Jeno Lindraka terbiasa dengan fakta bahwa ia anak haram. Lahir dari dua orang tanpa pernikahan. Sepanjang hidupnya, Jeno tidak pernah benar- benar punya tujuan. Lingkar hidupnya selalu soal luka demi luka.
Juna Lindraka baik- baik saja meski hanya b...
Sebuah kemajuan kala Jeno mau menghadiri setidaknya satu saja kelas di kampus.
Hari ini, selesai dengan kelas Pengkajian Bahasa Indonesia, Jeno memutuskan langsung mengangkut tas hitamnya dan keluar dari ruangan. Tanpa peduli pada hal- hal yang ada di sekitar, atau pun apa yang tubuhnya lewati.
Jeno sudah terlalu banyak menggunakan otaknya, ia merasa lapar. Dengan sebuah motor gede tipe Ducati Panigale, ia sampai di kafe paling dekat dari kampus. Kafe itu khusus menjual minuman dan makanan manis seperti cafe, donat, dan sejenisnya. Jeno ingin makan yang manis- manis dulu. Tempat itu jadi pilihan awalnya.
Tidak sulit menemukan kursi dan meja kosong. Jeno mengambil yang di sudut ruangan. Ada dinding kaca di samping dan belakangnya. Satu kaki Jeno segera terangkat di paha kaki yang lain, ia membaca buku menu.
"Mango smoothie, dan roti bakar isi coklat," cetus Jeno pada seorang pelayan wanita yang sudah berdiri di dekatnya sejak beberapa detik lalu.
"Topingnya, Kak?"
"Keju."
Pelayan itu kemudian pergi.
Daripada memainkan ponsel, yang justru semakin membikin otak Jeno penat, ia lebih suka bersandar nyaman di punggung kursi. Menengok ke luar jendela, pada jalanan yang tak terlalu padat, beberapa pejalan kaki. Jeno tidak terlalu fokus pada satu hal. Ia mengamati banyak dalam satu waktu.
Tidak lama berlalu, suara yang akrab menyentuh indra pendengaran Jeno. Ia tak tahan untuk tidak menolehkan kepala.
Jeno tidak tahu bagaimana Tuhan menuliskan takdir, tapi Duwi selalu sering ia lihat akhir- akhir ini. Kemarin, tumpahan minuman membikin gadis itu mencak- mencak. Lalu, Jeno menumbangkan pria tua yang ingin menyentuh Duwi. Kini, gadis itu berdiri dengan seragam kafe lengkap, rambutnya dikuncir satu, beberapanya jatuh. Tidak sampai untuk diikat.
Mungkinkah Duwi bekerja di sini?
Sampai Duwi mengangguk singkat pada pengunjung yang duduk di meja depan Jeno, berbalik dengan senyuman kecilnya, dan masuk ke pintu dapur, Jeno memandangnya tanpa jemu. Matanya terus terpaku pada pintu koboi–perbatasan antara area pelanggan dan kasir, seolah menunggu seseorang keluar dari sana.
Dan ya, yang Jeno tunggu memang muncul dari balik pintu itu.
Jeno pikir, pesanan yang ada di tangan Duwi milik pengunjung lain, mengingat bukan dia yang mencatat pesanan Jeno tadi. Namun, ketika arah tubuh gadis manis itu menuju mejanya, Jeno segera menegakkan punggung.
"Ini pesan .... " Duwi menjeda ucapannya. Jelas membulatkan mata ketika melihat Jeno. "Lo?"
"Iya, gue." Sepertinya akan selalu begini jika mereka tidak sengaja dipertemukan untuk ke sekian kalinya. "Lo kerja di sini?" tanya Jeno.
Duwi meletakkan pesanan Jeno ke hadapan laki- laki itu, sebelum ia memeluk nampan dan menjawab dengan suara pelan. "Iya."
"Udah berapa lama?"
"Hm .... baru dua hari."
"Bagus. Lo gak jadi harus berserah diri sama Om- Om."
Duwi menelan ludah keringnya. Tahu bahwa Jeno membahas peristiwa beberapa hari lalu.
"Makasih," cicit Duwi. "Untuk pukulan lo ke orang itu, untuk jaketnya."
Meski sudah menahan diri, Jeno tidak bisa untuk tidak menatap mata Duwi.
"Ya. Lo bisa anggap itu sebagai permohonan maaf, karena jus buah yang gue tumpahin di kemeja lo," tandas Jeno dengan raut wajah tanpa emosi.
Duwi terlihat semakin tidak nyaman dalam keadaan ini. Ia mengangguk terpatah. "Iya. Gue lanjut kerja, ya?"
"Silakan."
Duwi berbalik dan masuk lagi ke pintu itu.
Tanpa tahu bahwa pandangan Jeno terus mengikutinya, walau faktanya Jeno bahkan tak pernah benar- benar bisa fokus pada satu hal saja. Duwi .... berbeda.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ini Jeno Lindraka waktu dipaksa sama teman-teman kelas untuk jadi perwakilan model majalah kampus. Sebenarnya Jeno lagi kesal itu tapi di kamera kelihatan bagus dan keren abisss.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.