"Saya cuman takut Mas.... Saya takut tenggelam setelah jatuh terlalu dalam."
"Jadi ini semua cuman perkara salah paham 'kan? OK, gimana kalo kita bikin kesalahpahaman itu jadi kenyataan?"
"Maksudnya, Mas?"
"Ayo kita bikin lo hamil beneran!"
"HAH?!"
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Dahlah, langsung aja, lo mau ngomong apa sama gue?"
"Gue mau curhat dikit nih."
"Kalo mau curhat tuh ya ke mamah Dedeh, ngapa malah curhat ke gue?"
"Soalnya satu-satunya orang yang berpotensi bisa ngertiin gue itu ya elo, kalo gue curhatnya sama Raffa itu sama aja gak guna, palingan dia cuman bisa bilang 'um' doang, kalo gue curhat ke Ipul itu makin bahaya, dia kan emberan."
"Iyee,,, iye,,, gue paham masalah orang yang gak punya temen kayak lo, prihatin gue."
"Please ya, julidnya disimpan dulu, harusnya lo tuh bersyukur karena beruntung terpilih sebagai tempat curhat gue, selamat!"
"Selamat pala lo! Emang lo mau curhat masalah apa sih? Tumbenan amat."
Althaf berpikir untuk sejenak, sebenarnya dia ragu untuk bercerita masalah ini pada orang lain, tapi apa salahnya mencoba berbagi unek-unek pada orang lain? Siapa tau ia mendapat pencerahan, begitu pikirnya.
Tapi apakah Z bisa dipercaya untuk berbagi cerita? Althaf masih ragu akan hal itu.
Ia hanya bergumam sambil menggaruk tengkuknya yang entah memang sedang gatal atau hanya sebuah bentuk spontanitasnya saja.
"Woy cepet cerita elah! Tengah malem gini lo nelponin gue cuman buat denger napas lo doang? Masih lebih berharga waktu tidur gue yang terbuang sia-sia ini mah."
"Mmm,,, gue beneran gak ganggu lo kan?"
"Ya ganggu lah ANJIM! Kalo ibu kost gue sampe tau gue bikin keributan tengah malem gini, bisa-bisa gue disuruh tidur di pos ronda."
"Kalo gitu gue gak jadi cerita deh, mon maap ganggu."
Althaf hendak menutup telponnya tapi ia urungkan karena tiba-tiba Z bersuara lagi.
"Eh,, eh,, eeh,,, jangan main tutup gitu dong lo! Udah keburu penasaran gini malah bilang gak jadi, mata udah terlanjur melek ya cerita lah, paling nggak kan gue melek ada gunanya."
Althaf kembali bergumam, sambil menggaruk-garuk pelipisnya, sebenarnya ia juga malu untuk bercerita masalah ini.
"Mmm,,,, gimana ya ceritanya, sebenernya gue agak ragu buat cerita masalah ini sama lo."
"Ngapa? Emang gue ada tampang-tampang ember kayak Ipul?"
Ember sih nggak, tapi julidnya melebihi mulut-mulut sepet para netijen. Althaf membatin.
"Mmm,,,,"
"Tenang aja, walopun gue emang gak bisa ngasih lo kata-kata mutiara atau kata-kata motivasi, paling nggak gue bisa jadi pendengar yang baik buat lo. Masalah yang dipendam sendiri itu bisa lebih nyakitin daripada nunggu balasan chat dari doi yang cuman ngeread doang."