Semua terkejut, tidak ada yang menyangka Clarissa koma begitu saja. Serta kemungkinan hidup sangat kecil.
Segala perlatan medis menancap di tubuh Clarissa. Clarissa terbaring seperti orang tertidur yang lupa untuk terbangun.
Matanya masih setia tertutup, detak jantungnya tetap bergerak. Terlihat mengenaskan sekali dia didalam sana.
Wajah menyesal, kesal, sedih, dan lain sebagainya tergambar di depan ruang yang di tempati Clarissa. Di satu sisi ada smirk yang tercetak.
Seorang dokter tiba-tiba saja datang, "Mohon maaf untuk sementara ini kami tidak bisa melakukan apa-apa untuk nona Clarissa."
"Kalian harus melakukan tindakan! Saya tidak mau kehilangan Clarissa!" teriak mamanya. Dokter hanya mengangguk dan segera pergi.
"Varo, Callista, kalian pulang aja. Mama sama papa bakal jadian Clarissa, " ucap mamanya.
"Tidak! Aku yang bakal jagain Rissa! Kalian pulang aja, " sahut Tika.
"Rissa anak saya! Dia sedang berjuang di dalam sana, apa saya gak boleh nemenin anak saya sendiri?!" balas mamanya.
"Kenapa baru sekarang kamu ngakuin Rissa anak kamu?! KEMARIN KEMARIN KAMU KEMANA HAH?!" ujar Tika sedikit emosi. Mamahnya Rissa hanya diam, menunduk tidak menjawab.
Anindya berusaha menenangkan Tika. Namun, tiba-tiba saja ponsel milik Clarissa yang di bawa oleh Anindya berbunyi. Anindya menggeser tombol hijau keatas, dan telpon tersambung.
"Halo?"
"Clarissa, bisa ketemuan gak?"
"Ka-kak Cla koma, " jawab Anindya sedikit terbata-bata.
"Koma?! Sekarang Clarissa dimana?!"
"Rumah sakit ------, "
Tuttttt
Sambungan di matikan sepihak, "Siapa yang telpon?" tanya Tika.
"Temennya Kak Cla, " Anindya memasukkan ponsel Rissa pada tas selempangnya.
Varo dan Callista masih disini, mereka enggan pulang. Menit kemudian seseorang yang menelpon ponsel Clarissa datang.
"Danilo?" gumam Callista setelah melihat siapa yang datang. Ya, dia Danilo seseorang yang telah menelpon Clarissa.
"Bagaimana keadaan Clarissa?" tanya Danilo ke Anindya tanpa basa-basi. Anindya menunjuk ruangan dimana Clarissa terbaring.
Danilo langsung saja berlari menuju ruang itu. Callista langsung berdiri, ingin mengikuti Danilo masuk. Namun, ponselnya berbunyi.
Danilo pov
Gua langsung ambil kunci mobil setelah denger Clarissa masuk rumah sakit. Gak peduli sama umpatan pengguna jalan lainnya, gua ngendarain mobil kaya orang kesurupan.
Yang ada di otak gua cuma Rissa! Rissa! Rissa! Dan Rissa! Waktu gua sampe di rumah sakit langsung aja gua nanya ke bagian administrasi, ruangan Rissa dimana.
Gua lari, gua cemas banget sama Rissa. Ya emang ini bukan gua yang sebenernya, tapi Rissa orang penting di masa lalu gua. Dan kita lama kepisah.
"Danilo?" Gua denger ada yang manggil nama gua, tapi gua bodoamat yang penting sekarang Rissa.
"Bagaimana keadaan Rissa?" tanya gua ke Anindya tanpa basa basi. Gua tau namanya karena dulu dia pernah jaga di uks waktu Rissa pingsan.
Anindya nunjuk salah satu ruangan, gua langsung lari ke ruangan itu. Ruang itu steril, gua masuk harus pake baju warna hijau. Persis seperti bendera rumah duka, eh rumah duka benderanya hijau apa kuning? Apa putih? Lupain, gak penting.
