Jeno Lindraka terbiasa dengan fakta bahwa ia anak haram. Lahir dari dua orang tanpa pernikahan. Sepanjang hidupnya, Jeno tidak pernah benar- benar punya tujuan. Lingkar hidupnya selalu soal luka demi luka.
Juna Lindraka baik- baik saja meski hanya b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
•●•
Soal hitung- menghitung, jangan serahkan pada Jeva.
"Kakak? Ini apa? Perasaan dulu waktu Jeva masih SD, Matematika itu cuma tambah, kurang, kali, sama bagi," tandas anak laki- laki dengan piyama berwarna merah jambu.
Fyi, Jeva suka warna itu.
"Ini namanya variabel," jelas Juna sabar. Menggunakan pulpen di tangan, ia menunjuk- nunjuk huruf x dan y di buku paket. "Variabel itu biasanya gak jauh-jauh dari x dan y. Kalau ada x, pasti ada y. X dan y selalu dicari titik ketemunya."
"Kayak gue sama Rainey ya, Kak? Gak bisa jauh- jauh, di mana ada gue di situ juga ada Rainey, terus kita yang selalu ketemu," cerocos Jeva, matanya menerawang jauh. Segera Juna usap dengan telapak tangannya yang sebesar wajah Jeva sendiri.
"Bucin mulu," sergak Juna.
"Daripada Kakak, galau mulu."
"Ini mau diajarin lagi, gak?"
"Tolong ajarkan Jeva cara memiliki Rainey."
"Gue noob soal asmara," balas Juna ketus, yang berakhir ia ditertawakan terbahak- bahak oleh adik dengan garis- garis wajah hampir menyamainya itu. "Sumpah, humor lo rendahan banget." Juna sampai bergidik geli melihat kelakuan Jeva yang kelewat tidak jelas.
Beberapa detik berikutnya, buku- buku sudah disingkirkan oleh tangan Jeva. Ia duduk memeluk lutut, tepat di depan Juna yang sedang bersandar pada kursi rumah tipe bean bag dengan mata terpejam.
"Ka—"
"Curhat masalah bucinan, Kakak aduin Papa, ya." Bibir Jeva segera mengerucut seusai Juna memotong ucapannya.
Kali ini, Juna yang tertawa.
Kelopak mata Juna terbuka. Ia menatap Jeva, meninggikan kepala dan menggunakan kedua lengannya sebagai bantalan.
"Jadi, di usia enam belas tahun, apa yang lo dapet?" Juna bertanya dengan senyumannya yang terbentuk sempurna. Di pembicaraan seperti ini, senyumnya terkesan menahan geli.
Tapi, Jeva justru terperangkap dalam suasana mendayu- dayu yang sengaja Juna ciptakan.
Bungsu itu menghela napas. "Kit ati, Kak."
Tawa Juna kembali memenuhi kamar Jeva. Ia sampai menunduk- nunduk, memeluk perutnya yang bisa kram kapan saja karena terlalu sering tertawa.
Jeva memandangi kakaknya itu tanpa emosi.
"Akhlak Kakak di mana?" Pertanyaan itu terlontar tepat saat Juna mengurai tawa dan menegakkan punggung dengan kedua sudut mata berair. "Kak Juna minim banget akhlaknya."
Juna tertawa lagi.
Kontan saja Jeva memelotot. Tidak sangka akan ditertawakan, justru di saat ia sedang tidak melakukan apa pun, kecuali bercerita dengan serius soal masalah pertamanya di usia enam belas tahun.
"Ada yang lebih rendah dari Samudera Atlantik." Jeva menatap aneh pada Juna, yang tengah mengatur pernapasan. "Humor lo, Kak. Rendah banget. Hih."
Jarang- jarang Juna sesenang ini. Ia membiarkan dirinya tertawa sekali lagi, mengingat saat- saat ini, untuk nanti ia ulang ketika suasana hati juga permasalahannya yang muram datang.
"Sakit hati? Di usia lo yang baru aja enam belas tahun?" Juna menggeleng- gelengkan kepala, senyumnya bertahan. "Selamat. Perjalanan lo masih panjang, itu artinya sakit hati lo juga panjang."
"Amit- amit," tolak Jeva bergidik.
Juna sudah kembali tenang. "Kakak punya kata- kata," Ia berdehem. Membuat mata Jeva mengerjap- ngerjap tak sabar. "Ada dua rasa paling sulit dibedakan. Pertama, rasa sayang yang menjelma terikat. Kedua, rasa sayang yang tetap seperti itu. Terdengar sama aja, 'kan? Tapi, ada bedanya.
Pertama, ketika lo sayang seseorang, lo dan dia merasakan hal yang sama dan akhirnya punya hubungan resmi, mengikat. Kedua, lo sayang seseorang, tapi gak ada yang berubah. Karena sayangnya bukan untuk dijadikan landasan hubungan.
Dalam kasus lo ini, Jeva," Juna bersila dengan punggung tegak. Menyorot teduh wajah Jeva yang polos. "Yang kedua, adalah gambaran rasa kalian. Sayang, sih, tapi gak bisa lebih.
Sebatas.. teman."
Dada Jeva mendadak sesak.
🌻🌻🌻
Jadi, tahu 'kan hubungan antara dua tokoh utama kita ini?