Setelah akhirnya Qonita bersedia untuk pulang, kini dia berada di tengah-tengah keluarganya yang sudah berkumpul di ruang keluarga. Belum ada yang berani membuka suara karena Abdul masih berdiam diri. Menatap lekat wajah cucu perempuannya. Sedangkan Qonita hanya menunduk tak berani membalas tatapan Abdul. Qonita memang sedikit susah untuk di atur tapi hal yang paling dia takutkan adalah kemarahan dari kakeknya.
Abdul merasa kecewa dengan tindakan Qonita yang lari dari pernikahannya. Namun dia pun sadar karena terlalu memaksa Qonita untuk menikah.
"Maaf karena Opa terlalu memaksa kamu untuk menikah hingga akhirnya kamu berontak seperti ini." Qonita mengangkat wajahnya.
Seperti reaksi Faisal sebelumnya. Qonita kira dirinya akan terkena amukan seluruh keluarganya namun pemikirannya salah. Tapi dia tidak suka itu. Karena itu membuat dia seperti orang yang sangat bersalah saat ini. Dia lebih senang jika saat ini di marahi oleh keluarganya dengan itu dia bisa meluapkan juga emosi pada dirinya.
"Opa mohon cobalah untuk menerima Zidan. Berbaktilah kepadanya karena sekarang ridho Allah ada padanya. Kamu telah menjadi tanggung jawabnya sekarang."
Qonita terdiam. Dia bosan karena sedari tadi orang-orang hanya meminta dirinya untuk menerima Zidan tanpa ada yang mengerti dirinya.
"Maaf Opa, Qiyya capek. Qiyya mau ke kamar dulu."
Qonita beranjak dari duduknya.
"Zidan! Ikutlah dengan Qonita ke kamarnya."
Qonita menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Abdul.
Mendapat tatapan tajam dari Qonita, Abdul kembali bersuara. "Zidan suami kamu."
Tanpa menanggapi, Qonita melanjutkan kembali langkahnya.
Abdul menepuk bahu Zidan. "Kamu harus bersabar menghadapi sikap Qonita." Zidan mengangguk dan pamit undur diri. Dia mengikuti langkah Qonita menuju kamar. Namun setelah masuk ke dalam kamar Qonita malah membanting pintunya cukup keras membuat Zidan terkejut. Zidan mengusap-usap dadanya seraya beristigfar. Kini dia harus berjuang untuk mendapatkan hati istrinya.
Zidan membuka pintu kamar. Untung saja pintu itu tidak Qonita kunci. Kalau sampai itu terjadi bisa bisa malam ini dia harus tidur di sofa.
Qonita tidak ada di kamarnya tapi terdengar suara keran yang menyala menandakan sedang ada orang di dalam kamar mandi. Di dalam sana Qonita menatap pantulan wajahnya di cermin. Dia berpikir dengan keras bagaimana caranya agar terlepas dari hubungan yang dia tidak inginkan. Cara satu-satunya adalah membuat Zidan tidak nyaman dengan begitu Zidan sendirilah yang akan melepaskannya.
Setelah selesai membersihkan diri tangan Qonita melayang di dekat gantungan yang biasa dia letakkan handuk, namun di sana tidak terlihat benda itu. Qonita menepuk jidatnya. Bisa-bisanya dia mandi tapi lupa untuk membawa handuk. Dan sekarang apa yang harus dia lakukan. Baju yang tadi dia pakai sudah di masukan kedalam keranjang cucian.
Sudah hampir satu jam Zidan menunggu Qonita keluar dari kamar mandi namun istrinya itu belum juga terlihat. Yang dia tahu perempuan memang selalu lama saat berada di kamar mandi namun karena takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan Zidan memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar mandi.
"Qonita! Kamu tidak apa-apa kan di dalam?" tanya Zidan sedikit berteriak.
Belum ada jawaban dari dalam sana membuat Zidan semakin khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yakin Masuk Surga?
SpiritualKetika hati telah tersakiti oleh sosok laki-laki yang di anggap sebagai cinta pertama. Sulit rasanya untuk kembali menerima cinta yang lainnya. "Saya ingin bertanya satu hal. Apa di hati kamu masih ada ruang kosong untuk saya tempati?" Zidan merasak...