•part 27•

4.5K 296 22
                                    

Pemakaman telah dilakukan, namun kediaman Adijaya masih saja ramai orang berdatangan. Entah kerabat jauh ataupun rekan kerjanya.

Varo, mamahnya, beserta papahnya berada di sana. Mereka kompak mengenakan baju berwarna hitam ditambah dengan kacamata hitam.

Suara tangisan juga jarang terdengar, hanya suara orang-orang yang menanyakan bagaimana awal mula kejadian. Kemungkinan keluarga Varo akan mengurus kekayaan milik keluarga alm. Revan Adijaya.

Varo berpamitan untuk menuju rumah sakit. Karena, tidak ada yang menjaga kedua adiknya. Sedangkan di sisi lain, keadaan Danilo mulai membaik.

Perkembangannya begitu cepat, tinggal menunggu Danilo siuman saja. Kalimat syukur di ucapkan berkali-kali oleh Tari, karena putranya dapat melewati masa-masa sulit.

°°°

"Rissa, bangun yuk. Kamu sudah sembuh, gak mau bangun nak?" suara itu muncul, membangunkan Rissa.

"Buka matamu nak, kamu sudah dapat pendonor. Kamu sehat sayang, kamu gak bakal ngerasain sakit lagi." Rissa membuka matanya, menatap sekeliling.

Matanya menatap Tika, ya Tikalah yang memanggil Rissa. Rissa terkejut, matanya beralih menatap langit-langit rumah sakit dan tersenyum.

"Tante? Aku sembuh! Aku sembuh tante!" ucap Rissa di sertai air mata yang menetes.

"Iya Rissa, kamu sembuh nak," jawab Tika dengan gerakan tangan mengusap air mata Rissa.

"Rissa istirahat dulu ya, tante mau pergi. Nanti bang Varo yang bakal jagain kamu," ucap Tika dan melenggang pergi di antara dinding rumah sakit.

"TANTEE TIKAA!" teriak Rissa.

"Rissa! Rissa! Kamu kenapa?!" ucap Varo yang terkejut karena teriakan Rissa.

Mata Rissa menatap sekeliling, "Mana tante Tika bang?! Mana tante Tika!!"

"Oh-uhm a-ada," jawab Varo sedikit gugup.

"Mana bang?! Tadi tante Tika disini! Bangunin Rissa!" ucap Rissa sembari menunjuk kursi yang di duduki Varo.

"Tante Tika gak disini, dari tadi abang yang disini," balas Varo.

"Enggak bang! Tante Tika yang disini tadi!!" Rissa ingat betul jika tantenya tadi berada disini.

"Gimana tante Tika ada disini Rissa?! Tante Tika udah gak ada!!" ujar Varo dengan mata tertutup dan di sertai nada tinggi.

Rissa terdiam, "Maksud abang apa?"

Varo terdiam, kepalanya menggeleng-geleng. Matanya masih tertutup, tangannya mengepal.

"Maksud abang apa?! Jawab Rissa bang! Jawab!" Varo hanya menjawab dengan gelengan kepala.

"Jangan geleng-geleng! Itu bukan jawaban yang aku mau. Sekarang tante Tika dimana?!" Varo masih diam, tak berkutik.

"JAWAB BANG!"

"TANTE TIKA SEKELUARGA MENINGGAL!"

Rissa terdiam bak di sambar petir siang bolong. "NGGAK! ABANG BOHONG KAN?!"

Varo menjawab dengan gelengan. Varo menunduk tak berani menatap ekspresi adiknya.

Rissa menutup mulutnya, tak menyangka tantenya pergi. Varo yang tak tega segera merengkuhnya, Rissa menangis sejadi-jadinya.

"Ke-kenapa tante ninggalin Rissa hiks... Rissa salah apa ya Tuhan?!"

"Kenapa orang yang Rissa sayang pergi? KENAPA?!!"

"Don't cry baby, abang disini buat jagain kamu. Abang sayang kamu," ucap Varo sembari mengusap punggung Rissa.

Tangisan Rissa berhenti, ia langsung melepas pelukannya. Rissa tertawa, tertawa sejadi-jadi, tertawa dengan air mata. Varo heran dengan sikap adiknya.

"Apa bang? Ulangi lagi coba? Sayang? Sayang dari mana? Sayang dari hongkong? Bukannya abang salah satu orang yang ikut hancurin aku? BUAHAHAHAHA LUCU BANGET KAN BANG? IYA LUCU BANGET HAHAHAHAHA." Perkataan Rissa membuat Varo terluka, membuat Varo merasa sangat-sangat bersalah.

"Abang tahu? Rissa beranjak dewasa secara ga sadar. Rissa di paksa kuat, Rissa di paksa harus keliatan baik-baik aja. Rissa di paksa harus diam, Rissa di paksa untuk bungkam. Rissa di paksa harus senyum di depan rekan kerja mama papa. Rissa di fitnah ada hubungan sama psycho, yang bikin keluarga terpecah belah.

"Abang tahu itu? Enggak! Jangankan tahu, untuk peduli aja abang ga pernah," ucap Rissa di sertai senyum lebar.

"Abang tahu rasanya di katain anak ga berguna? Anak pemalas? Ga punya masa depan? Di katain goblok? Dikatain ga bakal sukses? Ga bakal jadi apa apa? Abang tahu itu bang?"

Baik Rissa maupun Varo sama-sama terdiam. Rissa menahan isak tangisnya, tapi tidak bisa dengan air matanya.

"Abang tahu rasanya? Dirumah kaya di neraka? Abang tahu rasanya kaya anak buangan? Rissa ini manusia bang! Ri-rissa juga punya hati! Kadang Rissa ngerasa bukan anak kandung mereka, kadang Rissa ngerasa ga ada yang peduli sama Rissa."

Varo memberanikan diri untuk buka suara, "Tapi abang selalu kasihan sama kamu Rissa. Abang ga tega liat kamu di marahin."

"Kasihan? Rissa ga butuh rasa kasihan bang! Rissa cuma butuh kasih sayang! Bukan kasihan, kalo cuma kasihan semua orang juga bisa. Dan abang bilang ga tega? Ga tega darimana? Bukannya abang juga ikut judge Rissa?

"Abang tahu rasanya mau di asramain? Abang tahu rasanya di siksa? Tahu rasanya di bikin down sama keluarga sendiri? Di hancurin sama keluarga sendiri?

"Kalo kata orang lain, rumah adalah tempat yang paling nyaman untuk dijadikan tempat istirahat. Tapi kata itu ga pernah berlaku buat aku."

"Jangan bicara, anggep aja omongan tadi cuma angin. Omongan tadi ga usah di denger, ucapan itu tidak berguna. Sekarang abang anterin aku ke makam tante Tika. Aku gak mau ada alasan apapun itu, intinya anter aku ke tempat istirahat terakhir tante Tika."

°°°

Rissa dan Varo sudah berada di pemakaman Tika. Meskipun tadi sedikit kesulitan mendapat izin dari pihak rumah sakit. Rissa terduduk di kursi roda dengan memegang selang infus.

Makam mereka berjejer, tanahnya pun masih basah. Rissa ingin turun dari kursi roda, tapi bekas jahitan akibat operasinya masih sakit. Sehingga ia mengurungkan niatnya untuk turun.

Tangannya mengusap nisan yang bertuliskan nama Tika. Air matanya menetes, lalu matanya beralih menatap nisan di samping kanan dan kirinya. Yaitu nisan milik Revan serta Anindya.

"Tante.... Kok tante tega ninggalin Rissa? Katanya mau jagain Rissa terus?" ucap Rissa disertai senyum lebar.

"Tapi gapapa, Rissa sekarang udah jauh lebih baik. Tante istirahat yang tenang ya, hiks... hiks..., " Rissa menangis sesenggukan.

'Ku menangis membayangkan'

Klick

"Enggak Riss, udah kamu di situ dulu. Tadi nada dering ponsel abang," ucap Varo di sertai cengiran tak berdosa.

•••

tbc.

jangan lupa vote and coment:>

ALONE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang