Mereka lebih senang menyalahkan tanpa ingin mencari kebenaran.
_Yakin Masuk Surga_
By: ghina_alfajri
🍁🍁🍁
Saat jam makan siang tiba Qonita biasanya pergi ke tempat makan bersama dengan Maya. Namun beberapa hari ini dia selalu melewatkan jam makan siangnya dengan alasan dia tidak lapar. Qonita memang merasakan kurang bersemangat dalam melakukan apapun. Dia merasa belum tenang karena hasil otopsi dari ahli forensik belum juga keluar. Saat ini Qonita merasakan tubuhnya sangat lemas.
"Kak!" panggil seseorang seraya mendekati Qonita. "Aku mau bicara sebentar."
"Gue gak ada waktu buat dengerin omongan lo," jawab Qonita ketus. Dia tahu siapa yang sedang mengajaknya bicara. Qonita masih sibuk dengan pekerjaannya. Tanpa ingin menoleh ke arah Regina.
"Tapi ini penting, Kak," Regina menghentikan ucapannya. Qonita sama sekali tidak menggubrisnya. "Papa masuk rumah sakit."
"Bukan urusan gue."
"Tapi Papa pengen ketemu Kakak."
"GUE BILANG BUKAN URUSAN GUE," teriak Qonita seraya berdiri menatap tajam ke arah Regina.
Semua karyawan yang berada di ruangan itu terlonjak kaget mendengar suara Qonita yang terdengar penuh emosi. Untung saja situasi tidak terlalu ramai karena sedang jam istirahat.
"Tapi Kak, kasian Papa," kata Regina dengan nada yang lemah.
"GUE GAK PEDULI SAMA DIA," kata Qonita penuh tekanan.
Air mata mengalir membasahi pipi Regina. Semakin membuat Qonita merasa muak. Regina bersikap seolah sangat tersakiti oleh sikap Qonita. Padahal Qonita tahu jika Regina tengah melakukan drama saat ini. Namun Qonita pun belum mengerti apa yang menjadi alasan Regina bersikap seperti itu.
"Baik kalau Kakak enggak mau jenguk Papa. Asal Kakak tahu Papa itu sayang banget sama Kakak. bahkan, Papa lebih sayang Kakak dari pada aku. Buktinya Papa sampai sakit karena memikirkan kakak yang menghilang di hari pernikahan Kakak. Untung saja waktu itu akad telah di laksanakan."
"DIAM!" Amarah Qonita semakin terpancing karena Regina dengan lancangnya berbicara tentang kehidupannya.
Orang di sekitar Qonita semakin terkejut mendengar pernyataan Regina. Mereka tidak menyangka kalau Qonita sebenarnya telah menikah. Kini mereka saling berbisik. Menyibukan diri dengan bahan obrolan yang menarik untuk mereka bahas.
"Aku selalu berdo'a untuk Kakak dan juga Mas Zidan. Semoga keluarga kalian selalu di berikan kebahagiaan."
"LO!" Qonita mengarahkan jari telunjuknya ke depan wajah Regina. "GAK USAH IKUT CAMPUR! DAN JANGAN PERNAH PANGGIL GUE KAKAK. GUE MUAK DENGERNYA. GUE BUKAN KAKAK LO. NGERTI!"
"STOP!" suara bariton menggema memenuhi ruangan menghentikan pertikaian antara kakak beradik itu.
"Ini bukan pasar jadi berhenti untuk beradu mulut di sini," ucap Rasyid mengingatkan.
"Qonita!" panggil Rasyid, "Ke ruangan saya sekarang!" katanya memerintah Qonita.
Qonita menghentakkan langkahnya dan dengan sengaja menyenggol bahu Regina dengan kasar.
****
Lima belas menit lagi waktu maghrib tiba namun Qonita belum juga keluar dari kantornya. Sudah satu jam lebih Zidan menunggu Qonita di parkiran. Zidan mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam saku. Dia menunggu kabar dari Qonita tapi istrinya itu tidak mengirim pesan sama sekali. Qonita belum pernah sekali pun mengirimkan pesan kepada Zidan. Bahkan nomor Zidan pun tidak Qonita simpan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yakin Masuk Surga?
SpiritualKetika hati telah tersakiti oleh sosok laki-laki yang di anggap sebagai cinta pertama. Sulit rasanya untuk kembali menerima cinta yang lainnya. "Saya ingin bertanya satu hal. Apa di hati kamu masih ada ruang kosong untuk saya tempati?" Zidan merasak...