12 Ungkapan

2.6K 145 0
                                    

Rasdan berjalan mengendap ke kamar Cia, gadis itu berkeringat dingin dengan tangan yang mencengkeram kuat selimut yang menutupi tubuh mungilnya.

mulutnya juga tak berhenti mengigo, membuat Rasdan yang mendengarnya kembali dirundung rasa bersalah.

"Papa.. Bundaa..."

"jangan pisah.."

Suara yang lirih dan parau tersebut masih bisa didengar dengan jelas oleh Rasdan, pria itu berdiri mematung sambil meremas knop pintu yang didepannya.

Rasdan menutup pintu dengan hati-hati, lantas ia berjalan menuju dapur mengambil sebuah piring kaca dan hendak memecahkannya.

Namun ia urungkan, Rasdan teringat kehadiran Cia yang kini tidur dengan gelisah.

Rasdan beralih menuju kamarnya, karena itulah tempat yang bisa membuat dirinya melampiaskan amarah berlebih dirinya.

Rasdan melempar kuat lampu tidur dikamarnya, beberapa percikan listrik menyala, kemudian padam begitu saja.

Pecahan ada dimana-mana, Rasdan memungut dan mengumpulkannya. Dua pecahan sekaligus, Rasdan menggoreskan tepat di betisnya, ia memilih betis karena nanti lukanya bisa ia sembunyikan dari Cia.

Rasdan terus menyayat kulitnya, baginya ini tak sebanding sakitnya daripada apa yang Cia rasakan.

Gadis mungil yang selalu menjadi kebanggaannya, gadis yang selalu dinantikan kehadirannya dalam keluarganya tersebut.

Namun seolah menjadi pengecut, Rasdan justru tak ada ditengah-tengah Cia saat anak itu masih kecil.

Kenapa? Kenapa dirinya memiliki mental seperti ini?

Dulunya, Rasdan adalah anak yang baik, dan dapat mengontrol emosinya.

Tapi disisi lain, Rasdan kerap kali mendapat perlakuan kekerasan fisik, ancaman, bahkan hal tersebut yang membuat Rasdan tertekan dengan hidupnya.

Ibunya, wanita yang telah melahirkannya tersebut tak jarang memaki, bahkan sampai melakukan kekerasan fisik pada Rasdan, hingga pria tersebut sulit mengungkapkan amarahnya.

Rasdan lebih memilih diam, tapi diamnya seorang Rasdan ada hal buruk yang sering dilakukannya.

Pria paruh baya tersebut, sering menyayat kulitnya dengan segala bentuk benda tajam, dan hal itu lah yang membuat Rasdan menjadi seorang yang tempramental.

Itu juga sebagai alasan Amel memilih untuk bercerai daripada harus mempertahankan rumah tangganya.

Ada alasan tersendiri bagi Amel, dan Rasdan juga menerima keputusan Amel yang ingin bercerai darinya.

****

Cia menggeliat tak nyaman dari tidurnya, mengucek sebentar matanya dan menatap redup langit-langit kamar yang ditinggalinya dengan minim pencahayaan tersebut. Karena Cia terbiasa hanya menggunakan lampu tidur disaat tidur malam.

Cia teringat sesuatu, dirinya semalam menginap dirumah Papanya selepas merayakan ulang tahun pria paruh baya itu.

Cia menghidupkan ponselnya dan tak ada notifikasi selain dari grup kelasnya. Gadis bertubuh mungil itu lantas menuju kamar mandi dan bersiap, karena dirinya juga harus sekolah.

****

Cia sudah mengenakan seragamnya lengkap dengan tas yang berada dipunggung kecilnya.

Gadis itu tersenyum sumringah ketika mendapati Papanya yang tengah berkutat dengan laptopnya.

Dengan secepat kilat, Cia mengecup pipi kiri Rasdan, membuat sang empu tersenyum hangat kepadanya.

EUFORIA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang