25

723 45 6
                                    

   Aku mengemudi dengan kecepatan di atas rata-rata, sedikit demi sedikit peluh bercucuran membasahi keningku. Seperti orang yang kepanasan, aku pun semakin menginjak gas mobilku agar melaju lebih cepat lagi, agar segera sampai ke rumahku.

   Sesekali aku melirik ke samping, ke tempat ponselku tersimpan. Ia tak menghubungiku lagi, aku berasumsi bahwa istriku tak akan baik-baik saja disana. Sial, perasaanku tak bisa tenang. Bagiamana jika Ibunya maupun seseorang disana tiba-tiba menyakiti istriku?

   Aku membanting setir mobilku ke samping. Aku tak sadar karena terlalu emosional, mobil yang kukendarai melewati jalur jalan yang tak semestinya, sampai kepanikan ku tidak bisa ku tahan, hingga tiba-tiba sebuah truk besar menabrak mobilku dengan kekuatan yang menyeramkan.

   Seluruh tubuhku terasa remuk, kepalaku serasa pecah dengan hidung yang mengeluarkan banyak darah. Mobil dibagian depanku hancur, dengan asapnya yang keluar mengepul hebat.

   Setengah sadar, aku mendengar ponselku berdering. Dengan mengeluarkan sedikit tenagaku yang tersisa, aku menggapai ponselku yang kini sudah tergeletak di bawah. Pandanganku mem-blur, jadi aku tak bisa melihat dengan begitu jelas siapa yang menelponku. Tapi, aku yakin jika istriku yang menelpon.

   "Kakak dimana? Aku mohon, tolong aku, kak. Kakak cepatlah datang. A-aku takut, hiks—"

   Aku meringis sakit ketika kepalaku berdenyut hebat. Kedua kelopak mataku memaksaku untuk segera menutup, namun dengan berusaha aku menahannya. Jangan sampai aku ... mati sekarang. Aku masih ingin bersamanya.

   "Kak Yoongi, hiks ... kakak dimana?"

   "Maaf," ucapku, dengan suara yang begitu rendah.

   "Kakak?! Hiks ... cepatlah pulang!"

   "Tolong, kau bisa katakan padaku dengan jelas, kalau kau mencintaiku, hm? Bisa, kan?" Lirihku, dengan suara yang terputus-putus.

   "Ma-maksud kakak apa? Jangan aneh-aneh, kak. Hiks ... Aku takut. Cepatlah pulang!"

   "Aku mohon, bi-bisa katakan itu ... sekali saja untukku, hm?"

   "Aku sangat mencintaimu, kak!"

   Aku tersenyum, tepat setelah aku mendengar suara manisnya, mataku tertutup dengan perlahan. Samar-samar aku masih bisa mendengar suaranya yang berteriak memanggil-manggil namaku lewat ponselku yang kini sudah terjatuh dari genggamanku.

   Air mataku keluar, bercampur dengan darah yang bercucuran dari kepalaku.

   Kak ... aku hanya ingin bersama Kak Yoongi, hiks ... kakak jangan pergi.

   Maaf, aku tidak bisa menepati janjimu untuk terus selalu berada di sampingmu. Semoga kau bahagia, jangan menangisi aku, jangan bersedih atas kepergianku. Anggap saja, ini adalah hukuman yang Tuhan berikan padaku karena pernah menyakitimu dahulu.

   Kau kuat. Aku tahu itu. Kau mencintaiku, sudah jelas aku juga tahu kenyataan itu. Jadi, jangan pernah menyerah, sayang. Aku selalu mencintaimu, sekalipun nanti kau tak lagi bersamaku.

   Terimakasih untuk beberapa tahun belakang ini, telah banyak menemaniku hari-hariku dengan warna cantikmu.

   Sekali lagi,

   Aku mencintaimu, hanya mencintaimu sayang.

   Gelap.


















- end -

our marriage ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang