Dua Kalimat

381 54 1
                                    

by Di

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

by Di

///

Saat senja mulai naik ke permukaan, Hyunjin melangkah. Matanya memandang lembut memindai luasan pasir putih di tempat terdekatnya dengan laut lepas. Langkah membawanya pada batu karang besar di sebelah selatan.

Kakinya menapak hati-hati saat menuju satu celah besar di sana. Kepalanya menunduk. Di balik batu karang itu ada tempat tersembunyi yang Hyunjin tahu. Tidak ada siapapun di sini.

Pemuda itu menghempaskan tubuhnya ke pasir. Membiarkan kemeja putihnya bersatu dengan butiran-butiran halus di bawahnya. Tangannya tak tinggal diam. Mengambil segenggam lalu dibiarkan jatuh hingga habis. Terus berulang hingga tak kenal dengan waktu.

Sakit dan sendiri. Terdengar dari napas pasrah yang tak henti ia embuskan setelah menghela dalam-dalam. Membiarkan dadanya penuh dengan harum khas air laut. Matanya sejenak terpejam lalu terbuka. Mengamati bagaimana langit jingga itu berubah menjadi gelap.

Sudah lama pemuda itu selalu datang ke sini. Dia bahkan sudah lupa angka pastinya. Namun, dia selalu datang mengharap pada rindu yang tidak pernah hadir. Walaupun dirinya sudah amat tersungkur pada kebenaran.

Matanya kembali terpejam. Suara gesekan daun kelapa memenuhi indranya. Hyunjin tidak pernah takut apabila sendiri hingga malam. Dia tidak takut pada apapun. Kecuali, pada kebenaran yang diterimanya saat lalu.

Sebenarnya, tempat ini tidak hanya Hyunjin yang tahu. Ada satu lagi. Bahkan dia yang pertama mengajak Hyunjin ke sini. Berdalih pada rasa nyaman karena jauh dari kumpulan wisatawan di pantai itu yang makin malam makin ramai rasanya.

Hyunjin justru menemukan kenyamanan hanya saat bersamanya.

Pemuda itu mengangkat sudut bibirnya saat kenangan menghantam sudut pemikirannya. Bodoh. Seketika kata itu mendominasi. Menutup kemungkinan harapan dari kebenaran.

Orang awam yang mendengar kisahnya pasti akan menertawai dirinya. Sudah jatuh sekali tidak bisa dibangkitkan lagi. Bertahun-tahun ia memendam semuanya sendiri. Seharusnya pun kalimat itu ia pendam bersama dengan harapannya.

"Aku suka senyummu. Aku ingin lebih dekat denganmu."

Kalau Hyunjin ingin membuat acara penghargaan dalam 21 tahun hidupnya, ia akan memasukkan kalimat tersebut dalam kategori kalimat paling memalukan.

Sebenarnya itu terdengar biasa. Bahkan, tidak ada makna ambigu di dalamnya. Namun, ketika lawan bicaranya tak menjawab dan justru meninggalkannya. Hyunjin paham betul dirinya sudah ditolak padahal belum bertindak.

Hari itu ia hanya merasa pemuda yang satunya lebih menarik dari hari biasanya. Tidak ada hari spesial dan setelan yang digunakan pun yang biasa ia lihat. Namun, bagi Hyunjin yang sudah memendam keinginan selama satu bulan berkenalan, ada yang berbeda dari tarikan senyum yang lebih muda.

Oleh karena itu, tanpa persiapan dan tanpa pemikiran yang matang, Hyunjin bicara. Mengabaikan tatapan kebingungan dari lawannya saat Hyunjin memanggil dan hanya diam saat belum ingin mengutarakan kegundahan hatinya.

Hanya saja ketika dua kalimat itu terucap secara pelan dan hati-hati, Hyunjin merasa dunianya runtuh saat itu juga. Kala tangan yang lebih muda dan lebih mungil itu menggenggam singkat kepalan tangan Hyunjin lalu tersenyum ke arahnya. Manis? Sangat.

Namun, lima detik kemudian (Hyunjin diam-diam menghitungnya dalam hati), lawan bicaranya itu bangkit tanpa kata. Tanpa balasan. Tanpa jawaban. Berjalan santai seakan tanpa beban. Meninggalkan Hyunjin sendirian.

"Seungmin..."

Lirih Hyunjin saat diamnya membuat teringat waktu lalu. Lengan kanannya diarahkan untuk menutup matanya. Membiarkan dirinya ditemani angin malam yang mulai menusuk kulitnya. Hyunjin telah terbiasa.

Sepertinya cukup lama hingga telinga Hyunjin menangkap satu suara. Pekik kecil dari arah utara. Hyunjin mencoba mengabaikannya dan lebih memfokuskan diri pada suara ombak dan gesekan dedaunan.

Pemuda tinggi itu menajamkan pendengarannya dan memulai sikap waspada saat terdengar suara langkah kaki mendekat. Dia penasaran, tetapi tangannya seakan enggan lepas dari kegiatan menutupi matanya.

Fokusnya mulai berantakan saat mendengar suara napas yang beraturan di hadapan wajahnya. Dekat sekali hingga Hyunjin bisa mencium aroma manis yang menenangkan. Hyunjin masih diam dan belum ingin memindahkan lengannya.

"Hyunjin..."

Saat suara lirih itu berdengung di telinganya, Hyunjin terpaku. Secara tak sadar, napasnya berhenti. Terkejut karena suara yang sangat dirindunya kembali bisa ia dengar.

"Hyun-"

Kalimat itu belum selesai. Namun, Hyunjin sudah menangkap raga mungil itu untuk masuk ke dalam rengkuhannya. Membiarkan wajahnya terbenam dalam kehangatan yang ditawarkan yang lebih muda.

Hyunjin menghitungnya. Lima detik. Satu menit. Lima menit. Pelukan itu tidak ia lepas. Seungmin pun seakan enggan melepasnya. Membiarkan Hyunjin membayar rasa kerinduan yang mendalam padanya. Karena dirinya pun demikian.

"Biarkan aku lebih dekat denganmu, Seungmin. Jangan pergi lagi."

Seungmin mengangguk dan membiarkan Hyunjin memeluknya lebih erat lagi.

***

Mari sapa penulis cerita ini melalui wattpad dhyunjae dan twitter @dhyunjae! :D

SPICA FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang