Part 19

7.2K 802 20
                                    

Sakura duduk pada kursi kayu di teras depan rumah orang tuanya. Melihat daun-daun dari pohon di depan rumahnya yang mulai berguguran. Beberapa anak kecil pada pagi seperti ini bersepeda melewati depan rumahnya. Suara kring-kring dari bel sepeda saling bersahutan. Sakura ingat dulu ia juga sering bersepeda seperti itu. Ia dan teman-teman sebayanya setiap minggu pagi akan berkeliling komplek membuat keributan dengan suara bel sepeda dan suara berisik dari gelas plastik yang diselipkan diantara velg sepeda.

Ditemani dengan segelas susu ibu hamil, ia menikmati pagi hari pada musim semi di akhir bulan oktober. Udara terasa lebih sejuk. Sakura mengusap perutnya yang membesar. Sesekali bibir kecilnya bergerak mengajak berbicara dengan anak dalam kandungannya seperti saran Tsunade beberapa waktu lalu.

Lalu ibunya datang dengan sepiring kue. Wanita itu menarik kursi lain. Mereka duduk bersebelahan dipisahkan oleh sebuah meja kayu kecil setinggi pinggang orang dewasa. Sakura tahu ibunya ingin mengatakan sesuatu, maka dari itu ia diam menunggu Mebuki mulai bicara.

Sakura mengambil satu potong kue hasil praktek ibunya. Wanita ini pandai memasak tapi dia payah jika membuat kue. Rasa kue buatannya sedikit aneh tapi masih layak dimakan.

"Kau ingin pergi jalan-jalan? Kita bisa pergi bertiga bersama ayahmu,"

Sakura menelan kue yang baru saja ia kunyah. Meski tahu ibunya ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ia duga kalimat itu yang pertama kali keluar.

"Kenapa tiba-tiba sekali?" Sakura mengambil sepotong kue lagi. Mulai terbiasa dengan rasanya.

"Kau terlihat murung. Bukankah dokter memintamu untuk jangan stres dan tetap bahagia?" Mebuki mengulangi apa yang dikatakan Tsunade kemarin. "Apa ini karena Sasuke?" tebaknya.

Sakura tidak bersuara tapi Mebuki tahu putrinya mendengar apa yang ia katakan. Ia kenal dan sudah hafal seperti apa sifat Sakura. Putrinya ini tipe yang mudah terbaca.

Mebuki menyandarkan punggungnya pada kursi. Tubuhnya yang sudah semakin tua tidak bisa membohongi. Sekarang ia tidak bisa berlama-lama duduk tanpa bersandar.

"Dulu, saat ibu mengandungmu ayahmu juga sering pergi keluar kota," wanita itu memulai. Dia berhasil menarik perhatian Sakura. Putrinya itu terlihat terkejut dengan fakta yang baru saja ia katakan.

"Seperti yang kau tahu ayah dan ibu bukan berasal dari keluarga kaya seperti suamimu," Kizashi adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakek Sakura dari Kizashi adalah seorang karyawan swasta biasa dengan pensiunan tidak seberapa yang harus menyekolahkan ketiga anaknya. Beruntung Kizashi memiliki kecerdasan yang lebih dibandingkan kedua kakaknya hingga ia mendapat beasiswa penuh selama masa kuliah.

Sedangkan ibunya adalah anak sulung dari seorang pedangan dengan empat bersaudara. Dia hanya lulusan sekolah menengah atas dan memutuskan untuk membantu orang tuanya membiayai ketiga adiknya dengan harapan mereka bisa sampai menyelesaikan pendidikan sampai ke perguruan tinggi.

"Saat mengandungmu, ayahmu baru saja merintis karir. Dia juga harus sering pergi keluar kota menemani atasannya. Kau tahu, ayahmu menjadi orang kepercayaan atasannya saat itu," Mebuki berkata bangga. Sakura tahu ayahnya memulai karirnya dari nol.

"Dia hanya pulang beberapa kali dalam sebulan yang membuat ibu merasa kesal. Enak saja setelah membuat ibu hamil dia justru selalu berpergian," ekspresi cemberut Mebuki benar-benar terlihat sama sepertinya. Secara fisik Sakura memang lebih dominan pada Kizashi, tapi sifatnya turunan dari sang ibu. Bahkan cara berbicara mereka.

"Lalu, ibu sadar jika ayahmu melakukan semua itu untuk keluarga kecil kita. Untuk memberikan kehidupan yang lebih baik pada buah hati kami," Mebuki mengusap rambut merah muda Sakura sayang. "Agar kau tidak hidup susah seperti kami dulu."

Rich Man & Poor WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang