•part 26•

4.5K 306 15
                                    

Varo mulai bosan berada di ruangan ini. Baterai ponselnya sudah habis, mamahnya sedang beristirahat. Dia menatap sekelilingnya, tidak ada makanan yang dapat ia makan.

Jangankan makanan, air minum saja tidak ada. Hanya air minum untuk mamanya saja yang tersedia. Varo keluar, lalu duduk di ruang tunggu.

Di ruang tunggu, ada sebuah televisi milik rumah sakit. Televisi itu tayang selama 24 jam dan hanya kanal itu-itu saja.

"Halo, kembali bertemu dengan saya Clariana Grandye di berita tengah malam. Oke permirsa, dikabarkan pesawat pribadi bernama 'Humein Al' mengalami kecelakaan.

"Pesawat jatuh pada pukul 22.58 (21/9/20). Pesawat terjatuh karena mesinnya tiba-tiba saja mati. Satu bilah kipas yang hancur menyebabkan mesin nomor satu (bagian kiri) pesawat yang menuju kutub utara kehilangan daya.

"Instrumen yang sulit dibaca membuat pilot salah mengidentifikasi mesin mana yang kehilangan daya. Para pilot yang kebingungan justru mematikan mesin nomor 2 (bagian kanan).

"Tanpa satu pun mesin yang menyala, pesawat tersebut terhempas di daerah pegunungan. Menewaskan 2 penumpang serta kapten dan first officer. Dan lainnya luka berat.

"Hai juklopers, mau nikmati lagu tanpa iklan? Beralihlah ke premium."

"Ngapain pake iklan sih? Lagi serius juga malah di tinggalin, " gerutu Varo.

"Korban-korban tadi bernama bapak Revan Adijaya, ibu Tika Revan Adijaya, serta putrinya Anindya Cantika Adijaya. Capt. Fido Verbrahma, sebagai pilot.

"Co-pilot, Giro Reylan Panangsang. Korban akan di bawa ke rumah sakit 'Coloyner Humein' yang merupakan rumah sakit yang di pimpin oleh bapak Revan Adijaya.

"Cukup sudah sampai disini saja, nantikan perkembangan berita terjatuhnya pesawat 'Humein Al'. Saya Clariana Grandye pamit undur diri, selamat malam dan sampai jumpa."

"Tika Revan Adijaya? Tika?! JANGAN-JANGAN ITU PESAWAT YANG DI PAKE TANTE TIKA BUAT KELUAR NEGERI?!" ucap Varo dengan nada terkejut, sehingga membuat orang di sekitar menatapnya aneh.

"Coloyner Humein'? Itukan rumah sakit ini? Om Revan yang pegang? Kenapa aku baru tahu? Aneh," ucap Varo dengan nada pelan.

Varo mengambil ponselnya, "Aku harus pastiin itu bukan Tante Tika."

Tangan Varo mengutak-atik ponsel, berusaha menghubungi Tika. Namun, ponsel Tika tidak aktif. Varo langsung berpikir agar dia dapat memastikan.

Beberapa menit kemudian, dia langsung saja berlari dari tempat duduk. Dia menuju ruang administrasi, dalam hatinya semoga masih ada orang yang berjaga.

Ruang administrasi sepi namun, halaman depan ramai. Bunyi sirine ambulan terdengar, perawat yang piket segera memindahkan pasien dari ambulan ke ruang IGD.

Varo berlari ke arah kerumunan orang, ingin melihat siapa pasien tersebut. Varo takut jika itu adalah Tika. Banyaknya orang membuat Varo kesulitan untuk mendekat, beberapa wartawan juga hadir.

Hal itu membuat rasa was-was Varo semakin tinggi. Cukup banyak ambulan yang di kerahkan, itu semakin membuat Varo menebak-nebak jika mereka korban pesawat Humein Al.

Varo berlari bertanya ke salah satu suster. "Sus! Numpang nanya itu pasien dari mana?" tanya Varo pada suster.

"Pasien dari pesawat Humein al," jawab suster itu.

ALONE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang