Suatu malam di kediaman bungsu Uchiha yang terletak di kawasan elit tengah kota. Sebuah hunian dua lantai berwarna abu-abu dan putih yang menjadi pilihan Sasuke. Ada sebuah gazebo di bagian kanan depan rumah yang biasanya digunakan Sakura rebahan bersama anak-anaknya pada sore hari.
Ruang tamu menjadi tempat pertama ketika membuka pintu. Sakura sendiri yang mendesainnya. Mulai dari kursi kayu dengan bantalan empuk yang meski terlihat sederhana tapi tentu saja mahal. Sakura sengaja memilih barang-barang mewah untuk mengisi rumahnya dikarenakan bingung bagaimana menghabiskan uang Sasuke. Lantai kayunya mengkilat, semutpun akan tergelincir.Yang menarik dari ruang tamu ini adalah hiasan dinding persegi panjang yang menempel di tembok menghadap pintu dengan tulisan ucapkan salam ketika memasuki rumah.
Melangkah ke kiri dari ruang tamu terdapat lima buah anak tangga yang menuju ke ruang keluarga. Dindingnya hampir penuh dengan foto-foto keluarga. Bahkan ada foto ketika Sakura dan Sasuke menggunakan seragam SMA yang sengaja di edit agar terlihat mereka seperti berdiri bersebelahan.
Nyonya Uchiha berambut merah muda terlihat berada di dapur sibuk membuat teh. Ia melangkah keluar menuju meja makan yang dipisahkan sebuah skat dengan dapur. Hot Daddy duduk di sana bermain ponsel entah sibuk dengan bisnisnya atau justru bermain game online. Salah satu pengaruh buruk dari Naruto dan Sai, Sasuke ikut kecanduan game.
Sakura datang dengan dua gelas teh dan sepiring brownis hasil prakteknya tadi sore. "Ini tehmu." Menjadi ibu rumah tangga membuatnya harus kreatif membuat aneka cemilan agar anak-anak dan suaminya betah di rumah.
"Ah, terima kasih."
Sakura mengambil tempat duduk di samping Sasuke dan melirik layar ponsel pria itu. Ah! Rupanya sedang membaca e-book.
"Sasuke-kun, apa kau tidak merasa Sarada akhir-akhir ini terlihat aneh?" bisiknya pada sang suami. Ada tambahan kun di akhir panggilan untuk Sasuke sekarang.
Putri mereka sedang duduk di atas karpet ruang keluarga dengan meja lipat dan beberapa buku di sana. Gadis berusia tiga belas tahun itu tumbuh dengan baik. Dia cantik dan pintar seperti ayahnya. Juga terlalu kaku seperti Sasuke.
"Tidak."
Sakura mendengus. "Kau sebaiknya lebih memerhatikan anakmu," tegur Sakura. "Kau tahu, beberapa hari yang lalu aku menemukan amplop yang sepertinya berisi surat cinta di dalam tas Sarada." Zaman sudah semakin canggih, Sakura tidak mengira surat cinta masih trend.
"Benarkah?"
Sakura mencicipi kue brownisnya dan memaksa Sasuke untuk memakannya juga. "Aku merasa jadi sangat tua karena anakku mulai mendapat surat cinta. Mungkin tidak lama lagi kita juga akan mendapat menantu."
Sasuke melirik istrinya sekilas dan berganti pada sang putri yang sibuk menulis sesuatu di atas kertas binder.
"Dia masih tiga belas tahun. Terlalu cepat jika membicarakan menantu." Sasuke tidak setuju dengan ucapan Sakura.
"Waktu berjalan begitu cepat. Di part sebelumnya saja dia masih bayi dan sekarang sudah berusia tiga belas tahun."
Pria itu masih terlihat tidak setuju. Mau mendebat tapi buang-buang tenaga. Lebih baik tenaganya disimpan untuk bergulat di kamar nanti malam.
"Aku harus memberinya nasihat agar tidak mengulangi kelakuan buruk ayahnya ketika menerima surat cinta," sindir Sakura.
Wanita itu bangkit dari kursi dan berjalan pelan mendekati sang putri. Ia ikut duduk di atas karpet bersebelahan dengan Sarada yang terlihat terkejut dengan kedatangannya. Gadis itu buru-buru menyembunyikan kertasnya di bawah buku bahasa inggrisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rich Man & Poor Woman
Fanfic"Menikahlah denganku." "Apa kau sedang ingin mengajakku berkelahi?"