Bab 10

1.3K 275 14
                                    

Motor yang Zidan kendarai berhenti di depan pekarangan rumahnya yang sederhana. Dia tinggal di kawasan padat penduduk jadi hanya kendaraan roda dua yang dapat melewati gang rumahnya. Zidan merasa bersyukur karena meskipun rumahnya berukuran kecil tapi dia dapat membeli rumah itu dengan hasil jerih payahnya sendiri.

"Ayo masuk, Ta!" ajak Zidan.

Qonita masih diam mematung di tempatnya.

"Qonita!" Zidan memegang pundak Qonita untuk menyadarkan wanita itu dari lamunannya.

Qonita memundurkan langkahnya agar tangan Zidan terlepas dari pundaknya. "Ini rumah lo?" tanya Qonita.

"Iya, Maaf karena kamu harus tinggal di rumah yang kecil seperti ini sangat jauh berbeda dari rumah yang selama ini kamu tinggali."

Qonita kembali diam.

"Oma dan Opa juga sudah ada di dalam. Ayo masuk!"

Zidan melangkahkan kakinya menuju rumahnya. Dia sadar Qonita pasti akan terkejut jika sekarang dia harus tinggal di rumah ini. Faisal sudah menceritakan bahwa sedari kecil Qonita hidup dengan kemewahan jadi sepertinya Qonita akan sulit untuk beradaptasi. Di tambah lagi Qonita memang tidak bisa jauh dari Omanya.

Perlahan Qonita menghampiri Zidan yang berada di depan pintu.

"Assalamu'alaikum," ucap Zidan sambil mengetuk pintu rumahnya.

Seorang perempuan membuka pintu seraya menjawab salam dari Zidan.

Zidan mengulurkan tangan untuk mencium tangan ibunya namun ibunya itu malah menghambur memeluk Qonita yang berada di samping tubuhnya. Zidan menarik kembali tangannya yang tak di sambut.

"Alhamdulillah, akhirnya ibu bisa peluk kamu, Nak," ucap Nur dengan mata yang berkaca-kaca, "Gimana kabar kamu, sayang?" Nur melepaskan pelukannya dan menatap Qonita dengan lekat.

"Ba... Baik, Tante," jawab Qonita. Entah kenapa kini Qonita merasa gugup. Hatinya berdesir saat mendapatkan pelukan hangat dari wanita di depannya.

"Jangan panggil Tante. Panggil Ibu saja. Karena kamu sekarang adalah anak Ibu." Senyuman terus menghiasi wajah Nur. Nur merangkul pundak Qonita dan menggiringnya memasuki rumah.

Zidan menatap kepergian Qonita dan Ibunya yang menghiraukan dirinya. Zidan merasa keberadaannya tidak di anggap.

****

Qonita merasa tidurnya terganggu saat tubuhnya perlahan di guncang seseorang.

"Apa sih ganggu orang tidur saja," gerutu Qonita. Dia tahu jika orang yang mengganggu tidurnya itu adalah Zidan. Beberapa hari tinggal bersama lelaki itu mengganggu tidurnya sudah menjadi rutinitas Zidan.

"Bangun, Ta! Sudah masuk waktu subuh, saya mau berangkat ke masjid," kata Zidan. Tangannya masih sibuk membangunkan istrinya.

"Ya udah pergi aja sana!"

"Kamu bangun dulu baru saya berangkat."

Karena gemas istrinya itu masih saja meringkuk Zidan menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Qonita. Tangan kanannya memencet hidung Qonita agar wanita itu lekas terbangun.

Merasa sulit untuk bernapas Qonita menepis tangan Zidan dan langsung mendudukan dirinya dengan emosi yang mulai naik.

"Ngeselin banget sih lo! pagi-pagi udah ngajak ribut."

Zidan menaruh telunjuknya di depan bibir. "Sttt! Jangan teriak-teriak, nanti kalau ibu dengar gimana?"

"Bodo!" hardik Qonita.

Yakin Masuk Surga?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang