19

406 44 0
                                    

   Sebuah kebohongan yang besar ketika aku menyatakan, bahwa aku baik-baik saja setelah berpisah sampai dua minggu lamanya dengan istriku.

   Aku terpaksa mengambil cuti selama satu bulan pada atasanku, karena masalah ini. Dan selama cuti, aku hanya bisa menghabiskan waktuku dengan berdiam diri bak orang tolol di kamar, di apartemenku. Ditemani dengan sampah rokok, botol-botol alkohol, dan berbagai macam sampah lainnya.

   Ahaha, memangnya aku akan baik-baik saja setelah apartemen ini kehilangan sosok wanita berhati mulia seperti istriku? Tidak.

   Memangnya aku akan merasa bebas dan lega setelah aku dinyatakan berpisah dengan istri tercintaku? Tentu saja, tidak.

   Aku membutuhkannya. Hatiku. Ragaku butuh pelukannya, keberadaannya. Aku merindukannya. Aku rindu dengan segala hal yang ia lakukan dan berikan padaku.

   Aku sangat mencintainya.

   Tapi, kenapa Ibu mertuaku belum juga memberikanku surat penceraian? Ahaha, lebih baik jangan, jangan sampai itu terjadi.

   Suatu saat aku akan membawa wanita kesayanganku kemari. Aku tak bisa hidup sendirian, dan sengsara seperti ini. Iya, benar, aku harus membawa istriku kembali ke sini.

   Tapi, akankah ia menginginkanku lagi? Selama ini aku selalu menyakitinya, pasti ia tak mau jika aku mengajaknya kembali padaku. Mungkin saja, ia sudah tak mencintaiku lagi? Ataukah Ibu mertuaku sudah menjodohkannya dengan pria lain? Pria yang lebih baik dan kaya dariku?

   Tidak. Aku mohon, tetap tunggu kakak. Kakak tidak bisa sendirian. Kakak tak bisa tanpamu.

   BRAKK!!

   Aku melempar jam alarm yang sebelumnya tersimpan di atas nakas ke sembarang arah.

   "Maafkan aku!"

our marriage ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang