| Nama |

159 24 3
                                        

Keluarga baik yang terdiri dari tiga anggota keluarga itu memeluk masing- masing keluarga Juna, termasuk ia juga. Diiringi tetes air mata, diselingi permohonan maaf apabila selama tinggal beriringan selama hampir lima tahun ini, pernah menyusahkan atau merepotkan. Faktanya, Juna dan keluarga tidak pernah merasa seperti itu. Mereka menganggap tetangga sebagai kerabat sendiri.

Setelah hampir sepuluh menit berbincang, berpelukan, berderai air mata, keluarga itu akhirnya pergi.

"Hm, Pa." Juna memanggil pria tinggi dan putih itu pelan.

Sang Papa menoleh. "Iya, Kak?"

"Rumah sebelah ... bakalan lama kosong, ya?" tanya Juna.

Pria awal empat puluhan itu mengernyit, berpikir soal jawaban atas pertanyaan itu. "Kayaknya, enggak."

Kedua alis Juna sontak naik. "Masa iya? Memangnya sudah ada yang lihat- lihat?"

"Kata Mama, ada," sahut Papa Juna dan Jeva itu. Ia mengambil langkah, diikuti Juna kemudian.

"Oh." Detik berikutnya, mereka sudah sampai di ruang televisi, dan Juna memilih duduk di atas sofa sambil mengenyahkan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Juna baru saja akan mengambil alih remote televisi-setelah tadi berebut dengan Jeva dan berakhir diomeli Mama- ketika bel rumah mereka ditekan seseorang.

Tiga laki- laki di ruang televisi kompak menoleh.

"Tolong buka pintunya, ya." Itu suara Mama yang ada di dapur.

"Bukain gih, Kak," suruh sang Papa.

Juna mendesah. Selalu ia yang akan membukakan pintu untuk tamu- tamu. Papa terlalu sukar bergerak di posisi nyamannya, Jeva lebih sering sok sibuk mengerjakan tugas atau apalah itu agar tidak disuruh.

Ketika pintu sudah dibuka, Juna mengira akan ada wajah familiar yang ia lihat, akan ia beri senyum ramah sebagai bentuk hormat. Namun, justru wajah dengan tipe lain-bentuk wajahnya tidak seperti orang- orang Asia- menyapa indra penglihatan Juna.

"Siapa?" tanya Juna pelan.

"Tetangga," sahut gadis bermata sayu itu. Tidak semangat, tetapi nada suaranya juga tidak terdengar sinis. "Kami mengirim parcel." Perwujudan benda yang disebutkan gadis itu diangkat. Juna menatapnya dengan segaris lurus di bibir.

"Ah, ya." Sembari mengulurkan tangan untuk menerima parcel itu, Juna menyempat matanya untuk melihat sekali lagi pada wajah cantik si gadis.

Rambut panjang coklat yang jatuh di belakang punggung, alis rapi, mata besar dan beriris kehijauan, hidung mancung dan bibir agak tebal-berwarna merah jambu. Secantik itu, tetapi Juna merasa ada yang kurang.

"Terima kasih," ucap Juna. Mengukir senyum meskipun beberapa detik setelahnya, Juna sadar bahwa gadis itu tak pernah benar- benar menatap balik matanya.

Soal jejalan pertanyaannya waktu lalu, soal tetangga baru, Juna sudah punya jawabannya.

Gadis ini pasti pemilik rumah sebelah.

"Lo tinggal di sebelah?" Juna tetap bertanya. Agar yakin.

Tanpa sulit, gadis itu mengangguk tak kentara.

"Oke." Juna berdiri dengan rikuh. Jantungnya berdegup lebih cepat tatkala waktu membentang sunyi dan kaku di sela- sela mereka.

"Gue Nakaisha," kata si gadis, terkesan ogah- ogahan.

Juna mengerjapkan matanya. "Gue Juna," balasnya kemudian.

Menit membawa Nakaisha pulang seusai perkenalan singkat itu. Sementara, Juna masuk dan mendapatkan banyak pertanyaan dari anggota keluarganya.

"Siapa, Kak?"

"Parcel dari siapa tuh, Kak?"

"Tadi suaranya kayak cewek. Gebetan Kakak yang mana lagi?"

Untuk pertanyaan terakhir, Juna mendengus dan mengusak kepalan tangannya di kepala sang adik.

"Ngomongnya seolah- olah gebetan Kakak banyak banget," protes Juna.

Setelah selesai membuat adiknya jera, Juna beralih pada pertanyaan Papa dan Mamanya.

"Tetangga baru kita. Dia kirim parcel. Untuk salam kenal, kali." Begitu jawabannya.

Tahu nama itu sudah cukup. Juna mempernyaman posisi punggungnya di kepala sofa dan larut dalam tayangan televisi.

Tanpa duga- duga lebih perihal nama itu.

Tanpa duga- duga lebih perihal nama itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oke, tinggalkan jejak.

Satuuuu vote kalian itu, luar biasa berharga. Terima kasiiih.

instagram | seirasjiwa

LINDRAKA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang