| Teman |

190 26 5
                                        

Hanya ... tidak suka miliknya diganggu.

•●•

Jatuh berkali- kalipun, asal gadis cantik di dekatnya terus tertawa lepas, Jeva tidak keberatan.

Debu di celana belakang sudah ia hapuskan, Jeva kini memutar kepala dan menyengir lebar pada gadis berbando hitam di sampingnya ini.

"Gue sengaja jatuh, biar lo ketawa," cetus Jeva, terkesan pura- pura. Padahal, jelas- jelas ia jatuh setelah turun dengan meluncur di pegangan tangga tadi.

Rainey memelankan tawanya, berakhir menggeleng dramatis, berikut dengan decakan- decakan kecil yang membikin senyum Jeva semakin lebar.

"Iya, percaya, deh." Rainey mengakhiri drama jatuhnya Jeva yang jadi tontonan satu koridor kelas dua belas itu dengan mengiakan.

Kini, keduanya melangkah lagi. Tak harus menuruni anak tangga seperti yang mereka lakukan setiap kali akan masuk atau keluar dari kelas. Tidak ada yang mengerti dengan pasti, kenapa pihak sekolah membuat gedung pembelajaran menjadi tiga tingkat, kemudian meletakkan seluruh kelas sepuluh di tingkat paling atas.

Alasan yang pernah Jeva dan Rainey dengar, anak kelas dua belas sering protes karena rasa capai akibat naik turun tangga. Beralasan encok, rematik, mager, dan sebagainya.

Dengan alasan- alasan sepele itu, pihak sekolah secara resmi menukar koridor paling atas menjadi milik kelas sepuluh, dan anak kelas dua belas ada di lantai dasar. Kelas sebelas tidak terganggu. Mereka di posisi aman.

"Nanti, gue suruh Papa beli sekolah ini, Ney," kata Jeva saat ia dan Rainey masih berjalan di koridor khusus jurusan ilmu alam.

Memang pada dasarnya, Rainey terlalu sabar untuk meladeni macam- macam omongan Jeva. Yang betul, yang tidak jelas, yang di luar nalar. Gadis cantik dengan anugrah kesabaran luar biasa.

"Gue serius." Jeva menekankan ketika bukannya menyahut, Rainey hanya memandangnya sambil mengulum senyum. "Nanti tapi, ya. Tunggu gue sweet seventeen, gue minta hadiah sekolah ini sama Papa." Sekali lagi, Rainey memberikan anggukan kepalanya sebagai respons yang paling membuat senang seorang Jeva.

Kemudian, Jeva diam ketika mereka sampai di kantin.

Karena waktu istirahat setiap angkatan dibedakan, kantin jadi jauh lebih lengang. Jeva menarik Rainey duduk di salah satu kursi, ia sendiri langsung mengacir masuk ke kerumunan dan sampai di warung yang menjual seblak.

"Dua, Mbah," pesannya pada wanita tua bersuku Jawa itu. "Yang pedes, Mbah. Jangan sampai kalah pedes sama omongan netizen." Bahkan seorang penjual kantin saja paham dan terbiasa akan lelucon anak laki- laki itu. Wanita tua itu tersenyum simpul.

Dengan uang dua puluh ribu selembar milik Jeva, satu nampan berisi dua piring seblak level lima sudah berpindah kepemilikan.

Begitu dibawanya makanan itu dengan hati-hati, langkah terpilih, diselingi omelan kecil ketika seseorang tidak sengaja menyenggol tangan atau tubuhnya, Jeva hampir berseru kuat mengingat hanya ada Rainey di meja pilihannya tadi.

Namun, milik Jeva sudah diambil alih.

Bukan hanya soal Rainey, tempat duduk pun tidak lagi tersisa. Anak laki- laki yang kelasnya ada di sebelah kelas Jeva juga Rainey itu membawa teman- temannya.

Duduk, menemani Rainey.

Jeva tidak merasa meninggalkan Rainey terlalu lama, hingga posisinya secepat itu akan diambil orang lain.

Jeva mendengus, suasana hatinya buruk. Ia mengambil langkah beberapa kali lagi hingga sampai di meja itu.

Bahkan, meja sudah terisi oleh mangkuk- mangkuk makanan. Tepat di hadapan Rainey, semangkuk mie ayam yang kuahnya masih mengepul dan bau harumnya yang menggaruk hidung tersedia. Siap disantap.

Rainey segera bicara ketika ia melihat Jeva berdiri mematung di sebelahnya.

"Hm.. maaf, Je. Tapi, Yonash sudah traktir gue"

🌻🌻🌻

Say hi to :

Tinggalkan jejak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tinggalkan jejak. Terima kasih atas dukungannya sejauh ini. Neol saranghae💛😂

instagram | seirasjiwa

LINDRAKA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang