Prolog

9.3K 844 211
                                    

Suara teriakan yang saling bersahutan semakin saja memekakkan telinga. Di iringi dengan suara pecahan dari benda yang terbuat dari kaca menghiasi pembicaraan mereka. Entah apa yang sebenarnya sedang terjadi sekarang, perempuan berumur sepuluh tahun itu memeluk kedua kakinya di sudut kamarnya.

Sosok laki-laki berambut pirang terus saja memeluk wanita tersebut dengan erat meskipun dia sendiri pun merasa takut akan situasi yang terasa mencekam. Tangannya dengan lembut mengusap-usap kepala wanita yang berada dalam dekapannya. Umurnya dengan wanita kecil itu hanya terpaut tiga tahun. Satu-satunya adik perempuan yang dia miliki.

"Jangan nangis lagi ya, Ta. Semuanya akan baik-baik saja," ucapnya yang sedari tadi mencoba menenangkan adik kecilnya itu yang tengah menangis histeris.

Pintu kamar terbuka dengan kasar, menampilkan seorang wanita dewasa yang tengah dalam kondisi tidak baik-baik saja. Jilbab yang dikenakannya berantakan, mata sembab dan luka memar di wajahnya dihiasi dengan darah segar di pelipisnya. Melihat itu sungguh sangat membuat hati kakak beradik itu pilu. Kini wanita cantik yang telah melahirkan mereka ke dunia sedang terluka. Namun bibirnya masih memberikan senyuman kepada kedua anaknya yang sedang ketakutan. Akan tetapi matanya seakan berbicara kalau Dia sedang merasakan sakit yang teramat dalam.

Dengan sekuat tenaga Qonita berlari menghampiri wanita yang sangat dia cintai, memeluk pinggangnya dengan kuat berusaha untuk menghilangkan rasa takut yang kini menyelimutinya.

"Kita pergi ke rumah Oma ya Sayang. Kita liburan ke sana," ajaknya seraya membalas pelukan putri kecilnya.

"Di sekolah kan belum masuk liburan semester, Ma," balas Qonita.

Lusi mensejajarkan tingginya dengan sang anak, untuk memberikan pengertian agar anaknya itu mau mendengarkan perkataannya.

"Tidak apa-apa, Sayang. Nanti Mama kasih tahu ibu gurunya kalau kita mau mengunjungi Oma," rayu Lusi pada Qonita yang akhirnya mengiyakan ajakannya.

"Abang, tolong masukan barang-barang yang mau di bawa, kita pergi sekarang," titahnya kepada anak laki-lakinya yang hanya diam mematung menatap mereka berdua.

Tanpa bertanya lebih Faisal menuruti apa yang mamanya katakan. Menarik koper dari dalam lemari dan memasukan baju-baju di lemari dengan asal.

Tak lama pria yang menjabat sebagai kepala keluarga muncul dari balik pintu dengan wajah merah padam seperti orang yang dalam keadaan sangat marah. Dengan tiba-tiba tangannya menggenggam kuat lengan Lusi.

"Ma, maaf aku tidak sengaja melakukan itu. Aku mohon jangan bawa anak-anak, jangan tinggalkan aku. Aku akan mengakhiri semua dengan dia," ucapnya yang berusaha untuk berbicara dengan lembut.

Lusi menepis tangan suaminya itu dengan kasar seraya berkata, "Aku sudah tidak sudi lagi menjadi istrimu. Lebih baik kau hidup saja dengan wanita jal*ng itu. Membesarkan anak kalian bersama tanpa harus memikirkan aku dengan anak-anakku. Mereka akan tetap bahagia tanpa ayah brengsek seperti kamu."

Bak di sambar petir di siang hari Faisal kini mengerti akan masalah yang sedang di alami oleh keluarganya.

Mendengar perkataan kasar dari istrinya dengan seenaknya laki-laki itu menarik kerah baju Lusi dengan kuat. Membuat wanita itu meringis mendapat perlakuan seperti itu dari suaminya sendiri, "Jangan pernah berfikir untuk menjauhkan aku dari anak-anakku. Kau tidak akan pernah bahagia hidup tanpaku," teriak Hartawan yang terdengar nyaring memenuhi ruangan.

