Joohyeon mengundurkan diri dari pekerjaannya. Orang-orang bilang, ia keluar karena penyebabnya adalah aku. Namun, aku tak mau ambil pusing. Lebih baik aku menutup kedua telingaku. Berusaha abai. Toh, aku pun sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengannya. Jelas aku bersyukur ia pindah dari tempat pekerjaannya, karena tak akan ada lagi seorang wanita yang menggangguku, dan tak ada lagi seorang ibu-ibu keriput yang terus mendorongku untuk menikahi anaknya.
Tidak waras, memang.
Di tengah-tengah aktivitas bekerjaku, tiba-tiba ponselku berdering. Menampilkan ikon nama kontak istriku di dalam layarnya. Dengan bergegas aku pun mengangkatnya dengan senyuman yang terukir di bibirku. Padahal, ini belum setengah hari aku meninggalkannya. Tapi, kenapa dia sudah merindukanku begini? Ah, manis sekali dia.
"Ka-kak— hiks— to-tolong ... i-ibu—"
Aku panik saat mendengar suaranya terputus-putus, seperti ketakutan dan menangis? Ada apa? Pun dengan refleks aku bangkit dari dudukku, "ada apa dengan Ibu?! Sayang?! Kau baik-baik saja?! Te-tetap disana! Aku akan segera pulang—"
Dengan gesit aku pun meraih kunci mobilku yang tersimpan di laci mejaku, lalu berlari tergesa-gesa pergi dari ruangan kerjaku. Dan telepon pun masih tersambung.
"SIALAN, KAU MIN YOONGI!" Tiba-tiba suara asing dari seberang telepon mengumpatku, "KAU, BAJINGAN! AKU HARAP KAU TAK AKAN PERNAH BERTEMU LAGI DENGAN PUTRIKU!"
Tut!
Jantungku berdegup kencang. Sejujurnya, aku takut. Aku panik. Aku gelisah setelah mendengar telepon darinya. Aku hanya bisa memohon pada Tuhan. Jangan apa-apakan istriku. Jangan pisahkan kami. Jangan biarkan siapapun masuk lalu merusak ke dalam kehidupan manisku bersama istriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
our marriage ✓
FanfictionTetap mencintaiku, ya? sekalipun aku tak bisa lagi memeluk tubuh kecilmu, sayang.