Siang telah berganti dengan matahari terbenam, satu lintas cahaya senja masuk ke dalam kamarku, melewati sela-sela gorden yang tidak tertutup rapat. Kami berdua masih berbaring di atas ranjang. Saling berpelukan, saling menenangkan. Sekalipun itu rasanya mustahil. Karena, dia sama sekali tak menghentikan tangisannya dan terus meminta banyak maaf padaku.
Begitu pula denganku, aku tak peduli bilamana ada seseorang yang mengataiku; bahwa aku adalah sosok pria yang lemah karena aku menangis. Aku hanya ingin mengikuti hati kecilku, dan nalurinya, merasakan bagaimana betapa sakitnya, saat melihat istriku saat ini menangis sembari meraungkan namaku berkali-kali.
"Kakak ada disini, kenapa kau terus menangis, um? Lebih baik kita beristirahat? Kemarilah."
"Aku takut, kak ... " Bisiknya.
"Selagi kau selalu di dekatku, kau tak perlu takut dengan apapun, kakak akan selalu menjagamu."
"Sekalipun, Ibuku marah nanti. Kakak tetap akan menjagaku?"
Aku mengangguk, lantas kembali menarik tubuhnya yang semakin terlihat mengecil itu, untuk membawanya masuk ke dalam pelukanku. Ia pun membalas pelukanku, menyimpan kepalanya di depan dadaku. Suara isaknya masih menyerukan sebuah geraman kesakitannya, sementara aku berusaha untuk mengusap puncak kepalanya agar tetap tenang.
"Tidak peduli dengan siapa yang bersikeras ingin memisahkan kita. Kau akan tetap menjadi sosok yang paling berharga untukku. Kakak akan setia menjagamu, jangan khawatir, berhentilah menangis. Aku begitu tersiksa saat mendengarnya, sayang."
Tetap seperti ini, berdua denganmu di dalam ruangan yang pengap, berbaring dalam pelukan hangat, memuja setiap wajah kesedihanmu yang begitu berharap akan keberadaanku. Itu semua sudah cukup untuk mengembalikan semua kesunyian yang sebelumnya pernah bernaung dalam hidupku.
Apapun yang terjadi nanti, kumohon, tetaplah bersamaku, sayangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
our marriage ✓
FanfictionTetap mencintaiku, ya? sekalipun aku tak bisa lagi memeluk tubuh kecilmu, sayang.