Miris, itulah yang ada di otak gua ketika natap Rissa yang badannya penuh dengan alat medis. Matanya tertutup, bibirnya pucat, gak kaya biasanya.
"Rissa! Bangun Riss! Gua disini, bangun Riss! Lo yang gua kenal gak lemah, lo cewek yang ceria! Bukan cewek menyedihkan gini, " ujar Danilo dengan wajah datar.
"Gua ncung Riss, lo inget gua kan? Cowok genit yang dulu sering godain lo. Yaya please wake up, open your eyes and I still love you, " Gua genggam erat tangan Clarissa, berharap dia balas.
"Bangun Riss, jangan tinggalin gua. Lo cinta pertama gua," Gak ada jawaban dari Clarissa, dia masih nyaman dengan tidurnya.
Gua mendekat, gua usap rambutnya. Ngeliat Rissa yang sekarang bikin hati gua ancur. Mata gua panas gak tau kenapa, mungkin ruangan ini mengandung bawang.
Gua bisikin telinganya, "Yaya bangun, I still love you, " Tepat sekali, satu tetes hujan jatuh.
Gua ragu, gua pengen cium keningnya tapi bukan siapa-siapa nya.
"Cium gak ya? Cium gak, cium gak, cium gak, cium gak, cium gak, eh kok enggak? Yaudahlah," ucap gua dalam hati, tangan gua sambil ngitung pilihan cium atau enggak.
"Tenang Riss, gua bakal cium lo waktu udah sah kok, " ucap gua sambil senyum manis.
Cupp
"Eh? Bentar, gua barusan ngapain?" ucap Danilo sembari memegang bibirnya.
"Gua cium Clarissa ya? KOK GUA CIUM SIH?! BODOH, RISS GUA PAMIT DULU YA DADA RISSAYANG," teriak gua langsung lari keluar.
Danilo pov end
Tepat pada saat Danilo keluar, Callista berdiri di depan pintu. Lalu Revan datang terburu-buru dengan pakaian dokter yang masih melekat di badannya.
Tika langsung saja berdiri, karena wajah Revan terlihat sangat cemas. Tika langsung saja bertanya, "Kamu kenapa mas?"
"Kita harus cepat-cepat ambil tindakan! Jika tidak nyawa Rissa akan melayang, " ucap Revan membuat semua yang berada di lorong ini lemas tak berdaya.
"Apa yang harus kita lakuin van?!" sahut mamahnya.
"Kita harus melakukan transplantasi tulang sumsum, " jawab Revan.
"APA?!"
"Pake tulang sumsum ku aja!!" teriak Tika dan Mamahnya Rissa secara bersamaan.
"Aku gak bisa mastiin kalian cocok, tapi biasanya saudara kembarnya atau kandungannya cocok, " jelas Revan.
"Lista! Kamu donorin tulang sumsum kamu buat Rissa!" teriaknya menyuruh Callista.
"Apa?! Enggak-enggak! Bang Varo kan bisa!" tolak Lista.
"Kalian itu saudara kembar, batin kalian saling terikat. Kamu gak kasian liat saudara berjuang di dalam sana?!" sentak Tika. Callista diam, dia tampak berfikir.
"Oke, aku mau, " ucap Callista membuat semua mengucapkan alhamdulillah.
"Tapi! Danilo harus jauhin Rissa dan jadi cowo aku, " lanjutnya membuat semua ternganga.
•••
TBC
Jangan lupa vote and coment.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONE ✔
AcakPada umumnya keluarga adalah rumah kita, namun mengapa berbalik? Mengapa keluarga menjadi neraka bagiku? Tempat dimana seharusnya aku mendapat kehangatan, namun mengapa yang ku dapat siksaan bertubi tubi? Dimana letak keadilan? -Clarissa Tristeza Al...