Melihat mamanya mendapatkan perlakuan kasar dari sang papa, Faisal berlari menghampiri laki-laki itu dan mendorongnya hingga pria tersebut tersungkur ke lantai.

"Jangan pernah lagi anda memperlakukan ibu saya dengan kasar. Saya tidak sudi lagi menjadi anak anda," ucapnya penuh tekanan.

Tanpa mengerti apa yang terjadi Qonita, si gadis hanya menangis tersedu-sedu tanpa melepaskan pelukannya terhadap mamanya. Dia kesulitan mencerna situasi yang sudah sangat kacau. Tapi dia menyadari suatu hal, papa yang selalu ia banggakan telah berbuat kesalahan yang sulit untuk di maafkan oleh mamanya.

Di malam itu juga mereka bertiga pergi meninggalkan rumah. Dengan Lusi yang mengendarai mobil yang sering di pakainya sehari-hari. Kedua anaknya di dudukan di kursi belakang. Dari tadi kakak beradik itu saling bergenggaman tangan. Faisal tahu adiknya masih ketakutan atas kejadian tadi di tambah lagi sekarang ibunya melajukan mobil dengan begitu cepat.

Suara isakan masih lolos dari bibir pengemudi hingga terdengar memilukan bagi kedua anaknya.

Faisal, anak pertamanya sudah beberapa kali memperingati ibunya untuk mengurangi kecepatan laju mobilnya akan tetapi wanita itu selalu menjawab, "Iya, Sayang. Sebentar lagi kita sampai."

Mobil melesat dengan cepat membelah jalanan tol yang menghubungkan kota Jakarta dan kota Bandung. Bukan hal baru bagi mereka yang selalu pulang pergi antara kedua kota tersebut. Setiap liburan semester sekolah mereka selalu berlibur ke rumah orang tua dari Lusi di Bandung.

Dengan kecepatan tinggi wanita itu menyalip mobil truk yang berada di depannya membuat putri kecilnya semakin kencang menggenggam tangan kakak laki-lakinya. Hingga kejadian yang tidak di inginkan pun terjadi begitu saja. Mobil yang Lusi kendarai hilang kendali. Mobil berwarna merah itu menabrak pembatas jalan yang mengakibatkan mobil yang mereka tunggangi beberapa kali berguling.

Rasa pusing yang teramat kini menyerang gadis kecil itu yang masih sadarkan diri. Terasa olehnya sesuatu mengalir dari dahinya akibat beberapa kali membentur benda keras di sekitarnya. Dia menangis sejadi-jadinya. Selain karena rasa sakit yang saat ini dia rasakan, laki-laki yang berada di sampingnya menutup matanya dengan rapat. Wajahnya di lumuri darah dengan pecahan kaca mobil menancap di sana.

"Bang Ical, bangun Bang!" ucap Qonita seraya menggoyang-goyangkan lengan kakaknya yang dapat dia raih, tapi tidak ada respon sama sekali.

"Bang Faisal!" teriaknya dengan rasa takut yang semakin menyelimutinya.

Di carinya keberadaan sang mama yang tidak ada di tempat kemudi dengan pintu yang sudah terbuka lebar.

Sosok wanita dengan tubuh berlumuran darah terkapar begitu saja di tengah jalan. Qonita mengamati sosok tersebut. Jantungnya terasa berhenti berdetak dan tubuhnya sulit untuk bergerak. Tangisnya semakin pecah seiring dengan turunnya hujan yang membasahi dedaunan. Dia tahu siapa wanita yang tergeletak tak berdaya di tengah jalan itu.

"Mama!!!" teriaknya dengan lantang. Banyak Orang yang kini mendekat menghampiri tubuh itu.

"Mama!!!"

🍁🍁🍁

Sukabumi, 21 Januari 2021
Ghina Nurul Pazri

Assalamu'alaikum manteman...

YMS? Kembali dengan cerita yang berbeda karena ada beberapa sebab jadinya aku memutuskan untuk merubah ceritanya.

Jazakumullah khoiron katsiro 😊

See you 🤗

Yakin Masuk Surga?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang