan polosnya ketika melihat ayahnya kini bergerak mencium mesra wanita dengan pakaian kantor yang ketat itu.

"Dia akan menjadi keluarga kita. Bulan depan appa akan menikahi wanita itu dan kau akan punya saudara. Appa menghamili wanita itu dan akan menduakan eomma." ucap Jiwon dengan datar. Ia sudah kehilangan emosi dalam dirinya.

Respon yang ditunjukkan Rose diluar dugaan Jiwon. Gadis kecil itu menatap Jiwon sambil tersenyum sumringah, "Asyik dong, berarti rumah kita tidak sepi lagi. Aku punya teman di rumah begitu juga dengan eomma!"

"Rose suka dengan wanita itu?" tanya Jiwon lirih.

"Dia terlihat cantik. Kata appa perempuan yang cantik itu baik. Eomma juga cantik."

Miris. Jiwon tidak percaya kata-kata menyakitkan itu akan keluar dari bibir putrinya. Apa saja yang Seojoon katakan selama bersama Rose. Kenapa suaminya itu mendidiknya dengan pola pikirnya yang bahkan Jiwon sulit untuk mengerti. Jiwon melepaskan pelukannya di tubuh Rose lalu pergi dari kamar dengan langkah gontai.

"Jiwon sayang, kamu mau kemana? Ayo tidur bersama Minyoung juga."

Saat Jiwon hendak keluar dari kamar, ia berpaspasan dengan Seojoon dan Minyoung. Oh tidak, lihatlah tangan Seojoon yang menggenggam tangan Minyoung. Jiwon menggigit bibirnya, menahan amarah yang siap untuk meledak. Jiwon menutup matanya ketika melihat baju Seojoon yang kusut dan beberapa kancing kemeja bagian atas Minyoung yang terlepas memperlihatkan bra bewarna merah yang menggoda.

"Pakai saja kamarnya, aku mau keluar sebentar." ucap Jiwon acuh.

Seojoon mencengkram tangan Jiwon erat, "Sudah malam, jangan keluar. Bukankah kamu sudah merestui hubungan kita? Kamu harus akur dengan Minyoung."

Flower Path (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang